41. Go home

699 78 6
                                    

Happy Reading !!!

Di sebuah kamar yang minim pencahayaan terlihat Jonathan yang duduk termenung menatap sebuah pigura besar yang terpajang di dinding.

Pigura yang menampilkan foto pernikahannya bersama Adella.

Tidak peduli siang atau malam Jonathan terus menatap foto pernikahannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak peduli siang atau malam Jonathan terus menatap foto pernikahannya itu.

Jonathan meninggalkan semua aktivitasnya dan hanya berdiam diri di dalam kamarnya seraya menatap pigura besar yang terpajang itu.

Jonathan akui, dia pria yang sangat egois di dunia. Waktu itu dia sudah beristri, namun dengan segala keegoisannya Jonathan malah menikahi Adella.

Jonathan terus memaksa dan membujuk Adella yang tak ingin dinikahi karena Jonathan yang sudah beristri. Dan semua bujuk rayu itu akhirnya berhasil.

Adella mau dinikahi dan dijadikan istri kedua. Atas dasar cinta Jonathan membenarkan perbuatannya.

Dalam hubungan yang terjalin antara Arreta, Jonathan dan Adella, tak ada yang benar-benar bisa disalahkan. Ketiganya sama-sama bersalahnya.

Ketiganya juga korban dari keegoisan masing-masing. Mereka korban dari cerita rumit yang terjadi akibat adanya cinta.

"Aku merindukanmu."

Bukan sekali dua kali Jonathan melontarkan kata-kata itu.

Sudah ribuan kali selama dua tahun ini kata-kata itu terucap dari bibir Jonathan.

Jonathan sangat mencintai Adella. Dirinya benar-benar hancur saat Adella pergi meninggalkan dirinya.

Lagi dan lagi air mata jatuh dari pelupuk mata Jonathan. Pria itu menangis merindukan kehadiran wanita yang sangat ia cintai.

Dibalik pintu kamar yang sedikit terbuka, Marvino berdiri menatap kerapuhan sang ayah.

Marvino menghapus kasar air matanya kemudian berlalu pergi menjauh dari kamar sang ayah.

Tadinya Marvino berniat membujuk ayahnya itu untuk ikut makan bersama di ruang makan, namun niatnya ia urungkan.

Marvino mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah. Pemuda itu menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya.

Mata Marvino yang tadinya terpejam kini terbuka saat mendengar langkah kaki yang terburu-buru.

Dari arah tangga terlihat Marcellio yang melangkah terburu-buru menuruni anak tangga.

"Ada apa Lio? Kenapa kau terburu-buru seperti itu?" Tanya Marvino melihat wajah panik sang adik.

"Perusahaan kita... Perusahaan kita akan hancur, bang." Ucap Marcellio panik.

"Perusahaan kena tipu. Kita rugi besar." Lanjut Marcellio sebelum berlari pergi. Dia harus bergegas ke kantor.

Marvino membulatkan matanya terkejut mendengar perkataan sang adik. Dengan segera Marvino memutuskan menyusul sang adik.

Really, like this a family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang