AYTS : 3 [Sikap Arka]

6.8K 285 1
                                    

Acara makan siang keluarga Adi Utama berjalan dengan baik. Semuanya menikmati momen bahagia ini namun sangat di sayangkan, Mamanya Jihan tidak bisa datang karena sedang ke luar kota menjaga nenek yang sakitnya sedang kambuh membuatnya tidak bisa hadir.

Sejak tadi Arka terus berbincang dengan Abangnya yang hanya terpaut satu tahun lebih tua dari Arka. Visual mereka memukau siapa pun bisa melihatnya.

Mereka terlihat sangat menikmati hidangan penutup dan sesekali Jihan di buat tersipu oleh bibinya Arka atau yang tak lain dua adik perempuan dari Papanya Arka.

Larissa terus menggoda Jihan dengan cerita-cerita dulu saat Jihan dan Arka bertemu yang awalnya mereka satu sekolah SMA namun beda satu tingkatan. Dulu saat Jihan MOS, Arka yang selau membuat Jihan kesusahan hingga stress dan kesal namun siapa sangka, tak lama ternyata para orang tua Jihan dan Arka menjodohkan mereka atas janji masa mudanya di masa lalu karena itu Arka yang penurut dan Jihan yang tidak bisa membantah orangtua pun, setuju dan mereka bertunangan di saat Jihan kelas sepuluh dan Arka kelas Sebelas.

Masa itu, masa yang tak mudah bagi Jihan yang sama sekali belum bisa mempercayai lawan jenisnya. Jihan tak pernah pacaran namun, mendapatkan jodoh yang menyebalkan seperti kakak kelasnya—Arka Maven. Berawal dari benci setelah satu tahun cinta baru datang di saat pertengahan Jihan kelas sebelas dan Arka duduk di bangku tingkatan terakhir.

Setelah lulus mereka memutuskan menikah kemudian Arka yang melanjutkan kuliahnya sedangkan Jihan yang masih kelas dua belas membuat ikatan mereka tak pernah putus.

Hingga dimana titik ujian yang Jihan alami terdapat pada Arka yang tiba-tiba berubah dan segalanya mulai terjadi penuh kepura-puraan.

Seperti sekarang ini.

“Tau gak Rin, dulu itu temen-temen gue penasaran banget sama Arka mereka pada kepincut sama pesona Arka yang masih kuliah eh, tahunya udah nikah mereka mundur juga. Gue juga lega sih, Jihan sama Arka nikah pas Arka lulus SMA kalo belum emh, temen-temen gue pada berlomba caper sama ponakan gue.” Larissa menusukkan ujung garpu di genggamannya pada rainbow cake kesukaannya. Memasukan potongan hidangan manis tersebut dengan senang.

“Eh, Jihan manggil Arka masih Mas, kan?” tanya Rini.

“Eh, i-iya Tante kata Mas Arka pengennya di panggilnya gitu,” jawab Jihan. Ia gugup dari tadi Arka terus menatapnya dari kejauhan padahal suaminya itu sedang berbincang dengan Papa dan Abangnya yang sepertinya sedang membicarakan bisnis. Lantas Jihan mencoba puding di hadapannya yang sejak tadi sudah terlihat menggoda dirinya dengan lumeran dark coklat meleleh terlihat sederhana namun rasanya sangat enak.

“Itu kesukaan kamu kan, sengaja Mama bikin spesial buat mantu kesayangan mama ini,” seru Marinda sambil meletakan beberapa kue di tengah meja.

Jihan tersenyum dan tak lupa berterima kasih pada mertuanya itu. Terharu sekaligus merasa senang setidaknya jika ini jadi momentum terakhir melihat kebahagiaan keluarga ini, Jihan tidak usah bersedih berlebihan. Waktu akan menjawab semuanya.

Tidak perlu terus terbayang dengan perasaannya sendiri karena perasaan tidak bisa berbohong, sakit tidaknya Tuhan punya rencana yang lebih baik. Sisi positif Jihan mengambil alih, mungkin efek dari makanan kesukaannya membuat Jihan mendapatkan asupan dopamin saat ini.

Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing dan Marinda masih mengurus beberapa hidangan penutup lainnya dengan para pelayan rumah ini. Mertuanya itu tahu apa yang disukai anggota keluarga tercintanya.

Benar-benar isteri yang sempurna. Jihan terinspirasi.

Jihan memasukan satu sendok puding ke dalam mulutnya dengan bahagia. Sudah ia duga, rasanya sesuai ekspektasinya bahkan lebih enak dari yang ia bayangkan.

“Enak sekali,” ungkap Jihan pada dirinya.

“Kamu Suka?”

Eh? Itu, kan, suara?

“Mas Arka?” Jihan menjatuhkan sendok perlahan saat Arka duduk disampingnya. Laki-laki berkemeja putih yang bagian kedua lengannya tergulung itu membuat Jihan menelan ludah. Sejak kapan Mas Arka semakin atletis? Jihan mengedipkan mata.

“Kamu belum menjawab pertanyaannya Mas, ... Jihan?”

Arka memandangi wajah cantik isterinya itu. Tatapan matanya bergetar melihat begitu indahnya ciptaan Tuhan yang di berikan untuknya namun tak bisa dia memaksakan apa yang sudah di dalam pikirannya.

“Sejak kapan Mas Arka yang dulu kembali?”

Arka menyelipkan anak rambut Jihan ke daun telinga wanitanya itu. Melihat anting yang dulu dia belikan untuk istrinya ternyata di pakai Arka merasakan hal yang tak seharusnya ia rasakan. Waktu terus berjalan tetapi semuanya masih sama, Arka tidak bisa terus seperti ini.

“Memangnya kapan saya berubah?”

“Apakah kebiasaan Mas Arka sekarang selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain? Apa yang sebenarnya Mas tutupi dari aku-”

“Jihan.” Arka bangkit dari duduknya membuat Jihan tercekat lantas menatap sekelilingnya.

Tidak mungkin, kan, mereka bertengkar di depan semua anggota keluarga Arka?! Dan untungnya mereka masih tak sadar dengan pembicaraan Jihan dan Arka yang terucap rendah namun juga penuh tekanan.

“Kamu yakin Jihan, terus berupaya memancing pertengkaran di saat seperti ini?”

“Hah? MAS ARKA!?” Jihan ikut berdiri sambil menatap tajam Arka dan pria itu masih memandanginya dengan tatapan intens malah terkesan dingin kembali. “Kamu pikir aku mau seperti apa lagi, hah?! Kamu masih gak sadar sama perilaku kamu yang jarang pulang akhir-akhir ini, tidak memakan masakan yang aku bikin, dingin, ketus dan kita juga pisah ranjang BAHKAN! sekalinya kamu pulang itu pun, ketiduran di ruang kerja. Kamu gila kerja dan kamu juga ... Gak cinta lagi sama aku. Jangan seakan aku yang salah saat ini. Aku cape!”

Air mata Jihan lolos begitu saja. Wajahnya menahan amarah yang siap mengangetkan semua orang jika tidak Jihan tahan. Apakah ada seorang istri sekuat Jihan? Atau memang hanya Jihan, wanita bodoh di dunia ini karena tetap mempertahankan apa yang memang tidak di berikan untuknya.

Arka melirik semua keluarganya yang hendak duduk kembali saat meja penuh hidangan penutup terakhir yang disiapkan Mamanya.

Wajah rupawan itu mengeras dan Jihan terisak menatap kemarahan terpendam yang terlihat jelas di wajah suaminya itu.

Sebelum semuanya melihat Jihan yang sudah banjir dengan air mata Arka terlebih dahulu meraih rahang Jihan dengan cepat, posesif dan mendominasi. Menautkan ranumnya dengan milik Jihan yang terasa bergetar. Diiringi dengan perasaan campur aduk serta Jihan berupaya memendam tangisnya Arka memegangi kedua rahang istrinya itu dengan kedua tangan. Atmosfer hati mereka yang memporak-porandakan keduanya. Mencoba meraih apa itu cinta sejenak teringat hanyalah bulan semata, itu yang Jihan rasakan.

Seperti biasa, Aka selalu obsesi dan mendominasi Jihan.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang