“Jihan.”
Jihan berhenti berjalan saat terdengar suara yang sangat ia kenali memanggil namanya dari belakang.
Gadis berambut panjang itu sudah dihadapannya. Dengan wajah teduh berucap lagi. “Kita bicara sebentar ya, aku mau kasih tau sesuatu. Kamu gak sibuk kan?”
Gadis itu menghembuskan nafas perlahan kemudian mengangguk setelah tersenyum singkat.
Agatha membalasnya dengan senyuman kecil. Eye smile gadis cantik itu tercipta diakhiri sorot kerinduan mendalam saat keduanya mulai berjalan. Menatap Jihan terus tertunduk.
Jantung Agatha berdegup kencang saat tahu papanya Jihan tiada malam ini. Bahkan tubuh sahabatnya itu terlihat lebih kurus dari sebelumnya.
Sepertinya menghadapi Arka juga bukan hal yang mudah. Tentu saja, ucapannya benar. Padahal Agatha sudah memperingatinya untuk jangan berdekatan atau berurusan dengan Arka. Karena Agatha tahu bagaimana sisi gelap Sekolah Garuda Bangsa itu seperti apa. Makanya ia memilih sekolah disana. Itu bentuk cerminan dalam dirinya dan seakan ditempatkan dengan diri Agatha sendiri yang telah kotor.
Semua nampak setara, bukan hanya level sosial tetapi juga dalam bermuka dua didepan khalayak. Disekolah itu, semua orang bisa menjadi dirinya yang lain, bisa juga menjadi apa adanya. Dalam konteks apa adanya, tidak selalu putih bukan?
Dibalik kehidupan kelamnya, Jihan adalah satu-satunya yang mengisi kekosongan dalam diri Agatha. Kebersamaan mereka mengukir banyaknya kenangan berharga meski singkat dan sederhana itulah alasan satu-satunya Agatha masih bisa tersenyum bahkan untuk saat ini.
Semilir angin malam menerbangkan rambut keduanya. Agatha menyelipkan sebagian rambut pada daun telinganya. Melirik Jihan yang masih termenung.
Kedua tangan gadis itu memegangi pembatas atap rooftop rumah sakit.
“Ji, gue minta maaf ya. Kalo misalkan gue banyak salah sama lo-”
“Bagaimana bisa kamu meminta maaf sedangkan kamu sendiri tidak tahu salah kamu apa.” potong Jihan. Suara lembutnya diiringi semilir angin. Menerbangkan sebagian rambutnya.
Agatha menatap Jihan yang tiba-tiba menoleh. Saat ini menatapnya datar. Hembusan angin mendinginkan suasana mereka.
Agatha mengetatkan rahang. Meremas kedua tangannya. “g-gue lagi banyak masalah. Soal persahabatan kita .. masih tetap lanjut bukan?” ia memperhatikan Jihan yang mulai duduk di kursi panjang. Atap rumah sakit memang dijadikan taman yang biasa digunakan para pasien untuk menenangkan diri ditambah ada beberapa tanaman yang sengaja ditanam menjadikan area itu lebih sejuk dan hijau.
Beberapa kursi memajang disediakan dengan rapi. Salah satunya Jihan duduk disana. Yang berdekatan dengan tepi rooftop, memperlihatkan pemandangan kota dimalam hari tampak begitu indah.
“Ke sini Agatha. Disana dingin, nanti kamu sakit.” Jihan menepuk tempat disampingnya. Lalu tersenyum hangat. Membuat Agatha terus merasa tidak nyaman.
Sahabatnya itu menurut. Mereka duduk bersebelahan dengan lirik mata perlahan pada Agatha, Jihan mencoba kuat. Seperti halnya Agatha.
Keduanya saling menguatkan satu sama lain. Masing-masing punya malah batin tersendiri dan tanpa mereka tahu ada sesuatu yang terhubung kelak akan menguji tali persahabatan mereka untuk yang kedua kalinya.
Jadi Jihan tidak mudah dan menjadi Agatha juga sulit dalam bayang-bayang tali tak kasat mata yang Raega ikat bersamanya. Jihan akan memutuskan satu pilihan yang sulit suatu hari nanti.
Hal terakhir yang ia ingat mengenai Agatha dari masa sebelumnya, Agatha menghilang begitu saja tanpa jejak. Meninggalkan dirinya sendiri. Hal itu sangat berpengaruh besar pada Jihan, menjadikannya sosok lebih pendiam setelah para siswa dan siswi membicarakannya dan menjauhi Jihan jika dia mantan teman Agatha. Saat itu Jihan abaikan dan memilih melanjutkan sekolahnya dengan tenang meskipun tanpa seorang teman. Hanya ada Arka yang selalu disampingnya walaupun cukup membuat Jihan canggung hanya sekedar menemani kemanapun Arka berkegiatan disekolah. Arka itu tertutup tapi jika diluar sekolah dia sangat baik dan agak sedikit kasar awalnya. Namun sekarang semua berbeda. Lebih parah dan .. lebih misteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
RandomSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...