[9]

5.8K 265 1
                                    

“Gue mau pulang duluan Ji, gak apa-apa gue tinggal sendiri?” Jihan tersenyum sambil mengangguk menanggapi pertanyaan Agatha.

Gadis berambut panjang itu cemberut, dia perlahan mendekat dengan fokus menatap Jihan.

Jihan masih tidak percaya bisa berteman dengan Agatha. Di masa depan mereka jarang sekali bertemu. Sedikit Jihan merasa bersalah.

“Lo kalo lagi ada masalah cerita sama gue. Ngeliat Lo tiba-tiba pake Angkot ke sekolah mana depan banget lagi berhentinya, gue kira keluarga lo lagi ada masalah makanya-”

“Shuut! Udah ya. Gue juga udah dijemput sama Papa. Lo gak usah khawatir sama gue, kalo ada apa-apa gue pasti kasih tau. Lo gak liat, Abang lo dari tadi liatin lo mulu?”

Agatha tersenyum tiba-tiba setelah melihat abangnya didepan gerbang sekolah.

“Lo gak liat arah matanya?” tanyanya. Membuat Jihan menggeleng kepala bingung.

“Abang gue dari tadi liatin Lo Jihan. Ya udah bye~ gue pergi. Salam sama Tante Maya sama Om Dito yah.”

“Iya.”

Jihan memutus arah tatapannya pada mobil putih yang kakak kelasnya bawa. Cowok itu menjemput Agatha dan tatapannya tak lepas dari Jihan hal ini memang terjadi di masa lalu. Raega selalu mengawasi Jihan entah karena apa.

Jihan membalas lambaian tangan Agatha serta melihat kembali Raega, cowok itu terlihat seperti ada sesuatu padanya entah apa itu.

Jihan tidak peduli, dan  memutuskan untuk ke mobil hitam Papanya. Setelah membuka pintu mobil, Jihan langsung menyapa ke dua orang tuanya tak lupa menyampaikan salam dari sahabatnya barusan.

“Gimana sayang sekolahnya?” tanya Maya.

“Baik,” jawab Jihan pelan.

Dito dari tadi melirik istri serta anaknya yang sedang dalam percakapan ringan. Namun lain hal yang Jihan pikirkan, gadis itu menatap jalan hingga langit yang mulai terlihat semburat
Orange. Bagaikan alur novel tapi ini memang alur kehidupannya. Dulu juga di menit-menit saat ini mereka akan membicarakan perjodohan itu, Jihan ingat. Lirik kan agak cemas Mamanya terlihat kentara namun, tetap menjalankan apa yang seharusnya dilakukan menurutnya.

“Mama sama Papa kok rapi banget? Tumben juga Mama pake gaun, cantik,” ungkap Jihan. Gaun panjang berwarna ungu yang Mamanya pakai terlihat cocok ditubuh rampingnya.

Maya tersenyum manis mendengar pujian Jihan, cemasnya seketika hilang.

“Tapi kenapa cuma Jihan yang kucel?” pura-pura tidak tahu Jihan melirik acuh Dito dan Maya.

“Sayang.. sebenarnya kita bukan hanya akan malam biasa tetapi juga sekaligus bertemu teman lama Papa sama Mama di sana. Kalo kita pulang dulu takutnya kita terlambat dan buat mereka lama menunggu.”

Jihan menatap diam Papanya.

“Iya, sekalian kita juga mau kenalin kamu sama anaknya mereka sayang,” ucap Mamanya lantas menoleh ke belakang tempat duduk Jihan dengan senyuman simpul, terlihat sekali kebahagiaan terpancar dari wajah kedua orangtuanya.

Ya, dulu Jihan juga merasakan hal ini. Jika orang tuanya bahagia Jihan pun begitu. Namun untuk kali ini biarlah Jihan egois dan bisa berkata tidak untuk sesuatu yang bersangkutan dengan masa depannya. Jihan akan membuat Arka jijik atau bahkan membencinya. Oh, tidak semudah itu juga Jihan akan tarik ulur perasaannya pada Arka. Dulu memang terjadi benci jadi cinta dan sekarang Jihan akan menciptakan alur yang luar biasa.

Benci, Cinta dan pengkhianatan.

Itu yang akan dia lakukan. Gadis cantik dengan rambut pendek itu tersenyum miring menatap jalanan lalu lintas nampak cantik tetapi niatnya tidak.

Jihan tak sabar merasakan kembali masa remajanya dengan usia jiwanya yang dimasa depan.

“Kita sudah sampai.”

Tidak terasa perjalanan yang Jihan nikmati dengan kepala merancang rencana sambil mendengarkan musik dari earphone nya sudah usai.

Dito memarkirkan mobil setelah itu Jihan turun dari kendaran yang membawanya pada sebuah restoran mewah bintang lima dengan suasana gemerlap lampu yang cantik.

“Ayo nak, kita masuk.”

Gadis itu mengangguk kemudian melepas earphone di telinganya sambil bersenandung.

***

Seorang pelayan membawa keluarga itu pada sebuah meja naratama yang sudah di pesan sebelumnya oleh seseorang. Sedari tadi Jihan terus menatap lurus berjalan dibelakang Papa dan Mamanya dulu, saat pertemuan ini Jihan menunjukkan ekspresi takjub pada lestoran mewah ini dan pada akhirnya tatapan itu terjadi dengan sosok mata sayu yang terlihat tajam dan rambut hitam legam membuatnya terlihat mencolok dimata Jihan, sekarang itu terjadi untuk kedua kalinya.

Deja Vu yang sempat mengunci dunia dari padangannya Jihan melihat bagaimana tatapan cowok itu padanya.

Dingin namun tampak penasaran.

Arka di masa SMA dan Arka dimasa depan yang Jihan lihat tidak ada perbedaan sama sekali. Hanya saja Arka versi dewasa sangatlah menawan sungguh, walaupun Arka yang sekarang ini juga sangatlah tampan.

“Assalamualaikum.”

“Wa'alakumsalam oh, ya ampun Maya.. Dito? Silahkan duduk dulu dan .. ini?” Seorang wanita yang tak lain mertua Jihan di masa depan itu menatap penuh padanya serta melirik Mama dan Papa Jihan penuh senyuman.

“Jihan. Jihan Cylin anak kami satu-satunya.”

Mereka mengangguk sambil mempersilahkan duduk para orang tua berbincang dengan asyik seakan ada dunia lain. Jihan hanya terdiam tak berselera sedangkan didepannya sosok cowok berseragam SMA sama dengan Jihan menatapnya dalam diam.

“Iya kita juga gak nyangka loh, May. Kalian pindah ke Jakarta baru bilang kemarin kenapa gak dari jauh-jauh hari aja jadi kita 'kan bisa ketemu lebih cepat.”

“Anggap saja surprise Marinda, kamu sama Adi orang sibuk, kita takut gak pas waktunya, ini juga rencana Maya. Katanya pengen cepet-cepet ketemu bestie.” Maya menepuk bahu suaminya sedangkan Dito tertawa kecil dan ditanggapi hal yang sama oleh Adi dan istrinya-Marinda mereka tertawa bersama menceritakan masa-masa muda mereka.

“Jihan?”

Mendengar namanya tiba-tiba disebut membuat Jihan segera menoleh dengan senyuman manis dadakannya.

“Iya Tante?” Jihan berkedip polos.

“Kamu pasti kenal kan sama Arka, anaknya tante. Arka Maven. Kalian satu SMA lho.”

Tentu saja! Sangkar malaikat mautku di masa depan.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang