“Gak peduli. Lakukan apa yang gue minta!”
“Gue gak nyuruh lo, Legar! Ini perintah.”
“Lo lupa apa yang gue lakuin buat yakinkan bokap lo, hah? Gue rasa buat seret satu orang aja gak sulit buat lo. Gak peduli siapa orangnya dan Lo gak punya pilihan apapun selain-”
Arka mengganti tangan kirinya kini memegangi ponselnya yang masih dalam sambungan telepon.
Tampak sudut bibirnya tertarik. Seringai kecil itu hadir dikala apa yang diinginkannya berhasil terwujud.
“Gue bukan ngeremehin lo, cuman memanfaatkan bantuan yang Lo janjikan, apa gue salah?”
“Bagus.”
Jihan tampak mengerutkan kedua alisnya. Sedangkan Arka sudah mematikan sambungan teleponnya barusan karena mendengar Jihan melenguh kala kedua mata cantiknya terbuka.
“Siapa?”
“Hm?” Arka meraih kursi lantas mendaratkan bokongnya—menatap hangat Jiahan diatas kasur mulai menatap dirinya kebingungan. “jangan banyak pikiran Jihan. Ingat kata-kata gue sebelumnya, untuk jaga diri lo baik-baik karena pemiliknya bukan hanya diri lo sendiri tapi gue juga.”
Jihan ingin sekali merotasikan bola mata jika saja tidak ingat dengan janjinya untuk menurut pada cowok yang saat ini sedang menatapnya tajam.
“Kak Arka teleponan sama siapa?”
Jihan mencabut selang infus di punggung tangannya sontak membuat Arka langsung berdiri dengan nafas tercekat memasang wajah marah.
Sedangkan Jihan yang sudah meringis. Menyesali perbuatan sembrono nya barusan.
“K-kak,” Jihan melihat Arka yang terlihat kecewa padanya.
“Maaf,” cicit gadis itu. Hanya kata itu yang akhirnya terucap lemah.
Merendahkan kembali tubuhnya di ranjang kamar VVIP di rumah sakit. Wajah cantiknya membuang arah pandang sambil memasang ekspresi meringis—tidak mau melihat muka Arka yang sudah menggelap karena sepertinya laki-laki itu sudah hilang kesabarannya.BRAKK!
Ia menendang kaki kursi kemudian berjalan menjauh dengan kedua tangan di saku celana Arka berkata datar.
“Legar, gue teleponan sama dia lain kali gak usah pikiran hal lain yang gak penting! Saat ini Lo cuma sama gue. Nyokap lo gak tahu lo masuk rumah sakit jadi tenang aja, gue panggil dokter dulu.” Padahal cowok itu hanya berharap Jihan tenang tanpa memikirkan apapun saat sudah menjadi miliknya. Namun, Arka salah!
Menyelam semakin dalam pada lubang yang Jihan ciptakan untuknya membuat ia seketika lupa berenang.
Gadis itu bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri hingga akhirnya tumbang sendiri karena stress berlebihan.
Arka menutup pintu dengan kasar. Laki-laki itu menghilang; meninggalkan rasa tak nyaman di hati jihan. Niatnya Jihan tadinya akan langsung ke sekolah saja karena melihat jam didinding masih bisa mengejar waktu ke sekolah karena merasa tubuhnya baik-baik saja, sudah tidak selemas sebelumnya. Namun, ia lupa seorang Arka Maven dengan perangainya yang terus menjaga dan memperhatikan dirinya bagaikan malaikat pencabut nyawa.
“Gue bodoh banget, sih?!”
Ia memukul kepalanya sendiri karena kesal atas tingkah cerobohnya.
Dirinya di masa remaja benar-benar lubang hitam untuk masa depannya, pikir Jihan kacau.
Gadis itu mendengar detak jarum jam dengan keadaan hening.
Tak
Tak
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
AlteleSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...