[34]

2.8K 104 0
                                    

“Bagaimana menurut lo mobil baru gue, cantik bukan?”

“Em? O-owh i-iya cantik.” Padahal Jihan hampir menutup matanya. Kurang ajar emang!

Jihan langsung memalingkan wajahnya. Dengusan kasar terdengar membuat Arka mengernyit dahi bingung lantas ia mengeluarkan kepalanya dari dalam dan berjalan mengitari bagian depan mobil.

Dari dalam Jihan menatap datar cowok kurang ajar itu hingga akhirnya dia berhasil masuk mobil dan saat ini sudah duduk di bagian kemudi seketika menoleh karena merasa ada yang memperhatikannya.

“Kenapa?” tanyanya.

“Enggak.” Dengan ketus Jihan menjawab seraya mendekatkan diri pada pintu mobil seakan menjaga jarak.

Diam-diam Arka bergerak hingga tangan berhasil meraba pada bagian samping kursi mobil Jihan. Lagi-lagi gadis itu terlihat kaku namun perlahan menyingkir dengan bulu mata lentiknya yang nampak indah berkedip beberapa kali.

“Gue bantu pake seatbeltnya-”

“G-gue bisa sendiri kok. Sana hus~” Ucapnya yang ketus membuat Arka memundurkan tubuhnya, melirik Jihan kembali tengah memandang arah depan dengan wajah datar.

Kedua tangan kekarnya mulai menjalankan mesin mobil hitamnya lantas perlahan tapi pasti senyuman manisnya terbit kala mobil itu melaju kencang meninggalkan tempat yang akan Arka ingat sisa hidupnya. Kenangan sederhana namun terasa manis. Apa karena bersama Jihan? Entahlah.

**

Sesampainya di rumah Jihan turun terlebih dahulu. Melengos begitu saja tanpa menoleh sama sekali pada sosok lain yang mengantarnya pulang.

Sedangkan lain sisi, Arka menatap tak percaya apa yang barusan terjadi. Memandangi punggung gadis dihadapannya kian menjauh tanpa beban sama sekali Arka pun menutup pintu mobil barunya itu kasar lantas memberikan kuncinya pada pak Hendra untuk memasukan mobilnya kedalam dan memarkirkannya.

Tangannya mengepal dengan sorot mata tajam Arka berpikir keras, sebenarnya faktor pendorong apa yang membuat gadis itu selalu bersikap demikian padanya? Hanya dihadapan gadis itu Arka terlihat tidak punya harga diri.

Saat pintu terbuka cowok itu melihat Jihan terdiam diambang pintu membuatnya mengernyit.

“Ada apa?”

Arka memegangi pundak Jihan dan tak bohong wajah gadis itu nampak terkejut walaupun samar dan lebih anehnya lagi Jihan seketika meliriknya bergantian dengan wajah sedih namun tak lama normal kembali. Lihatlah, lo gak bisa menyembunyikan apapun dari gue bahkan sekecil apapun ekspresi lo mampu gue baca, Jihan.

Cowok berahang tegas itu bukan hanya memiliki tatapan tajam tapi juga sangat peka pantas saja Jihan tidak bisa merasakan leluasa saat bersamanya selain rasa dari masa sebelum dirinya kembali.

“Jihan?”

“Kau tahu darimana rumahku.. dan juga bagaimana bisa—”

“Kemari Jihan, gak baik berdiri diambang pintu mama mau kita bicara soal kecelakaan itu dan selesaikan sekarang juga,” Ucap Mamanya. Jihan tergagap bahkan mulutnya tak mampu memproses saat melihat kembali hadirnya Tiara dengan wajahnya yang terlihat lebih baik dari sebelumnya. Wajahnya terlihat lebih hidup dan pakaiannya yang bermerek..? Sangat berbeda disaat-saat terakhir mereka bertemu, di rumah Legar. Ah, laki-laki itu! Semuanya sudah terjawab.

“Yaudah, Jihan ke atas dulu mau mandi sebentar karena gak enak habis lari.” Melihat mamanya mengangguk Jihan melirik Arka disampingnya yang sempat ia lupakan. Dan lihat, sejak kapan cowok itu memandanginya dengan tatapan serius. “Kak Arka ke mama aja, nanti Jihan bawain minum sama cemilan dan-” Jihan meraih tangan Arka, lantas melanjutkan.“terimakasih udah antar pulang, Jihan ke kamar dulu.”

Arka mengangguk. Menatap tangannya yang turun begitu saja usai di lepas jihan.

Deg
Deg
Deg

Ia pun langsung mengusap wajahnya pelan, merasa aneh. Sedikit terkejut saat melirik di ruang tamu dia melihat wanita beda usia itu tengah menertawakannya diam-diam.

Terakhir tatapannya menangkap Tiara tengah tersenyum malu. Wajah Arka mengeras dengan tangan mengepal seketika tiba-tiba teringat sesuatu.

“Duduk sini nak, ini Tiara udah kenal belom? Tiara ini yang.. gak sengaja Jihan tabrak waktu itu.” Mama Jihan meringis tak enak. Tangannya terulur mengusap tangan Tiara dengan wajah merasa bersalah.

Arka terus menilai gadis itu dari dalam dirinya kemudian  senyumnya terbit.

Sepertinya Jihan benar-benar menyembunyikan hal ini. Gadis itu? Tentu saja ia tahu.

“Iya Mah, Arka udah sempat ketemu sama dia.”

Tatapan bingung Tiara memberikan atensi Maya yang seketika sedikit menjelaskan status Jihan dan Arka.

Gadis itu mengangguk paham walaupun masih ragu menatap Arka yang seakan ingin membunuhnya dengan sorot tajamnya.

Sedikit berbincang beberapa menit tak lama dering telepon terdengar dari sudut ruangan yang cukup memakan jarak. Maya pamit pada dua remaja beda jenis itu untuk mengangkat panggilannya lantas meninggalkan mereka berdua diruang tamu.

Atmosfir mulai tak nyaman namun Tiara mulai terbiasa saat dirinya bersama Legar jadi gadis itu hanya terdiam santai sambil menikmati teh hangat yang sebelumnya mama Jihan sajikan untuknya.

Disampingnya Arka memundurkan kepala seraya merendahkan punggung nya. Menatap lantai dengan kedua tangan mengusap-usap sama seperti saat-saat menghadapi musuhnya namun kali ini berbeda. Mulutnya berdecak hingga akhirnya mata elang itu menunjukan arah pada siapa yang diwaspadai. “lo .. terlihat berbeda.”

Tiara menunduk kecil—melihat penampilannya.

Dalam semalam gadis itu bisa berubah seratus delapan puluh derajat bersamaan sikapnya yang cenderung tak acuh. Gadis itu melewati banyak hal yang tidak orang lain tahu.

“Menghadapi orang-orang seperti kalian, harus memutar cara agar bisa bertahan hidup.” Wajahnya terlihat pasrah menahan amarah hingga terbendungnya air mata. “Legar. Laki-laki itu orang yang mengerikan sesuai dengan rumor yang beredar disekolah, a-aku hanya-”

“Lo hanya kelinci cacat peliharaanya. Sebelumnya bahkan tidak seburuk ini.”

Tiara terkejut. Sejujurnya ia tak mengetahui apapun mengenai gosip atau pun berita terpanas sebelumnya yang ada disekolah. Dia saja hanya masuk dua belas hari dalam sebulan jadi wajar saja gadis itu tidak tahu siswa atau siswi mana yang harus ia hindari. Walaupun ia paham hirarki atau semacam tingkatan dalam bergaul disekolah ia pikir tidak akan terpengaruh bagi siswi beasiswa seperti dirinya karena ia tak terlihat dan .. dikucilkan.

Namun hidup tak ada yang tahu. Siapa sangka kini justru dirinya masuk dalam lingkaran setan yang tak pernah ada habisnya. Satu masalah selesai yang lain mengikut, masalah itu muncul tapi percayalah di setiap keterpurukan pasti setidaknya ada setitik cahaya yang akan membantumu.

“Aku menerima kesepakatan dengan memberikan hidupku padanya dan sebaliknya, aku mendapatkan apapun yang ku mau.”

Tiba-tiba suara kekehan terdengar mengerikan. Tiara menautkan alis dengan bingung begitu Arka berhenti cowok itu berbicara dengan nada rendah.

“Ternyata benar. Tapi lo berbeda dengan milik gue dan peringatan untuk lo jauh-jauh dari kehidupannya setelah ini.” Arka memundurkan tubuhnya menjadi semula. Namun saat ini menyender di sofa dengan wajah biasa saja tak lama tersenyum lebar saat melihat kedatangan Jihan dan calon mertuanya.

Tiara yang menangkap semua itu hanya bisa terdiam bingung atas ucapan ambigu Arka padanya. Miliknya? Itu berarti.. Jihan? Gadis berambut panjang itu menatap Jihan yang sudah berdiri di hadapannya. Gadis berambut pendek dengan bola mata bulat serta dress selutut berwarna pink yang nampak sempurna dengan tubuhnya.

Tidak! Bukan hanya fisiknya kehidupannya pun, sangat sempurna. Kedua orang tuanya menyayanginya dan satu orang mengerikan yang menjaganya lihatlah, ketidakadilan hidup ini. Tiara membalas senyuman Jihan yang nampak tak ada kerutan disudut matanya itu. Ada apa ini?

Lagi-lagi, Dirinya dikelilingi orang-orang yang tidak menyukainya.

“Tiara.” Tiba-tiba suara lembut Jihan mengalun merdu memanggilnya. Entah kenapa dirinya terasa kaku saat balas menatap gadis cantik dihadapannya dengan sorot mata kosong.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang