[55]

1.2K 60 0
                                    

Jendela kamarnya terbuka lebar, menampilkan langit malam bertaburan bintang. Sosok gadis dengan langkah perlahan nya mendudukkan diri di kursi meja belajar.

Menyangga dagunya dengan satu tangan. Diliriknya buku-buku serta beberapa lembar hasil ujian harian serta nilai-nilainya yang sudah ia lewati.

“Huft.”

Jihan menatap semua hasil kerja kerasnya dengan cukup baik. Nilai sekolahnya meningkat drastis. Semenjak Arka melepaskannya entah mengapa tapi Jihan menggunakan kesempatan ini dengan baik. Bangga dengan dirinya sendiri sekaligus miris. Kenapa tidak dari dulu ia sibukkan dirinya pada pelajaran sekolah daripada bermain.

“Benar-benar bodoh dan naif,” monolognya. Lantas memasukan buku pelajaran sesuai dengan jadwal hari selasa.

“Aku harus fokus dengan Raega untuk saat ini.”

Gadis itu menatap ponselnya. Panggilan telepon dari Raega muncul sesaat setelah selesai dengan buku-bukunya.

Jihan mengangkat panggilan tersebut.

“Halo kak,” sapanya dengan suara dibuat ceria.

“Hm, gimana besok ada waktu kan?”

Jihan mengangguk walaupun Raega tidak melihatnya.

“Iya,” balasnya, tapi tiba-tiba teringat sesuatu. “Tapi kak, aku mau bilang sesuatu.”

“Apa?”

“Soal Agatha.” Jeda, Jihan. Terdengar suara helaan nafas dari sambungannya. Diliriknya layar ponsel dengan dahi mengernyit. “Agatha marah sama aku. Soal kejadian waktu pagi disekolah, sungguh! Bukan aku yang memfoto Agatha dan aku juga gak tau siapa cowok itu, kakak percayakan sama aku?”

Terjadi hening cukup lama hingga akhirnya suara Raega terdengar.

Iya, nanti gue ngomong sama Agatha soal itu.”

Jihan mengelus dadanya, lega.

“Besok kita jadi nonton berarti ya, kak?”

“Jihan..”

“Ya?”

“Jangan kecewakan gue. Saat ini hanya lo yang gue butuhkan.”

Tangan Jihan berkeringat. Memindahkan ponselnya tergeletak di meja belajarnya.

Menatap benda pipih itu dengan tatapan datar. “Kenapa?”

“Nanti lo tau sendiri. Ya udah, gue tutup dulu telfonnya-”

... Kak Reaga tolong ambilin handuk gue!

Tanpa disangka suara seseorang terdengar dari sambungan teleponnya. Jihan tahu suara siapa itu.

Terdengar Raega mengumpat kemudian sambungan telfon mereka terputus begitu saja. Layar menunjuk beranda ponsel. Foto dirinya dan Arka terpampang sebagai wallpaper.

Rasanya rindu tapi tidak bisa membiarkan tujuannya runtuh. Jihan melempar ponselnya ke tempat tidur dengan kesal.

“Bisa-bisanya kalian manfaatin gue cuma karena keegoisan kalian masing-masing. Gue benci kalian semua!”

Jihan melangkah tegas menutup jendela kamarnya.

Gerakan tangannya terhenti saat tidak sengaja melihat kearah luar ada sebuah rumah mobil hitam metalik terpampang jelas tengah berhenti didepan.

Jantungnya berdebar kala pintu kaca mobil itu terbuka. Wajah rupawan terlihat begitu rahangnya bergerak ke samping— tersorot temaramnya lampu jalan.

Arka meliriknya.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang