[58]

1.4K 80 1
                                    

Jihan tidak menyangka apa yang Arka inginkan darinya saat ini, harusnya dia dirumah sakit menunggu Agatha pulih tapi cowok itu memaksa dan malah menyuruh Reaga untuk melihat keadaan Agatha yang sedang sekarat.

Dia bilang, katanya Rega harus tahu keadaan Agatha saat ini, itu terjadi sebagian dari ulahnya sendiri dan mungkin sahabatnya itu tengah mengamuk melihat keadaan Agatha yang tak kunjung membuka mata.

“Kak Arka tahu darimana kak Raega bakalan gitu?”

Cowok itu menikmati pasta buatannya. Jihan masih ingat apa makanan kesukaan cowok itu sampai saat ini.

“Gue sahabatnya. Lo gak perlu tanya lagi,” katanya. Melahap habis masakan yang dibuat Jihan untuknya. Gadis itu anteng memperhatikannya. “Cukup terkesan, lo tau makanan favorit gue.”

Di meja makan rumah Arka, Gadis itu menatap sekeliling rumah yang napak sepi. “Mama sama papa kakak gak ada?”

Arka mengangguk. “Kak Gama?”

“Sejak kapan deket sama Abang gue?” Jihan memutar bola matanya.

Cowok itu memandanginya selagi mengelap bibirnya dengan tisu. Arka selesai dengan acara makannya kini menunggu jawaban dari Jihan.

“Cuma nanyain doang bukan berarti dekat, kan?”

Arka terdiam sejenak.

“Lo udah tau semuanya tapi mah bergerak sendirian,” ujarnya tiba-tiba. Seenaknya melompat-lompat topik pembicaraan. Bukan Arka jika tidak sesukanya.

Atmosfer mulai terasa berbeda. Jihan mengubah rautnya menjadi serius. Ia mengangkat tubuhnya untuk meraih piring kotor bekas Arka makan tadi kemudian langsung mencucinya.

Kepala Arka bergerak memandangi tubuh Jihan yang tengah memunggunginya. Gadis itu sangat cantik.

Jihan sudah berganti baju menjadi pakaian santai yang diambil dari lemari Arka.

“Lo diam-diam dapat bantuan dari nenek buat cari tahu latar belang gue, Reaga, Agatha dan Tiara. Apa yang lo mau? Jika tujuan kita sama kenapa tidak datang ke gue aja Ji, gue selalu menunggu lo dengan sabar. Dan gue minta maaf karena gagal buat jagain bokap lo. Maaf, sekali lagi,” sesal Arka. Tidak menyangka akan secepat ini ia menyerah sebelum Gerald mati ditangannya. Habisnya, Arka tidak bisa berlama-lama membiarkan Jihan mendekati Reaga. Ingin marah tapi status mereka saja diujung tanduk meminta kepastian.

Jihan memutar tubuhnya setelah mengeringkan kedua tangannya. Ia melihat Arka nampak putus asa dengan kepala tertunduk.

“Kematian tetaplah kematian,” ujarnya.

“Ya, dan gue gagal cuma kabulkan satu permintaan dari lo, membuat lo kehilangan orang terpenting dalam hidup lo, Jihan, Maaf.”

“Masih ada mama, kak.”

Arka menggeleng.

“Pasti gak mudah. Apalagi sama mama lo, pasti kalian kehilangan cinta begitu besar. Apa lo tau Jihan? rasanya kehilangan peran orang tua itu membuat gue gak berarti apa-apa di dunia ini.”

Aku tau, teramat tau, Mas.

“Hidup dibayangi oleh kematian yang siap kapan pun mendatangi kita. Trauma yang gue rasakan membuat hidup rasanya gak adil. Rupanya papa dan mama bikin gue kecewa. Mama lahirin gue tanpa sosok suami yang sebenarnya. Tapi gue juga benci dia ... Ia membalas perbuatan suaminya dengan selingkuh dan papa tahu itu, jangan tanya bagaimana kondisi mental seorang anak yang hampir tiap hari dapati kedua orangtuanya bertengkar begitu juga gue memilih kabur untuk menghindar. Sama seperti gue hadapi lo selama ini.”

Ya, dari dulu Arka selalu seperti itu. Menghilang dari masalah. Bahkan dia tidak memberitahukan soal perselingkuhannya.

“Dan rahasia apa yang buat gue begitu mengejar lo—”

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang