[27]

3.4K 137 0
                                    

Jihan mempercepat langkah kakinya demi mengejar seseorang.  Mengikuti cowok berambut blonde diujung sana yang terus berjalan santai tetapi langkah lebarnya justru menyusahkan Jihan untuk mengimbanginya.

Jihan memanggil beberapa kali  dengan cukup keras, hingga akhirnya cowok itu menoleh sebelum berbalik badan. Menatap sang pelaku suara nyaris memekikkan telinganya.

“KAK LEGAR!” panggil Jihan. Seraya kaki jenjangnya buru-buru mendekat saat cowok bule itu menatapnya dengan alis mengerut.

“Lo—manggil gue?” seraya menunjuk dadanya sendiri lantas Legar menopang kedua tangan di dada. Bersedekap menatap siapa gadis manis didepannya itu.

Jarang-jarang ada yang berani memanggilnya seperti itu, apalagi seorang cewek.

“Gak! gue manggil setan budek yang dari tadi gue panggil malah celingak-celinguk!” Jihan ngos-ngosan seraya merendahkan tubuhnya. Satu tangannya memegangi tembok.

Alisnya terangkat, seolah tak terima. “Kalo bukan miliknya Arka, gue pastiin hidup lo gak bakalan tenang.”

Legar melanjutkan, namun sudah mengendurkan wajahnya kembali. Menjadi santai sembari menelisik visualisasi didepannya. “Ada apa?”

“Gimana keadaan cewek itu?”

“Lo sehat?” Legar tertawa. Belum mengerti maksud gadis dihadapannya.

Jihan hanya mendengus sambil memandang malas cowok itu, yang katanya teman dekat Arka dari kecil. Ini pertama kalinya Jihan berani menyapanya dulu saat kehidupan pertamanya Jihan tahu Legar itu cowok bengis dan sangat ditakuti disekolah karena sikapnya yang tak pandang bulu kalau sedang marah atau pun terusik sedikit saja.

“Kenalin nama gue Legar Marquel, anak pemilik sekolah ini sekaligus murid terpintar nomor 3 setelah si bajingan Raega.” ia mengulurkan satu tangannya pada Jihan. “Kita belum kenalan dengan benar, yup?”

Ingin sekali Jihan mendecih saat ini juga tetapi karena dia butuh info darinya, mau tak mau harus menyeimbangkan sikapnya itu.

Cewek berambut pendek itu menerima uluran tangannya sambil tersenyum kecil. “Jihan Kak.”

“Segitu aja?”

Jihan mengangguk polos. Sedangkan Legar tertawa kecil seraya tertunduk.

“Gue kira lo bangga jadi pacarnya Arka ternyata-” wajah cowok bule itu benar-benar ingin Jihan tonjok sekarang juga. Mudah menggoda tetapi juga pandai bersikap, sekarang wajahnya mendatar seolah merancang rencana.

Harus 'kah gue rebut? Pikir Legar.

“Kak Legar saya mau serius.”

“Lo mau Arka marah, ngajak gue serius. Gue sih, gak masalah tapi ya~” katanya tersenyum tertahan.

Hah?! Apaan sih!

Jihan lama-lama darah tinggi menanggapi orang didepannya itu. Pantas saja Arka menyebalkan orang temannya saja seperti ini. Cuma Kak Raega yang waras diantara mereka, pikir Jihan.

Tampang sih, aman tapi kalo kelakuan Jihan tidak yakin.

“Kak, saya pengen tau keadaan cewek semalem yang saya tabrak dan Kak Legar bawa dia kemana? Soalnya di rumah sakit dekat situ gak ada nama dia.” Jihan tentu mencari nama Tiara seingatnya dalam daftar pasien semalam saat sebelum ke sekolah. Namun ternyata tidak ada, gadis itu sudah menjabarkan ciri-cirinya yang jelas masih pakai seragam sekolah SMA tapi tetap mereka tidak tahu ada pasien anak SMA ketika malam itu.

“Jadi lo yang nabrak?” tanya Legar dengan suara meninggi. Dengan alis mengerut serta urat di keningnya menonjol. Cowok itu baru merespon dengan benar setelah Jihan berbicara sedikit formal emang rata-rata cowok ganteng itu aneh.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang