[29]

3.2K 118 0
                                    

Setelah mendapatkan pesan dari temannya, ia menatap sang adik tengah sama sibuknya menatap layar ponsel dengan serius.

Raega langsung memakai sepatu dan pergerakannya tidak diprotes oleh Agatha seperti biasa. Kali ini gadis itu memilih mempertahankan posisinya.

“Mau kemana?” tanyanya tanpa menoleh.

“Gue lupa, sekarang pertandingan basket sekolah kita lawan SMA Pancasila dan hasilnya-”

“Kalah,” sela Agatha, dan Kakaknya pun, mengangguk dengan wajah flat. Agatha tertawa kecil. “Seharusnya Lo gak egois milih keluar dari tim lo demi cewek itu Kak. Sekarang tau sendiri rasanya gimana kalah tanpa ikut pertandingan cuma demi fokus sama tujuan lo.”

“Demi kita,” tekannya, meralat ucapan adiknya itu walau pun terasa benar. “Lo bisa pulang sendiri kan, gue pergi.”

Agatha mengangguk sebagai jawaban dan cowok itu bergegas mengambil kunci mobil lalu pergi dari kamar hotel itu.

Dengan rasa kesal memenuhi dada serta amarah yang sempat tertahan, Raega menonjok dinding lift dengan perasaan bercampur cemas. Ia tahu pasti temannya itu tengah mengamuk di sana, jangan sampai ada orang lain yang akan jadi sasaran samsak sahabatnya itu.

Pintu lift terbuka dan segera Raega bergegas mencapai basemen, tempat mobilnya terparkir. Sesampai di sana ia kembali mendapatkan pesan dari Arka. Dia mengatakan untuk jangan memperkeruh keadaan dan tetap jangan menemui Legar terlebih dahulu kecuali memang ingin mengajaknya perang saraf. Tapi Raega tidak bisa, karena hanya dia yang bisa menenangkan temannya itu, Legar. Walaupun tetap akan disalahkan.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, Raega mencoba menghubungi Legar namun cowok itu tidak mengangkatnya. Lantas saat melirik tempat parkir, ia melihat orang yang sedang dia cari ternyata tengah menarik-narik lengan seorang gadis yang memakai sweater abu-abu, tidak salah lagi pakaian itu yang Legar ingin kan, seminggu yang lalu. Temannya mendapatkan pakaian edisi terbatas itu tidak mudah dan sekarang terpakai oleh gadis asing yang entah siapa.

“CEPETAN JALANG! LO JALAN LAMA BANGET PENGEN GUE CIPOK LU?!HAH?” gadis kurus itu meringis sambil pasrah mengikuti langkah lebar Legar yang tengah di selimuti marah karena kekalahan timnya dalam pertandingan basket satu jam yang lalu.

Raega menyentak lengan temannya itu. “Apa sih?!”

Ia menoleh pada Tiara dengan  tatapan sengit. Dengan nafas memburu manik hijau lautnya yang tengah diiringi deru ombak itu menatap sosok temannya dengan tatapan elang.

Legar perlahan melepaskan cekalan tanganya pada Tiara. Gadis itu menurut saat Legar memberi perintah melalui tatapan nya untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu.

Tiara tertunduk saat Raega meliriknya sebentar usai duduk dibelakang mobil mewah Legar. Gadis itu menangis di sana, selagi Legar sedang bersama temannya yang tak lain salah satu Most Wanted sekolah mereka.

“Puas lo.” Legar mendorong bahu Raega kasar membuat cowok itu mundur beberapa langkah ke belakang. “Mau bilang selamat atas kekalahan gue? Iya? Oh, gak perlu.  Mending lo pergi sebelum gue tonjok!” legar berusaha membalik badan.

“Dengerin gue.” Raega kembali dengan posisinya. Wajah datarnya membawa amarah Legar terombang-ambing.

Bugh!

Satu pukulan berhasil mendarat di dagu simetris Raega. Perih serta rasa sakit yang terasa membuat dagu cowok tampan itu memerah. Mengulum bibir dengan penuh kesabaran Raega kembali berkata. “Gue tahu lo jago tapi sorry gue gak liat pertandingan lo tadi.” Entah apa yang Raega pikiran, ia tahu ucapannya itu akan mengundang amarah berlipat pada temannya itu.

fuck off!” Legar tertawa sumbang hingga ujung matanya berair. Rasanya ingin sekali dirinya mencekik Raega saat ini juga jika bukan karena teman dekatnya.

“Gue bakalan ngomong sama bokap lo. Gue gak yakin lo gak bilang sesuatu soal kegiatan di sekolah,” seru Raega. Wajahnya tidak menunjukan apa pun, mereka saling tatap cukup lama berbeda dengan Legar malah mengingat sikap sang ayah padanya.

Cowok itu memalingkan muka lantas meludah. “Untuk kali ini gue kasih kesempatan tapi gue belum puas!”

Bugh!

Bugh!

Dua kali Legar melayangkan pukulan tambahan pada rahang Raega dan terakhir di perut cowok itu.

Bugh!

Setelahnya, Legar menyugar  rambut seraya terkekeh kecil. Melihat Raega tanpa membalas pukulannya sama sekali, temannya masih merendahkan tubuh sambil memegangi perutnya dengan ekspresi wajah tertahan.

Sial! Masih so cool aja tuh, anak! Ucap Legar dalam hati. Dirinya melirik ke arah mobilnya terparkir, di sana Tiara masih setia duduk di mobil. Tersenyum kecil seraya terkesan atas sikapnya yang masih setia menunggunya. Padahal gadis itu mempunyai kesempatan untuk lari darinya.

Pergi sejauh mungkin hingga tak kembali lagi namun, ternyata cukup menarik. Dia bisa bertahan ternyata.

“Lo pukul berapa kali pun, rasa sakitnya gak akan sebanding sama apa yang pernah gue rasain.”

“So misterius lo! Raega bangsat gue belum maafin lo. Kalo sampe besok muka ganteng gue bonyok, urusan lo sama gue makin rumit njing!” Legar tak sudi lagi menatap wajah inosen Raega. Padahal dirinya ingin sekali menghabisinya saat ini juga.

Raega menyunggingkan sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman, “Lo gak akan bisa nebak rencana gue. Hah, seharusnya gue tadi liat pertandingannya. Pasti banyak banget adegan curang nya.” lantas ia terkekeh dan tak lama meringis juga lalu kembali tertawa. Satu tangannya memegangi ujung bibirnya yang sepertinya sedikit sobek.

Cowok itu pergi dengan senyuman miring. Sedangkan Legar dari tadi terus menatap kepergian Raega dengan wajah muak. Kedua tangannya mengepal.

“Dasar gila!”

Ia pun menyusul Tiara. Melangkah menuju mobilnya yang masih terparkir. Tidak sabar memberi gadis itu pelajaran karena telah membuatnya kesal dari pagi.

Legar membuka pintu mobil kasar membuat gadis di dalam yang sedang terkejut menatapnya horor.

Lantas Legar masuk dan duduk disampingnya. Memandangi wajah Tiara penuh intimidasi, ia bisa melihat wajah cantik itu sedikit sembab seperti habis menangis.

Apa Legar melakukan kesalahan?

“Ganti baju gue!” perintahnya dan Tiara pun mengangguk kecil seraya perlahan kedua tangannya meraih ujung kaus yang Legar pakai. Sedangkan cowok bermanik biru laut itu terus memandanginya tanpa celah.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang