Langit kelabu bergemuruh begitu tidak lama akhirnya hujan pun, turun setelah membuatnya khawatir akan benar-benar turun hujan, dan ternyata benar terjadi.
Usulan Arka yang akan membawa Jihan untuk mampir sebentar di rumah cowok itu tidak terlalu buruk, pikir gadis itu karena penasaran dengan keadaan rumah Arka yang penuh kenangan—baginya. Menguatkan hatinya dan mengira sepertinya tidak akan jauh berbeda mengingat dimana masa depan suasana rumah tidak ada yang berubah karena barang-barangnya masih sama.
Ketika mobil Arka memasuki basemen Jihan terus mencuri-curi padang saat bagaimana lihainya kedua tangan kekar Arka bergerak. Memutar kemudi dengan santai dan sesekali memainkan bibirnya. Apa?
“Puas liatin nya?” suara rendahnya mengudara.
Jihan berdeham canggung sebagai balasan. Melihat Arka kembali terdiam dan hendak keluar dari mobilnya karena sudah terparkir sempurna lantas Jihan dengan cepat meraih tangan Arka untuk berhenti.
“Kak Arka?”
“Hm.”
“Disini sebentar, aku mau bicara sedikit.”
Arka menautkan kedua alis, ragu. “serius, dalam mobil?”
Jihan mengangguk. Melihat Arka kembali pada posisi semula dengan kepala bersandar pada kursi kemudi kemudian memejamkan matanya.
“lo tau situasi saat ini Jihan?”
“Uh?” Jihan celingak-celinguk. Memang gelap karena ini basemen namun tidak begitu gelap juga karena ada lampu dalam mobil masih menyala, dan sebenarnya juga ada hal penting yang ingin Jihan sampaikan pada Arka.
“Gelap dan sepi.”
Jihan mengangguk setuju. “iya, terus?”
Arka langsung membuka kedua matanya dengan tubuh menyamping lalu tangan kananya hinggap di stir mobil cowok itu berkata “lo gak takut sama gue, di situasi kayak gini?”
“Takut?”
Arka membuang nafas kasar. “lo emang unik,” sindir Arka. Tidak mengerti jalan pikir Jihan.
“Makasih.”
Arka mendecih. “kalo misalkan..” suara Arka terdengar berat kian mengalun.“gue apa-apain lo disini, apa yang akan lo lakuin?” sialnya Arka menyinggung kan smirk andalannya membuat Jihan menahan nafas seketika.
Kedua tangan gadis itu berkeringat baru sadar setelah mencerna semuanya.
“Kak Arka gak akan berani.”
“Serius, lo mandang gue sepolos itu. Ah, Jihan sebenarnya dimata lo seorang Arka Maven itu kayak gimana, hm?”
Oke. Jihan tersenyum miring dengan sangat senang hati menjawab sebagai Jihanara Cilyn di masa depan.
“Ekhem, Arka Maven tampan dan kaya raya jujur saja.”
Arka tersenyum bangga dengan wajah menyebalkan justru ketampanannya nampak berkali-kali lipat saat tatapan penuhnya menatap serius Jihan tidak se-jenaka barusan. Ah, tidak gampang membodohi Arka untuk saat ini.
“Arka dengan wajah sempurna yang gak singkron sama tingkahnya. Bandel, tukang nyosor suka tebar pesona dan suka seenaknya.”
“Whatt?! Kapan gue bandel? Gue juara kelas berturut-turut kalo lo gak tahu.”
Ya ya ya percuma pinter kalo tingkahnya suka seenaknya.
“Aku liat Kak Arka ngerokok di kantin sekolah, aku juga sering liat kak Arka merundung adek kelas, dan aku tahu Kak Arka suka bo—”
“Cukup.”
Arka tidak tahan lagi, jihan dihadapannya dengan perspektif mengenai dirinya yang ternyata diluar ekspektasinya.
Laki-laki itu memijat pangkal hidungnya, pusing.
Arka melirik arloji ditangan lantas tanpa menoleh berkata. “ada hal penting apa yang mau lo omongin, 20 menit cukup?”
“Dua puluh lima?”
“Oke.”
Jihan akan memulai membicarakan keresahannya pada Arka saat ini tapi sebelum itu cowok berstatus tunangannya itu benar-benar tidak bisa membuatnya nyaman, lihat saja saat ini, dia sudah memiringkan tubuh dengan satu tangan kanannya menyangga rahang tegasnya dari samping dengan sorot mata mempesona. Sadarlah Jihan! Dia cuma bocah SMA kurang ajar.
“Begini—”
“Ya? Katakan Jihan.”
Jihan menghembuskan nafasnya pelan hingga kedua alisnya menurun. Wajahnya berubah sendu begitu juga tiba-tiba melirik tajam Arka membuat cowok itu tergelak sesaat. Pasti Arka akan besar kepala jika sudah ku katakan permintaanku. Bocah menyebalkan, berbeda ketika dulu dia banyak diam dengan pribadi dinginnya, batin Jihan.
“Aku mohon sama Kak Arka mulai saat ini tolong lindungi papa aku kapan dan dimana papa berada tanpa celah sedikit pun.”
Kedua manik Arka menurun seraya berpikir, ia senang jika Jihan mulai tergantung padanya tapi juga dia tidak tahu apa-apa mengenai jihan, apa ini waktunya?
Arka menatap kembali Jihan dengan sorot tak lepas sedikit pun dari gadisnya itu. Jihan nampak berbeda. Lagi-lagi.
“Memangnya apa yang akan terjadi sama om Dito jika-”
“Kak-” Jihan meraih kedua tangan Arka. Menggenggamnya kuat membuat Arka tertegun ditambah kedua matanya berkaca-kaca. “jihan mohon. Mengenai perjanjian itu kita bisa saling meminta tanpa penjelasan kan?”
Ahh, perjanjian sialan itu. Gue lupa semua ini .. pura-pura.
“Hm, tapi sebelum itu gue ingin memastikan, lo percaya sama gue kan, Jihan?”
Jihan mengangguk.
“Hanya kak Arka yang aku punya selain mama dan papa.”
Arka tersenyum puas.
“Dan sebagai gantinya lo nurut sama gue, dan peranin diri lo sebagaimana layaknya pacar sejati, bisa?”
Jihan sadar, terlalu banyak mengingat kebencian saat menatap sorot kelamnya membuat ia sedikit melupakan janjinya untuk memperlakukan Arka dengan penuh kasih. Walau sulit ini sebanding dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
Apakah Arka benar-benar melindungi papa dan dirinya disekolah atau hanya bulan semata?
“Maaf, sejenak Jihan lupa tapi sebagai gantinya Jihan akan selalu bersikap baik dan menjadi jihanmu yang penurut.”
Jihan mendekatkan wajahnya hingga kedua nafas hangat mereka beradu. Waktu seakan berhenti tetapi detak jantung keduanya memiliki ruang tersendiri.
“Jihan sayang Kak Arka.” Senyumnya terbit begitu manis, tangan Jihan meraih pipi Arka kemudian mengelusnya perlahan sedangkan sang empunya masih terdiam dengan wajah datar.
“Walaupun gue benci kebohongan,” Arka meraih tangan Jihan di pipinya dengan lembut. Membalas tatapannya dengan
hangat ditambah senyuman tak biasa Jihan lihat saat ini.“untuk saat ini, gue rela merasuki kebohongan itu sendiri untuk sesuatu yang semu,Jihan. Gue juga sayang sama lo.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
RandomSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...