[52]

1.1K 68 2
                                    

Agatha mengatakan keresahannya selama ini pada kakak tirinya, dengan wajah gelisah kentara, tubuhnya mulai tidak mau diam.

Agatha terlihat tidak baik-baik saja. Gadis itu butuh pelampiasan. Raega paham situasi ini dengan santainya satu tangan cowok itu meraih pipi Agatha perlahan.

Ketika wajah mereka berdekatan, sebelum bibir keduanya menempel, Agatha sudah lebih dulu mendorong Raega dengan kasar.

“Maaf.”

Agatha takut jika Raega marah. Jadi memilih diam. Saat ini dia butuh barang itu bukan Reaga.

“Plis, jangan buat gue hajar kembali anak culun itu!”

“Ya, udah. Jangan!” Agatha memasrahkan diri. Mulai berjongkok di pojok rooftop dengan jantung berdebar hebat.

Pandangannya mulai tak fokus.

Ia tak tahan menggigit kukunya kembali kali ini nampak kasar. Agatha mulai gelisah tak tentu arah. Membuat Raega muak.

“Berdiri SIALAN!”

Agatha menggeleng kasar. “Eng-nggak m-mau kak,” balasnya dengan mulut bergetar.

Raega menyugar rambutnya kasar dengan rahang mengetat. Cukup menyusahkan punya adik seorang pecandu.

“Kita pulang.”

Raega memaksa.

Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menguping mereka dibalik pintu rooftop. Dia menjauh pergi sebelum Raega turun membawa Agatha.

Cowok itu membuka seragam sekolahnya. Menyisakan kaos hitam dalamannya, membuat lehernya yang terdapat tato terpampang jelas.

Reaga gunakan seragamnya untuk menutupi kepala Agatha. Membawa gadis itu turun lewat belakang gedung sekolah. Menyembunyikan tubuh Agatha agar tidak ada yang mengenalinya.

Apalagi saat ini para senior tengah berkumpul di gudang sekolah. Menatap Raega dengan seringai nakal.

Raega hanya membalas mereka dengan tatapan tajam. Mereka semua takut, langsung mengalihkan pandanganya.

Mobil putih itu melaju pergi meninggalkan area sekolahan dengan cepat.

Senyum miris terlihat mengingat saat-saat dirinya didepan pintu rooftop. Tak sengaja melihat tato Reaga mengingatkannya pada kejadian saat di UKS saat itu.

Saat cowok yang ia pikir pacar Agatha saat itu tengah bergulat mulut dengan Agatha, ia melihat kerah cowok itu tersingkap, dengan postur tubuh ditambah kebenaran bentuk tato yang sama ternyata dialah orangnya.

Sahabatnya dengan Raega memiliki hubungan yang tidak seharusnya terjadi, pikir orang itu.

Matanya memicing.

“Pembohong.”

**


Terdengar suara daun kering terinjak di sebuah jalan gang kecil yang terhubung dengan pemukiman kumuh.

Terik matahari terasa panas, terlihat gadis itu sedikit menyeka keringat di dahinya.

Setelah pulang sekolah, ia biasa menghabiskan waktunya di warnet dekat rumahnya yang hanya memakan waktu lima belas menit saja untuk sampai.

Namun kali ini Tiara tidak pulang terlebih dahulu. Gadis itu langsung masuk ke dalam warnet tersebut.

Terlihat juga pinggirannya terdapat ruko kecil yang sedang tutup serta warung kecil-kecilan.

“Bang, kayak biasa ya.”

“Siip,” balas pria itu. Pemilik warnet yang lumayan ramai dikalangan anak muda.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang