Arka turun dari motor, dengan langkah lebar cowok itu menyisir rambut dengan ruas jari-jarinya yang bak porselin itu.
Dia tersenyum miring lantas melangkah lebar sambil memasang kancing jasnya, berjalan santai masuk kedalam rumah yang sudah terlihat siap akan momentum yang akan terjadi beberapa menit kemudian.
Sosoknya yang muncul diiringi derap langkah tegasnya membuat semua anggota keluarga yang sudah hadir pun menoleh dengan berbagai ekspresi.
Arka tersenyum simpul seraya mendekati Mamanya. Dia mengangguk saat itu juga. Lantas menyapa semuanya dengan ramah terutama sang nenek.
“Kalian... Tampak luar biasa,” ujar Arka. Ia meraih tangan neneknya, sedangkan wanita paruh baya itu mentapnya bingung. Wanita tua yang masih memancarkan aura tegas serta berwibawa itu bertanya melalui tatapannya.
“Tenang aja, semua berjalan lancar Nek. Aku gak buat masalah lagi kok,” ucap Arka. Pasalnya sang nenek sedikit trauma soal acara apapun yang menyangkut cucu problematiknya itu. Terakhir kali saat ulang tahunnya Arka kemarin beberapa bulan yang lalu cowok itu minta dibuatkan surprise tapi malamnya pulang dengan babak belur lantas semua terkejut dengan keadaannya.
Arka yang tetap santai meniup lilin kue ulangtahunnya seolah tidak terjadi apa-apa, alhasil berakhir dengan duka di wajah semua orang apalagi Mamanya.
“Mama kamu cerita sama kita katanya lagi cek calon kamu itu, kamu yakin kan Arka, gadis itu mau sama kamu?” tanya nenek. Khawatir jika calon menantu keluarganya dipaksa anak itu untuk bertunangan, sebab Arka selama ini jarang sekali benar-benar menerima pendekatan yang serius dengan perempuan. Walaupun sudah tahu bahwa ini perjodohan yang dilakukan Marinda dan Adi wanita tua itu hanya memastikan saja. Ditambah desas-desus mengenai cucunya itu soal tukang ganti-ganti cewek diluar sana ia yakin bahwa Arka pasti punya alasan. Semoga saja pertunangan ini bisa merubah Arka, Mayang berharap seperti itu.
Arka memandang keluarganya lantas melihat sang Mama, dengan sedikit cemberut. “Maa?”
Tolong bedakan Arka saat di kandang dan saat diluar kandangnya. Se-kejam dan buasnya singa pun, dia akan tetap bisa bersikap manja pada keluarganya. Saat ini Arka memandang Mamanya untuk pembelaan.
“Kita tadi cerita sama nenek dan juga yang lainnya kalo kamu pengen ketemu Jihan karena gak sabar,” kata Marinda dengan senyuman malu.
Tatapan penuh arti dari sang istri saat menatap putra bungsunya itu membuat Adi memeluk pinggangnya serta menambah. “Arka cukup posesif, seperti saya.” Saat ini juga Adi ingin sekali mengumpat jika bukan karena membela isterinya.
Semuanya tertawa mendengar penuturan itu tak terkecuali Arka justru malah tertawa canggung saat tatapan tajam Papanya seakan mencekik dirinya perlahan.
“Kayaknya udah sampai,” seru Gama, Kakaknya Arka. Cowok itu sebetulnya iri dengan Arka karena sudah mendapatkan pasangan lebih dulu darinya.
Ia harus meminta sesuatu pada Arka nanti. Apalagi harus se-ramah ini demi mendukungnya.
Suara beberapa mobil berhenti setelah memasuki area parkir rumah besar Adi Utama. Walaupun tidak semua keluarga Jihan datang, karena memang caranya mendadak dipercepat jadi hanya dari keluarga pihak ayahnya yang ikut serta hadir di acara pertunangannya.
Dari sana Arka bisa melihat jelas bagaimana gadisnya berjalan susah payah dengan rok kainnya. Nampak mempesona saat gadis itu memakai kebaya modern dengan rambut tertata formal seperti itu.
Tatapannya tertubruk saat Jihan sudah didepan mata.
“Maaf kami telat,” ucap Dito, lantas di angguki Maya—isterinya usai mengucap salam.
Seakan hanya mereka berdua saja di sana. Arka berbisik saat menyambut Jihan yang terlihat gugup.
“Sayang sekali gak jadi ke KUA, lo terlalu cantik hanya untuk sekedar acara pertunangan.”
Arka melangkah meninggalkan Jihan bersama keluarganya.
Acara itu dimulai tepat pukul 9 malam. Dengan hangat serta penuh bahagia berjalan dengan lancarnya.
Sampai Jihan baru sadar, terjadinya hal ini benar-benar berbeda dengan yang pernah dijalaninya.
Semua benar-benar nyata dan penuh perasaan bahagia, Jihan melihat neneknya Arka dengan mata berkaca-kaca. Hatinya berdebar cepat apalagi saat Arka membawanya menuju balkon sambil menikmati minuman.
“Lo terlena Jihan..., jangan lupa semua gak ada artinya lagi setelah satu bulan jadi, lakukan tugas Lo dengan baik.”
Jihan meneguk wine tanpa alkohol dalam genggamannya hingga tandas lalu menatap gelas kosong itu. Tersenyum miring lantas berkata, “Lo juga harus jalankan tugas lo. Soal ini gue gak main-main.”
Cowok tampan itu menatap Jihan dengan intens. Keduanya larut dalam situasi yang sama namun isi pikiran berbeda.
***
Sepasang bulu mata lentiknya terbuka perlahan. Cahaya lampu menyilaukan matanya hingga saat indera penciumannya bekerja dengan baik Tiara langsung tersadar dengan spontan.
Aroma ruangan yang sedang dirinya tempati sungguh asing serta lebih bisa disebut dengan aroma mahal setahu Tiara. Sangat wangi sekedar ruangan untuk dirinya berbaring.
“Ini dimana?” tanyanya dengan nada lemas.
“Sudah sadar?”
Tiara menoleh kearah sudut kamar. Ternyata ruangan mewah ini sebuah kamar bukanya ruangan salah satu rumah sakit.
“Kenapa?” tanyanya lagi. Dia berdiri dari sofa yang didudukinya, terletak di pojok ruangan dekat balkon yang menampilkan langit malam. Ia mematikan putung rokoknya diasbak. “Kalo lo berpikir ini ruangan VIP ruang rumah sakit, lo salah.”
Dia menunduk, menatap Tiara yang sudah merubah posisinya menjadi menyender di kepala ranjang. “bahkan ruangan VVIP pun gak sebanding sama kamar tamu gue.” terdengar sombong membuat Tiara muak.
Gadis itu ingat siapa cowok didepannya itu.
“Lo berhutang banyak sama gue. Kali ini biarkan gue jelasin. Lo cukup denger dengan anteng dan nikmatin tampang rupawan gue mumpung gue lagi baik.” Tiara mendecih saat itu juga.
Legar tidak melihat itu. Cowok bermata cantik itu menarik sofa singlenya menjadi didepan ranjang dan dia duduk kembali sambil tumpang kaki di sana.
“Pertama, gue tolong lo karena permintaan sahabat bajingan gue. Kedua, lo pingsan bukan karena ada luka dalam ditubuh lo atau pun akibat kecelakaan waktu sore-”
“S-sore?” Jihan menyela. Legar terdiam mendengar suara Tiara dan cowok itu berdeham sebelum membalas.
“Iya. Jam delapan lebih? Kalo gak salah.”
“I-itu malam.” Legar membuang pandangannya, malas.
“Gue bilang apa tadi?! Cukup dengerin gue dan lo diem aja dengan anteng!” Tiara dengan kaku mengangguk saat suara bentakan Legar terdengar menyeramkan. Ternyata sesuai dengan gosip disekolah Most Wanted sekolah mereka emang galak dan menyeramkan, tapi mempesona.
“Lo malnutrisi.” Tiara menunduk dengan malu. Legar berusaha menepis perasaannya kemudian melanjutkan. “hanya ada luka lecet di mata kaki lo! Selebihnya aman. Tapi yang bikin gue gak tenang adalah..
“-Kenapa gue yang harus tolong lo? Why?” Legar mengacak rambutnya kesal. Gara-gara gadis itu dia jadi mundur balapan. Dirinya yakin kalo semalam tidak angkut tuh, korban tabrak Arka dia pasti sudah dapatkan ceweknya si Argus.
Lumayan bisa dapat lampiasan nafsu, pikir Legar namun saat melihat gadis didepannya itu Legar jadi malas. Dia pun berdiri lantas meraih dagunya, melihat seberapa rating rendah wajah itu.
“Not bad,” katanya.
Legar pun melanjutkan, “Lo cewek yang waktu pagi nabrak bahu gue kan, disekolah?” tatapan mata rubah nya terlihat penuh arti.
Entah mengapa Tiara merasakan bahwa tak akan lama lagi hidupnya akan tambah menderita mulai saat ini. Apalagi iblis kecil itu mulai menyeringai seraya berbisik tepat di sebelah telinga Tiara dengan sensual.
“Lo gue tandai.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
SonstigesSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...