Suara bel satu unit apartemen mewah berbunyi beberapa kali. Mengusik sang pemilik saat ini sudah menatap monitor layar kamera pintu tengah melipat kedua tangannya di dada.
Dengan tatapan lurus beralih pada pintu di depan. Kepalanya dimiringkan sedikit dengan seringai kecil tercetak.
Ia pikir siapa. Justru selama ini tidak ada satu pun, yang pernah mengunjunginya seorang diri apalagi seorang gadis, saat ini sudah berdiri dengan aura tak biasa.
Bahkan Arka dan Legar saja sudah jarang mengunjunginya.
Ceklek!
Pintu apartemen terbuka setelah Raega memencet pin sandinya. Memperlihatkan seorang gadis cantik berambut pendek, kian senyumannya melebar.
Raega membalas tak kalah hangat. Penampilan Jihan saat ini, dibalut dress selutut warna pastel yang memperlihatkan bahu mulusnya yang entah mengapa sedikit mengubah persepsinya pada Jihan.
Jika dilihat lebih lama, Jihan terlihat seperti lebih dewasa. Anggun dan pintar bersikap. Andai Agatha sepertinya, mungkin Raega tidak akan repot.
“Masuklah.”
“Makasih kak,” katanya.
Melewati Raega dengan santai membuat salah satu alis Reaga terangkat.
Sesuai dengan perkataan pamannya. Gadis itu justru datang sendiri padanya alih-alih bersusah payah meraihnya.
Jihan melirik sekitar suasana ruang tamu apartemen Raega dengan kagum. Hitam dan putih, rapih dan teramat bersih. Apartemen yang sangat luas hanya untuk sekedar satu orang.
“Kakak tinggal sendiri?” tanyanya, membuat Raega heran.
Gadis itu sudah dipersilahkan duduk di sofa dan saat ini tengah memandanginya karena masih berdiri, menunggu jawaban. Jihan nyengir. “Kenapa kak?”
“Enggak.” Raega menggeleng.
“Oh, ya, lo mau minum apa?”
“Air putih aja.”
“Oke.”
Selagi menunggu Reaga kembali dari dapur membawa segelas air untuknya, Jihan bangkit dari duduk. Melepaskan tas selempang nya di sofa.
Gadis itu berjalan mengelilingi apartemen mewah itu. Barang-barang didepannya sangat mahal. Mengkilat dan serba modern hanya saja ruangannya terasa dingin.
Jihan menyentuh lembut beberapa barang seperti lukisan abstrak serta patung kuda yang berada dibagian pojok dekat pintu. Dia perlahan menelusuri dengan penasaran seperti saat ini, tengah berpikir.
Kira-kira Reaga orangnya seperti apa?
Setelah perceraiannya dengan Arka Jihan menyayangkan orang sebaik Raega atau Jihan nya saja terlalu naif, menilai orang dari sikapnya saja tidaklah cukup.
Jihan tersenyum kecut.
Apa masih sesuai dengan karakternya di masa lalu kehidupannya?
Jihan melihat Raega kembali dengan segelas air serta cemilan. Dia datang dengan senyuman paling menawan.
“Kenapa hari ini tiba-tiba ke apartemen gue?” tanyanya.
Melangkah lebih dekat lagi usai meletakan nampan berisi segelas air mineral beserta makanan ringan.
Kedua tangan Jihan di belakang seraya tersenyum manis. Dia menggeleng lugu. “Kayaknya kak Raega udah lupain terakhir kita ketemu.”
“Gue kira usaha gue buat dapat perhatian lo udah berakhir saat kita di restoran waktu itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
De TodoSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...