[49]

1.3K 68 0
                                    

Langit bergemuruh diikuti awan hitam semakin tebal. Rintik hujan turun dengan cepat. Bersamaan ketika baru beberapa langkah para pelayat dari pemakaman hendak pulang mereka mulai berlarian kecil.

Mereka pikir, bukan hal yang bagus jika harus terjebak hujan ditengah-tengah pemakaman kota yang nampak padat ini.

Mereka sehabis dari pemakaman seseorang yang cukup dikenal baik dari beberapa rekan kerja yang dulu hampir setiap hari bertegur sapa dengan hangat. Tidak disangka bos mereka pergi dengan cepat, apalagi dengan cara cukup tragis.

Sama halnya dari pihak keluarga Arka, sesudah berpamitan seraya merangkul keluarga calon menantu mereka mau tak mau harus undur diri juga. Mempercayakan Arka sebagai pelindung gadisnya yang tengah berduka.

Marinda melirik suaminya, pria itu terlihat kacau. Tentu saja, sahabat satu-satunya yang ia percayai meninggalkannya dengan beban begitu menyakitkan. Sungguh, Adi siap mati jika saat itu memang hanya ada dirinya. Ia menyuruh Dito pergi terlebih dahulu karena berharap orang-orang itu terpancing untuk mengikutinya ke atas, Adi yang telah di ruangannya dengan pistol yang ia ambil dibawah meja kantor siap melumpuhkan mereka satu persatu tapi sayang, itu tidak terjadi.

Tapi apa mungkin, orang itu sengaja membunuh Adi?

Belum selesai dengan semerawut pikirannya, tangan sang istri sudah menariknya menjauh dari area pemakaman. Meninggalkan kedua anaknya dan Jihan yang sedang melamun dalam rengkuhan Maya.

Mamanya tak jauh beda hanya saja, wanita itu sudah benar-benar terlihat berdamai namun ekspresinya terlihat belum melunturkan perasaannya yang hancur. Rasa sakit ditinggalkan masih tersisa hanya saja, ada pelajaran yang bisa diambil dari keadaan saat ini.

Yaitu, kita hidup tidak akan selamanya bersama orang tersayang.

Tidak akan selamanya selalu bisa berbagi cerita dengan orang terkasih, apalagi keluarga karena setiap pertemuan pasti ada keperpisahan. Hal yang biasa namun, yang tak biasa adalah bagaimana caranya kita berdamai dengan kepergian itu sendiri—hanya dengan rasa Ikhlas semuanya akan terasa lebih baik.

“Nak, Arka tolong gantikan mama buat jagain Jihan ya?”

Diliriknya Maya dengan anggukan lemah. Berganti posisi menjadikan Arka yang saat ini merengkuh Jihan yang masih terus menatap batu nisan almarhumah papanya. Tanpa suara sedikitpun dari pagi.

Tidak mau bertanya apapun, Arka membiarkan Maya pergi begitu saja. Punggung wanita paruh baya itu bergetar seraya menjauh. Mengangkat pasmina hitamnya ke seluruh kepala. Mengeratkan Nya sambil. Memeluk diri sambil menjauh pergi.

Dengan gerak mata kelamnya, Arka memerintahkan  Rey—orang kepercayaannya untuk mengikuti Maya sekedar melindunginya dari jauh.

Gama—kakak satu-satunya yang juga merasakan kepedihan mendalam. Dia jarang bertengkar dengan Arka karena memang jarang bertegur sapa dirumah namun luar biasanya mereka bisa saling memahami dari jauh. Walaupun kadang berbicara seperlunya, mereka selalu nyambung dan saling peduli.

“Ar, gue pulang ya, kalau ada apa-apa dan perlu bantuan hubungi gue atau lo bisa dateng aja ke apartemen gue. Seperti biasa.”

“Iya, bang. Jagain semuanya. Kita belum tau siapa orang itu. Tapi gue mohon.” Sorot mata gelap itu begitu memercikan api. Berkobar sedikit demi sedikit. Arka melanjutkan dengan suara tegasnya.“jangan biarkan polisi lebih dulu menangkap pelaku. Kita harus menangkapnya lebih dulu. Jangan sampai salah start, dan gue gak bisa nunggu terlalu lama untuk saat ini, gue butuh bantuan lo sama anak-anak lo yang lainnya sebagai anggota tambahan sekaligus buat tim.”

Gama terkekeh bengis. “Sialan, gue kira karakter lo bakalan ikut melunak setelah punya pujaan hati tapi ternyata,” Gama melirik Jihan. “Sama aja.” Cowok yang hampir mirip dengannya itu menyeringai.

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang