[35]

3K 122 0
                                    

Setelah kepulangan tamu tak diundang atau lebih tepatnya—Tiara yang bahkan Jihan tidak merasakan kedekatan apapun dengannya, selain sedikit tahu derita gadis itu disekolah. Ia menatap langit siang hari nampak cerah mengiringi taxi yang membawa Tiara pergi kian menjauh.

Menoleh pada sosok rupawan disampingnya dengan mata menyipit. Sebenarnya apa yang mereka bicarakan sebelumnya? Jihan membatin. Kedua tangannya saling meremas. Tercetak kerutan di dahi—kentara akan sesuatu yang ada di kepalanya.

“Ada apa?” tanya cowok itu, sepertinya sadar Jihan terus memandanginya dari arah samping.

Jihan tersenyum manis.

“Nggak ada. Kak Arka jadi temani Jihan ke perpustakaan kota, kan?”

Arka membalas dengan senyuman tipis seraya mengangguk. Kedua remaja itu pun akhirnya berpamitan pada Maya. Menatap keduanya dengan kebahagiaan yang nampak di kerutan kedua mata. Wanita itu melambaikan tangannya melihat kepergian sang putri bersama calon mantunya.

Mobil hitam Arka berhasil keluar dari pekarangan rumah Jihan dengan mulus.

**

Usai memarkirkan mobil hitam tersebut Arka mengatakan jika dirinya ingin ke toilet terlebih dahulu dan Jihan hanya menatap kepergian tubuh tegap serta bahu kokoh itu pergi usai memakai jaket denimnya.

Memasuki perpustakaan kota adalah surganya dunia bagi Jihan. Melihat berbagai tatanan buku berbagai genre seperti melihat dunia dalam pandangan yang berbeda-beda, ia menyukai novel dari berbagi genre namun, untuk saat ini Jihan hanya memerlukan beberapa buku untuk pelajaran sekolah. Tiba-tiba menyesal merayapi relung hatinya mengingat dulu jarang sekali belajar dan nilainya selalu tidak memuaskan dan untuk saat ini setidaknya harus ada sedikit perubahan.

Selain soal Arka yang menghantui hidupnya setidaknya ada sedikit hal berguna untuk dirinya sendiri, Jihan harus menaikkan nilainya disekolah walaupun tidak seberapa.

Lima buku pelajaran sudah ditangannya lantas momen yang ditunggu-tunggu Jihan yaitu, mencari novel yang sekiranya membuat ia tertarik.

Jihan tidak sengaja mengambil buku yang berjudul 'RUANG DAN WAKTU' hingga tak sadar melupakan tujuannya mencari novel romansa. Lantas gadis itu membawanya pada sudut ruangan yang sudah tersedia kursi dan meja panjang di sana.

Meletakan buku-buku pelajarannya Jihan memulai dengan merapikan anak rambutnya ke daun telinga dengan santai lantas membuka lebar demi lembaran.

Membaca isinya dengan serius. Entah mengapa melihat judulnya saja membuat Jihan penasaran pada buku bersampul cokelat tersebut.

...kehidupan memang bisa berubah namun keadaan akan tetap sama, tetapi, terkadang hal terkecil apapun dalam hidup bisa merubah sesuatu namun tetap ketahuilah takdir punya jawaban mutlak yang tidak bisa diganggu gugat atau terhapuskan contohnya, ...

Kematian.

Bruk!

Buku bersampul cokelat yang sudah menepi pada bab 13 itu tiba-tiba ditutup begitu saja. Tak terasa sudah memakan waktu setengah jam membaca buku tersebut. Jihan melirik sekitarnya dengan wajah tak enak.

Gadis itu meminta maaf seraya meringis malu. Kemudian air muka cantiknya berubah keruh disertai bermacam-macam kemungkinan yang akan terjadi. Melihat pacar pura-puranya ah, tidak; calon suaminya tengah dikerumuni gadis-gadis untuk dimintai foto membuat Jihan langsung mengambil buku-bukunya kemudian melangkah lebar menuju arah lelaki itu.

Dihadapannya Arka terlihat tak nyaman dengan wajah datarnya melihat Jihan sudah ada tidak jauh darinya lantas cowok berahang tegas itu tersenyum. Senyumannya membuat orang-orang yang ada di sana terperangah melihat wajah kaku bak porselin itu menghangat kala seorang gadis berambut pendek menghampirinya.

“Gadis saya sudah datang kalian ... Bisa menyingkir?” bukan hanya menyingkir darinya tetapi juga semuanya bubar dengan wajah tak terima melihat Arka sudah punya pacar ternyata.

Jihan melihat itu hanya melongo kemudian mendongak saat Arka masih menarik kedua sudut bibirnya dengan tatapan hangat menyerahkan salah satu minuman ditangannya.

“Sesuai permintaan lemon tea?”

Tanpa disangka justru Jihan malah mengambil gelas cup yang satunya lagi, tentu saja kopi dingin kesukaan Arka di cuaca seperti ini.

“Thanks my boyfriend,” tukas Jihan sarkas. Entah mengapa tiba-tiba terlihat ketus membuat Arka menaikan satu alis tebalnya.

Sempat tak terima saat minumannya digantikan dengan lemon tea oleh Jihan namun begitu ucapannya mengudara wajahnya terlihat memerah.

Melihat Jihan melangkah mendahuluinya Arka hanya bisa menunduk dengan senyuman tak biasa.

Bikin gila tuh cewek!

Tentu saja Jihan tampak sangat cantik saat ini. Dengan balutan dress dan rambut pendeknya serta wajah mungil yang nampak menggoda dengan bibir bawahnya yang berisi-merona. Makhluk berjenis kelamin laki-laki mana yang tidak akan tertarik dengan gadis itu.

Arka memiringkan sedikit kepalanya seraya berjalan perlahan.

Apa gue gila?

“Baru beberapa hari aja udah bikin gue jadi aneh, rasanya gak adil.” Cowok itu berpikir seraya mengikuti Jihan dari belakang seperti anak itik bersama induknya. Terlihat menurut.

“Mobilnya parkir dimana?”

“Arah jam sembilan, sayang.” Arka menyeringai saat Jihan memberikan tatapan tajam diikuti dengan jari tengah setelah membuang muka pada Arka.

Arka terkekeh, meneguk minuman ditangannya seketika melotot. “ahh, lemon tea..” pertama kali merasakan rasa kesukaan Jihan yang baru cowok itu ketahui. Tapi tidak terlalu buruk karena sepertinya Arka akan terbiasa.

“Emang gak adil kalo cuma gue doang yang ngerasa aneh. Hm, kira-kira kejutan seperti apa yang lo mau jihan.”

Mobil mahal itu nampak mengkilat dan menggoda seperti pemiliknya yang saat ini terus menatap gadis cantik berambut pendek di hadapannya tengah menunggu sesuatu.

“Ngapain?”

“liatin .. Lo?”

“Sinting!”

Arka melotot. Lidahnya bermain didalam mulut selagi mengolah emosinya dalam diam. Kedua tangannya mengepal walaupun kedua mata itu sudah terbuka kembali tatapan elangnya masih menusuk gadis kurang ajar dihadapannya.

“Oke. Jihan, lakukan semua yang lo mau dan gue gak masalah dengan tingah lo yang terkadang diluar nalar begitupun kata-kata yang keluar dari mulut cantik lo itu gue—cuma pengen kasih saran aja.” Arka mendekat. Tatapannya masih tak lepas dari manik bersih gadisnya. Menjeratnya bagaikan menuju kubangan kegelapan berbanding terbalik dengan visual manisnya yang nampak polos.

Kedua tangannya merebut bawaan Jihan yang berisikan buku-buku yang dicarinya. Berpindah ditangan Arka dengan paksa membuat Jihan bingung.

“Alangkah lebih baiknya bibir ini hanya untuk kata-kata yang baik kalo sama gue karena—”

“Karena?” Jihan melipat kedua tangan didada lantas mendongak.

“Karena jika gue balas dengan hal yang sama ceritanya akan berbeda sayang, dari apa yang direncanakan. Gue gak jamin kedepannya akan baik-baik saja termasuk tentang kehidupan lo, jihan.”

 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang