[21]

3.4K 144 2
                                    

Jihan mematung.

Bola matanya berkedip beberapa kali saat mata elang cowok itu terus menghujani dirinya dan kini mulai menelisik jauh pada luka di wajah Jihan.

"Lo mau gue acak-acak sekolah ini?" Ancamnya, penuh peringatan.

Jihan menggeleng polos.

Suaranya Arka itu loh, bagaiman menjelaskannya?

"Lo gak jawab biar gue cari tahu sendiri." Arka dengan rahang mengetat berusaha pergi dari situ, namun Jihan malah menarik lengan kokohnya membuat cowok itu terhenti dan langsung menoleh lagi padanya.

"Kak Arka," ucap Jihan.

Arka terdiam, menunggu mulut cantiknya bersuara.

Terjadi beberapa detik hening saat keduanya malah saling tatap tanpa ekspresi. Sedangkan Arka tetap menunggu kelanjutan Jihan dengan sabar.

Penasaran juga tidak, hanya saja.. manik Jihan terlalu cantik untuk dilewatkan. Tidak! Semua yang gadis itu miliki membuatnya tertarik. Pertama kalinya Arka merasakan hal seperti ini dalam hidupnya.

"Jangan suka sama gue," Jihan tiba-tiba.

Arka langsung tertunduk lantas mendengus. Jihan yang melihat itu menatap bingung apalagi Arka kini malah tertawa kecil mendengar ucapannya barusan.

"Gue serius," kata Jihan lagi.

"Hahh." Arka mengembuskan nafas lewat mulutnya lantas bertolak pinggang. "Lo serius?" tanyanya dengan senyuman miring.

"Iya."

"Bukanya itu yang harus gue ucapin sama lo?" Arka meraih luka di pelipis Jihan lantas mengelusnya perlahan membuat Jihan meringis. "Gue gak mungkin suka sama lo Jihan, dan lo jaga baik-baik hati lo supaya cari orang yang tepat."

Jihan mencoba mencerna apa maksudnya. "Tumben ngomongnya dalem."

"Gue aslinya gak kasar, tapi Lo terus uji kesabaran gue yang ada batasnya." Tatapan Jihan menajam dengan cemberut seraya bergeser menjauh beberapa centimeter dari cowok berbahaya seperti Arka.

Bahaya dalam banyak hal. Tak terkecuali hatinya.

"Gue bisa baik kalo Lo nurut sama gue. Dan satu lagi, selama satu bulan mulai besok milik gue gak boleh lecet sedikitpun atau gak dia harus tanggung akibatnya."

***

Suasana kantin begitu ramai. Jihan terus terfokus pada layar ponselnya masih menatap pesan chat terakhirnya dengan Agatha, temannya itu tidak menghubunginya lagi. Dulu di ingatanya, setelah lulus SMA Agatha dan Jihan sudah hilang kontak.

Semua berjalan baik tanpa ada kecurigaan apapun, namun entah kenapa sekarang Jihan merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Tapi apa?

"Kayaknya aku harus ke sana deh, takut terjadi apa-apa sama Agatha. Mau bagaimana pun juga Agatha temen aku satu-satunya." Karena memang Jihan cenderung susah untuk percaya dengan orang lain dan ia pun juga tak butuh teman banyak. Cukup satu yang setia, semuanya agar lebih mudah demi menghindari banyak drama.

Sebuah bahu tiba-tiba menabrak Jihan kasar. Jihan mengelus bahunya yang terasa lumayan sakit kemudian menoleh. Tak sempat melihat siapa yang baru saja pergi tanpa meminta maaf padanya seisi kantin diributkan dengan teriakan murid-murid lainya.

Mereka menjauh, dengan menutup mulut para siswi menyingkir dari siapa yang baru saja membuat onar di pojok sana.

Bruuk!

"Lepasin gue!"

"Lo tahu apa yang gue mau."

Cowok yang sedang menarik kerahnya itu membuatnya terpojok. Dia membenarkan kacamatanya dengan gugup ditambah wajah mengerikan itu terus mengintimidasi dirinya mau tak mau ia pun mengangguk ragu.

Jihan mendekat, dengan ucapan permisi membuat para siswi menyingkir terpaksa sebab wajahnya sudah penasaran. Jihan ingin mendekat lebih dekat lagi siapa yang membuat masalah di jam istirahat ini.

Semuanya sibuk memainkan kamera ponsel serta bisikan-bisikan yang membuat kening Jihan mengerut.

Satu kata dari kalimat mereka membuat Jihan mengulangi dalam hati.

Permainan?

Apa itu?

Dua cowok itu sudah berdiri namun satunya yang sedang membenarkan kaca mata menatap takut lawannya dengan gugup.

Serta seseorang yang tengah menoleh tepat saat Jihan mendekat padanya.

"Jihan?"

Yang tadinya memasang wajah menyeramkan kini sudah tersenyum manis. Ia mendekat perlahan setelah melirik sinis pada cowok kacamata tadi yang kini sudah berlari dengan keadaan kacau.

"Kak Raega?" Jihan terdiam, apa yang terjadi tadi sebenarnya?

Pertama kalinya Jihan melihat Raega terlihat seperti itu. Yang biasa Jihan lihat dalam diri seorang Raega adalah sosoknya yang tampan dengan kepribadian yang baik. Mudah bergaul dan ramah, itu yang Jihan tahu sedikit dari Raega, kakaknya Agatha dari masa lalu.

Apakah dia masih sama dengan yang dulu, atau Jihan nya saja yang tak tahu apa-apa tentang circle Arka and the gang dimasa lalu?

Saat hendak membuka mulut untuk menanyakan kabar adiknya itu Raega sudah lebih dulu bergerak menggapai bahu Jihan.

"Lo gak apa-apa?"

"Maksud Kak Raega?" tanya Jihan, dengan kening mengerut. Jihan menatap wajah nyaris sempurna itu dengan rambut yang terlihat berantakan namun ketampanannya tetap tidak terusik.

Jihan berdebar sekaligus ingin pergi dari hadapannya sekarang juga tanpa alasan.

Senyum kecil terbit, Raega menjawab dengan tenang. "Muka lo ada luka."

"Oh?" Jihan meraih pelipisnya sepontan hingga turun perlahan kebawah dagu dengan wajah tertunduk dengan senyuman kecil Jihan berucap dalam hati, Kak Raega perhatian juga ternyata. Beruntung Agatha punya Abang seperti Kak Raega.

"Kenapa?"

Jihan menggeleng, "Jatuh waktu pagi di toilet sekolah."

Raega merespon dengan diam untuk beberapa detik lantas mengangguk kecil.

"Kalo ada yang ganggu lo bilang sama gue, jangan dipendam sendiri. Gue cabut dulu."

Selepas mengucapkan itu dia mengusap rambut Jihan lantas pergi dengan wajah seperti biasanya.

Tanpa senyuman tapi mampu melelehkan hati siapapun yang melihatnya.

Semua siswi di kantin menatap Jihan dengan bisikan setelah kepergian kakak kelas mereka.

Semuanya menatap benci dan rasa tak terima saat Jihan diperlakukan dengan manis tadi oleh idola mereka. Jihan dengan tampang bodo amat menaikan bahu lantas berbalik arah untuk meninggalkan kantin yang sedikit berantakan itu.

Semua memandang kepergian Jihan lalu mengetikan sesuatu dalam sebuah komunitas grup sekolah dan beberapa grup gosip terhangat yang ingin mereka bahas sesuka hati.

"Kalo gak salah namanya Jihan kelas 10 B."

"Kita lihat nanti siapa yang menang dalam kesakitan, wkwk."

"Jelas-jelas Kak Raega kayaknya suka sama tuh cewek!"

"Asal kalian tahu, itu cewek sohibnya si Agatha. Hati-hati lho."

"Pantes!"

"Ku kira lugu ternyata temenan sama suhu, xixixi."

"Maksudnya?"

"Lu tahu masa lalu si Agatha kayak gimana? dan kenapa gak ada yang mau temenan sama dia? Kalian lupa kejadian dulu kah?"

Para siswi menatap teman-temannya satu persatu. Teringat akan satu hal membuat mereka melotot.

Mereka kembali pada ruang chat untuk kembali melihat kata per kata dari seorang anonim tadi.

"GUE JUGA PUNYA SESUATU YANG MENGEJUTKAN UNTUK KALIAN SEMUA MENGENAI ADIK KAKAK ITU! NANTIKAN KEDEPANNYA. SEKIAN."

Semua yang sedang membaca pun mendesah kecewa karena anonim tadi sudah menghilang dalam grup. Siapapun mulai menebak-nebak dalam pikiran mereka mengenai apa yang dimaksud sang anonim tadi.


 [END] AKHIR YANG TAK SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang