Jihan mengetuk-ngetuk jarinya dimeja kantin, tempat mereka duduk sendiri selagi menunggu Agatha kembali membawa Mie Ayam langganannya dihadapan—Untuk yang kali keduanya.
“Kenapa cemberut gitu?” Agatha meletakan dua mangkuk Mie Ayam dimeja dan menatap Jihan yang nampak bagai putus cinta.
Agatha tergelak tertawa, tiba-tiba Jihan menaikkan satu alis tak mengerti.
“Punya gebetan ya? Ya, ya? Kok gak cerita sih?” Agatha memanyunkan bibirnya. Gadis berambut panjang itu heboh sendiri hingga akhirnya Jihan mendapatkan sebuah ide. Sepertinya bertanya pada sahabatnya itu tidak salah juga.
“Gue mau tanya,” katanya.
Namun Agatha menggeleng, “Jawab dulu pertanyaan gue!” seolah berpikir sejenak dan akhirnya Jihan buka suara mengenai kegelisahannya. Walaupun jiwanya bukan anak SMA lagi tapi tetap saja Jihan masih lemah jika soal Arka.
“Gimana caranya bikin cowok tergila-gila sama kita?”
“Uhuk! Lo-Uhuk-uhuk! Bentar-bentar gue minum dulu.” Jihan mengangguk dengan sabar. Wajahnya yang terlihat serius itu mendapatkan pandangan aneh dari Agatha yang sedang mengunyah makanannya. Agatha menelan dengan hati-hati.
“Itu pertanyaan lo atau orang lain?”
Jihan memutar bola mata.
“Oke-oke gue ngerti. kita bahas nanti tapi ada yang mau gue kasih tahu yang lagi hot sekarang ini.”
“Apaan?” Jihan mulai mencicipi Mie Ayam Mang Udin dan ternyata rasa penuh nostalgia itu membuat Jihan membuka mata lebar-lebar serta alisnya yang merangkap seketika membuat Agatha menoleh.
“Kayak gak makan Mie Ayam Mang Udin bertahun-tahun aja lo. Enak ya? Lo ngerti 'kan kenapa gue pengen buka restoran Mie Ayam.”
Jihan mengangguk-angguk. Sibuk menikmati Mie Ayam terenak yang tak ada tandingannya itu.
“Lanjut,” seru Jihan.
“Apa?”
“Berita hot yang lo maksud!” Agatha tertawa kecil sebagai balasan.
“Lupa, hehe. Jadi gini.. Lo tahu kan, Kak Arka ketua tim basket itu? Yang kemarin lo liat-”
“Tau.”
“Kak Arka bubarin tim basket mereka dan buat ngamuk pelatih mereka dan lo tau, apa yang bikin gue kesel?” Jihan menggeleng. Menyeruput es jeruk penuh nikmat. Sungguh hidupnya bagaikan mimpi bisa kembali ke masa ini dan bahkan Jihan masih bisa bebas merasakan dunia luar. Berbeda setelah menikah. Banyak hal yang terjadi tapi tidak bisa Jihan mengerti dan itu semua tentang Arka.
Dan sekarang Jihan yakinkan. Itu tak akan terulang lagi.
“Kak Arka buat mereka salahi Kak Raega gara-gara bubarnya tim mereka!” gadis cantik itu mengerut alis. Seingat Jihan dimasa lalu, setelah pertemuan makan malam dengan keluarga Arka kehidupan Jihan penuh dengan laki-laki itu. Namun, sempat menjadi kesalahan pahaman antara Jihan dan Arka karena Jihan sering menyapa Raega. Dan mereka tak banyak berurusan lagi setelahnya.
Jihan jadi penasaran.
“Ta, lo kan, adiknya Kak Raega. Em, bisa gak ceritain sedikit tentang Abang lo itu.”
Agatha tersenyum misterius pada Jihan. Gadis itu paham mulai sekarang. Ternyata Agatha ingin sekali Kakaknya dekat dengan dirinya.
Jihan membalas tatapan Agatha dengan senyuman manis.
***
“Masud lo apa njing?!”
Cowok berwajah blasteran bernama Legar Marquel yang tengah menarik kerah sahabatnya kini terjungkal setelah mendapatkan pukulan dari balasan atas tindakannya barusan.
“Lo mukul gue? Damn it.” Legar mengelap kasar darah segar dari sudut bibirnya. Lelaki tampan berhidung mancung itu berdiri memandang Raega dengan tatapan permusuhan.
“Lo gak tahu seberapa pentingnya basket bagi gue! Gue mohon Ga. Sekali ini aja, gak usah bertindak konyol. Kita udah latihan dari jauh hari supaya memenangkan pertandingan kali ini. Pertandingan tiga hari lagi. Gue gak mau tahu, pokoknya besok lo harus udah minta maaf sama Arka dan minta buat tim kita terbentuk lagi dan anak-anak lainnya-”
Raega acuh tak acuh mendengar perkataan Legar. Menyugar rambutnya ke belakang dengan tertawa hambar.
“Gak mau,” potongnya.
Legar melemaskan bahunya seketika. Tubuhnya merosot hingga tertunduk menatap lantai roof top penuh kebencian. Bayangan pidato Ayahnya terlintas mengerikan di kepala lelaki berdarah campuran itu.
“Memangnya apa yang buat lo mundur?” Legar bertanya dengan nada lemas.
Raega menjawab dengan enteng. “Ya, karena gue emang pengen keluar aja.”
“SIALAN LO!”
Legar langsung menerjang Raega. Ia berhasil memojokkan cowok kurang ajar itu hingga tepi ujung rooftop.
“Lepasin gue! Lo gila Legar!” Raega tak kalah kuat ia mencoba menarik kedua lengan kekar Legar yang mencoba terus mendorongnya.
“Lo harus janji sama gue buat minta maaf sama Arka dan buat tim kita terbentuk lagi kalau eng-”
“Kalau enggak?!” Raega menatap tajam wajah Legar yang penuh kegelisahan. “-lo mau apa?”
“Bunuh lo.”
Mereka berdua langsung menoleh. Kalimat itu terucap bukan dari mulut Legar melainkan seseorang yang barusan datang.
Arka sudah berdiri di sana menatap kedua sahabatnya itu dengan muak. Seperti anak kecil namun tindakannya lebih menyebalkan dari bocah.
“Gue tetap dengan keputusan gue Le. Btw, kayaknya lo beneran mau bunuh Raega?”
Legar segera melepaskan kasar tangannya dari leher Raega. Sedangkan yang tersudutkan sejak tadi menatap datar sambil menepuk-nepuk kerah seragamnya santai.
“Katanya Raega mau minta maaf sama lo, Ar,” cetus Legar.
Sedangkan yang disebut melirik spontan tak terima.
“Lebih baik gue mati.”
Mendengar ucapan itu Arka tersenyum miring. Sebenarnya dia punya salah apa sampai dibenci segitunya oleh Raega.
“Yaudah mati aja sana. Paling nanti jadi arwah penasaran karena belum jadi si peringkat satu.”
Raega tak main-main langsung membayangkan tinjunya pada rahang Legar dan cowok bule itu malah terkekeh puas. Arka yang melihat itu ada sedikit paham yang ia dapat namun ragu sekedar mempercayai.
“Shit!”
Bugh!
“Stop.”
Legar mundur dengan lebam dirahangnya ia pegang sambil tak putus tatapannya dari Raega yang sama melihatnya berang.
Sedangkan Arka mengangkat dagunya lantas berucap, “lo bisa buat tim lagi sama anak-anak, dan gue tatap gak bakalan ikut masuk lagi. Jadi gak usah ribut gak jelas kalo masih sayang sama diri lo sendiri.”
Selepas mengatakan itu Arka pergi dari rooftop dengan kepala terisi satu nama yang akhir-akhir ini sedikit mengganggunya.
Jihan.
“Lo denger itu Legar. Semoga tim lo menang, semangat.” ucapan dengan nada datar itu membuat kepalan tangan Legar mengepal kuat.
Si peringkat dua pergi meninggalkannya.
“Brengsek! Padahal gue tanding demi sekolah.” Legar mengusap kasar sudut bibirnya yang terluka.
Menatap tak percaya dengan situasi saat ini. Dengan kekuatan masih sama ia pun, menendang pintu rooftop hingga hancur.
"Fuck you! Raega."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] AKHIR YANG TAK SAMA
RandomSetelah perceraiannya terjadi, Jihanara Cilyn merasa jika hal yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Menandatangani surat cerai dengan impulsif. Saat semuanya benar-benar berakhir, perempuan itu tersadar, harusnya ia mencari tahu segalanya terle...