The Realise

305 107 1
                                    

"Checkmate!!"

          Park Jinny terkekeh sembari memindah benteng pertahanan nya. Tampak kedua mata Candra Karang terbelalak melihat apa yang di lakukan gadis berambut pink itu. 

         Tatapan tidak rela tersirat di wajah tegas nya ketika jari lentik gadis itu mengambil raja nya untuk kesekian kali. Ia tampak benar-benar frustasi dengan kenyataan yang terjadi.

"Bagaimana bisa?" Candra Karang menatap tidak percaya ke arah gadis itu.

"Ohoo ... tentu saja bisa sir. Anda kurang teliti." Jinny terkekeh.

        Sudah tiga kali permainan sejak Jinny kembali dari basement dengan membawa  papan catur dan berbagai bag hadiah, Candra Karang selalu di kalahkan dengan telak dalam permainan itu. 

        Ayah dari Dita Karang tampak masih belum terima skill permainan catur nya sore itu bisa dikandaskan oleh gadis yang menjadi kekasih putri bungsu nya itu.

"Satu kali lagi." pinta nya.

"Oke, sir. No problem." Senyum Jinny terus terumbar.

         Kedua orang itu kembali menata biduk di atas papan catur untuk keempat kalinya. Dita yang mengamati mereka dari arah dapur hanya bisa menggelengkan kepala sembari meracik bumbu masakan.

         Suasana kembali serius dimana Candra Karang dan JPark inny tengah fokus memikirkan strategi masing-masing untuk menang. Lelaki paruh baya itu menargetkan bahwa untuk permainan kali ini ia tidak boleh kalah.

       Jinny hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap pantang menyerah calon ayah mertuanya itu. Sempat ia berpikir untuk berpura-pura kalah agar bisa melihat lelaki paruh baya itu tersenyum bahagia. 

        Tetapi mengingat perkataan nya bahwa ia akan mendapatkan restu jika berhasil mengalahkan permainan catur atas dirinya membuat Jinny semakin bersemangat untuk mengalahkan nya.

         Dita dan Mega Karang hampir menyelesaikan masakan yang sedari tadi mereka buat. Hari ini mereka memasak beberapa menu makanan Indonesia. Wanita paruh baya itu ingin agar Jinny bisa merasakan kekayaan kuliner dari negeri mereka. 

         Diatas meja telah tersaji ayam goreng bumbu laos dengan sambal tomat dan terasi sebagai pelengkap nya. Sepiring lalapan lengkap juga turut meramaikan meja itu. Sayur cah kangkung yang masih mengepulkan asap baru saja Dita hidangkan. Sementara mie goreng masih dalam proses sedang dimasak oleh sang ibu.

"Mah, ajik pasti akan lupa waktu kalau sudah keasyikan main catur gitu." Dita melihat jam dinding dimana waktu sudah menunjukan pukul 19.00 KST.

"Ajikmu sudah menemukan lawan yang seimbang, Dit. Biarkan saja selama dia tidak mengomel." Mega Karang hanya tersenyum.

"Apakah ajik akan serius dengan ucapan nya, mah? Memberikan restu kepada Jinny jika dia berhasil mengalahkan nya?" Dita mengambil duduk di salah satu kursi.

"Apakah kamu tidak merasa bahwa sebenar nya ajik sudah memberikan restu kepada kalian? Jika ajik tidak merestui, tidak mungkin Jinny di perbolehkan memasangkan cincin di jari manismu. Ajik hanya perlu menguji Jinny lagi apakah dia bisa sabar atau tidak menghadapi ajik mu. Percaya deh sama mamah." Mega Karang tersenyum menatap si bungsu.

"Mamah boleh bertanya apapun tentang nya secara langsung. Dia tidak akan sungkan untuk menjawab pertanyaan mamah dan ajik." Dita tersenyum.

"Mamah percaya dia orang baik, Dita. Buktinya ketika dia tidak mengenal kami pun dia mau menolong kami saat ajik kecopetan. Mamah sudah bisa membaca dia seperti apa orang nya. Sekarang kamu panggil ajik dan Jinny saja sana bahwa makan malam sudah siap. Jangan biarkan mereka yang ada di meja segera dingin." perintah Mega Karang.

THE SECRET OF SACREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang