27. Peringatan

279 30 56
                                    

“Untuk hal baru, harus berani memulai dan mengambil resiko.”

Di malam yang sunyi, hanya ada bulan dan bintang bertaburan. Cahaya bulan maupun bintang berpadu sehingga malam tidak terlalu gelap. Semilir angin membuat udara semakin sejuk, tapi tidak berarti apa-apa untuk pasangan yang satu ini.

Mereka duduk di teras dengan beberapa obat merah dan juga tidak lupa untuk beradu mulut. Sudah menjadi hal biasa bagi mereka untuk beradu mulut. Satu diantara mereka tidak ada yang mau mengalah atau bahkan sekedar menutup mulut masing-masing.

“Kalau dikasih tau itu nurut, jangan bandel.”

“Bisa nggak, nggak usah nyerocos mulu?” jawab Alres dengan sedikit ringisan.

“Makanya yang nurut, kalau kayak gini siapa yang susah? Gue juga yang susah!”

“Jadi lo nggak iklas buat obatin gue?”

Pertanyaan dari Alres membuat Dira menghentikan aktivitasnya. Dira menatap garang ke arah Alres “Kalau nggak ikhlas udah gue biarin lo bonyok kayak gini.”

“Yaudah.”

“Aww aduh,” lanjut Alres ketika Dira menekan kuat pada lukannya.

“Obatin sendiri!” ketus Dira meninggalkan Alres.

Melihat Dira pergi sebelum selesai mengobati lukannya membuat Alres menahan kekesalannya “Woy cewek jutek!” teriak Alres.

“APA?”

“Dasar cewek jutek, untung cinta,” gumam Alres menggelengkan kepala.

“Lo cinta sama siapa?” teriak Dira dari dalam rumah.

“Lah denger tuh cewek.”

Alres pun mengobati lukanya sendiri dengan sesekali mengumpat kasar. Dia merutuki nasibnya sendiri. Dia yang cari luka, dia pula yang harus mengobatinya.

Jika Dira tidak marah, mungkin sekarang ia tinggal duduk dengan Dira yang setia mengobati lukanya. Jangan salahkan Dira jika ia tidak mengobati luka Alres. Tapi salahkan Alres saja karena tidak mau mendengarkan ucapan Dira.

Ini bukan kali pertama Alres pulang malam dengan luka lebam di seluruh wajahnya, tapi ini sudah kesekian kalinya.

“Minum!” perintah Dira menyodorkan segelas teh hangat.

Melihat tidak ada pergerakan dari Alres membuat Dira menghela nafas kasar “Woy, lo dengerin gue nggak sih!” decak Dira kesal.

“Durhaka lo sama suami sendiri.”

“Salah gue dimana? Gue cuma suruh lo minum teh.”

Alres merotasi matanya, ia menunjuk luka lebam yang ada di wajahnya “Nih, nggak lo obati.”

“Ya itu sebagai hukuman lo karena lo nggak mau dengerin gue” jawab Dira santai.

Hembusan nafas kasar berkali-kali keluar dari mulut Alres. Percuma saja ia berdebat dengan Dira, tidak akan ada akhirnya.

“Beneran lo nggak mau obati gue?”

ALRESCHA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang