Rasa senang memang sesederhana itu ya. Walaupun keluargaku memiliki harta yang banyak dan pastinya tidak akan habis dalam waktu dekat. Sekarang kebahagiaanku sangat sederhana sekali. Setelah beberapa minggu lalu aku bertemu kakakku Rin aku dengan mudah akrab dengan dia.
Rin bercerita banyak hal kepadaku. Ternyata saat bayi Rin secara tidak sengaja tertukar karena kelalaian pihak rumah sakit. Saat bayi Rin dibuang oleh ibu yang melahirkan bayi dikira kakakku itu. Ibu itu ternyata hamil di luar nikah jadi dia malu membawa bayi Rin. Akhirnya Rin dirawat di salah satu panti asuhan di pinggiran kota.
"Kisah hidupmu menyedihkan sekali kak. Aku yang sejak kecil dilimpahkan kasih sayang kadangkala mengeluh," ujarku.
"Setidaknya aku tahu sekarang memiliki keluarga yang menyayangiku," ujar Rin.
"Kakak namanya susah ya persis namanya abang," komentar Rasen.
"Kita kan kembar dek," sahutku.
"Kakak mah spek malaikat sementara abang spek penghuni neraka," ujar Rasen kurang ajar.
"Untung sayang," ujarku mengelus dadaku.
"Kudengar kita memiliki banyak sepupu perempuan ya?" tanya Rin.
"Begitulah keturunan cucu keluarga Zayan kebanyakan perempuan sementara keturunan laki-laki hanya tiga orang saja," ujarku.
"Tiga?" beo Rin kebingungan.
Aku lupa Rin belum bertemu dengan sosok Aditya. Biasalah Catra membawa pergi Aditya ke negara lain demi pengobatan. Penyakit Aditya sebentar lagi sembuh itu membuat Catra senang bukan main. Namun tatapan dia tetap datar hanya bersama Aditya wajahnya lebih banyak menunjukkan ekspresi.
"Namanya kak Adit. Umurnya 15 tahun. Dia anaknya papi Catra," ujar Rasen.
"Catra siapa dede?" tanya Rin.
"Kakak manggil aku?" tanya Rasen memastikan.
"Bukan kamu dek." Rin menggelengkan kepalanya lalu Dia menatap diriku. "Tapi aku panggil kembaranku," ujar Rin menunjuk diriku.
"Eh?!" kagetku.
Entah kenapa panggilan itu membuat hatiku menghangat. Aku terbiasa dipanggil El dan jarang dipanggil sebagai sosok adik. Aku tersenyum kearah Rin begini ternyata rasanya memiliki kakak kembaran.
"Wih seru nih!" pekik seseorang.
Suara pekikan itu menarik antesi kami semua. Disana ada sosok Aditya yang masih digendong Catra. Dia menaikkan alisnya bingung menatapku.
"Papi dia kakak kembarku," ujarku.
"Yah aku tahu. Papi hanya heran saja wajahmu terlihat senang sekali tidak seperti biasanya," ujar Catra.
"Itu lho pih. Abang dipanggil dede sama kakak," ujar Rasen menjelaskan apa yang terjadi barusan.
"Dek jangan mengatakan itu!" protesku.
"Hahaha abang dipanggil dede," tawa Aditya.
Aku sebal akan tawa meledek Aditya. Pipi Aditya semakin bulat saja seperti bakpau setiap ada masalah mengadu sama ayahnya. Menyebalkan sekali sih dasar benihnya Catra gerutuku dalam hati.
"Dasar anak papi," gerutuku.
"Heh abang juga sama ya! Setiap daddy meledek abang pasti mengadu sama ayah!" pekik Aditya.
"Wajahmu mirip sekali dengan El," ujar Catra menepuk kepala Rin.
"Papi turun!" pekik Aditya.
Catra menurunkan tubuh Aditya. Anak itu semakin berisi saja wajar Catra memberikan banyak vitamin untuk memaksimalkan berat badan Aditya yang terlampau kurus. Rasen mencium kedua pipi Aditya begitu saja dibalas oleh Aditya dengan melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ello (END)
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah tentang keluarga saja tidak lebih. Othello Pranaja Zayan pemuda berwajah tegas, bersifat dingin, datar, minim ekspresi, benci pengkhianatan, baik sama orang yang disayang, dan tidak memandang bulu saat marah...