Dia Andra Alvarezi Putra, teman - teman seperjuangannya biasa memanggilnya ALVA.
Anak itu tidak gampang di tebak, moodnya berubah - ubah, gampang marah, gampang nangis, kadang super bar - bar, kadang pendiem banget.
Kadang nurut, kadang bawel, kadang rewel. Dewasa bisa, mode bayi juga bisa.
Alva harus dapat penghargaan, penghargaan membuat pusing orang.
Rendi dan Karlo, teman atau mungkin sahabat rasa saudara bagi Alva, dirinya anak tunggal dari ibunya, mempunyai kakak tiri dari pihak sang ayah yang begitulah,
"Tidak menerima kehadirannya!"
Dua kakak tirinya sama sekali tidak menganggap Alva ada, bahkan ayahnya pun demikian. Tidak mengakui kalau Alva memang anaknya.
•
•
•
•
"Alva!"
"Maaf, Bundaa .." Anak itu menunduk, tidak berani menatap manik indah nan teduh sang bunda.
"Bunda capek, Va!" Ujar wanita itu lirih
Di gapainya remaja awal tahun itu, emosi Sania tak terkontrol, apa - apaan? Dia baru saja membentak anaknya yang berinisiatif membantunya membersihkan dapur.
"Maafin Bunda, ya? Bunda capek banget hari ini, jadi bunda .." Sania tak melanjutkan ucapannya
"Gak apa - apa, Bunda istirahat aja, biar aku yang beresin semua ini!"
"Kamu juga pasti capek, nak!" Iya, bagaimana keduanya tidak capek, Alva yang baru saja pulang setelah mengikuti ekskul dan Sania yang baru pulang setelah hampir seharian bekerja di kantor.
"Kamu istirahat aja, bunda aja yang beresin ini, kamu jangan kecapekan, jangan lupa minum obatnya!" Ujar Sania mendorong pelan bahu putranya
•
•
•
•
Tentang Alva, laki - laki remaja yang di sebut - sebut 'Anak yang tak diharapkan'. Sebutan dari saudara tirinya yang masih terjebak salah faham antara kedua orang tuanya, tapi Alva yang malah terkena imbas dari kesalah fahaman itu.
Sebaik apapun Alva mencoba, usahanya tak sebanding dengan hasil yang ia dapat.
Hanya satu, Alva menginginkan kasih sayang dari kedua kakak tirinya. Alva gagal mendapatkan itu dari sang ayah, jadi Alva ingin merasakan belaian kasih itu dari sang kakak.
"Sayangi aku, sebelum Tuhan memisahkan nyawa dan ragaku .."
•
•
•
•
Jika kedua kakak tirinya tidak pernah peduli pada Alva, berbanding terbalik dengan kedua sahabatnya yang sangat peduli pada Alva.
Mereka seperti saudara sepersusuan, layaknya saudara kandung, satu darah satu daging, tetapi takdir membawa arus jungkir balik dalam drama kehidupan Alva.
"Ren? Gue .. Gak bisa napas!.." Sesal Alva
"Alva?! Va? Dengerin gue!" Teriak Rendi
Darah perlahan mengalir deras di sela - sela lubang hidung Alva, wajah pucat pasi itu menatap kosong udara di depannya.
Karlo yang panik menangis kencang menambah kepanikan Rendi serta ketakutan Alva, dalam keadaan seperti ini Karlo tidak bisa berpikir jernih, ia tidak seperti Rendi tipe orang yang tenang atau mungkin berusaha tenang menghalau rasa panik dalam diri.
Rendi menekan pelan dada Alva, memberikan pijatan lembut di sumber sakit yang dirasakan sahabatnya. Sekaligus membantu jalan nafas Alva agar normal, tapi semua itu seperti tidak mempan.
"Jangan bilang bunda ..."
•
•
•
•
"Putramu sekarat, San!.."
Tbc.
Sampai jumpa lagi, tunggu aku kembali❤️🤗
Budayakan vote dan komen setelah membaca🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.