Chapter 43

42.2K 3.6K 56
                                    

Aji melakukan apa yang pria itu katakan dan Qia menepati janjinya. Pria itu akan menghubungi Qia sebisanya meskipun terkadang Qia tak bisa mengangkatnya membuat Aji khawatir sendiri. Qia sendiri sibuk dengan pekerjaanya dan terkadang telepon Aji berada di jam-jam yang tidak mendukungnya untuk diangkat.

Sejujurnya itu sangat mengganggu bagi Qia.

Seperti saat ini, ketika Qia baru pulang dan selesai membersihkan dirinya. Bersiap untuk lembur di kamarnya dengan netflix yang menyala tanpa suara dan berkas-berkas yang berceceran di atas tempat tidur.

Pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Qia?"

"Iya, pa?"

"Aji telepon lagi."

Qia menghela nafas panjang.

Papanya memperhatikan wajah enggan putrinya. Anak itu terlihat sangat tidak ingin diganggu saat itu.

"Papa mungkin bisa bilang kamu sudah tidur."

"Nggak apa-apa, pa. Mana hp-nya."

Aji selalu menghubungi Qia melalui hp papanya karena Qia sudah ganti hp juga nomor lamanya sudah tidak aktif. Pada awalnya Aji mencoba berhari-hari untuk menghubungi nomor yang sama melalui kantor koramil terdekat. Ia rela berjalan berkilo-kilo jauhnya hanya untuk menghubungi Qia tetapi selalu berakhir tak tersambung.

Aji berinisiatif menghubungi nomor papanya Qia yang cukup mudah diingat. Papa mertuanya mengatakan bahwa Qia sudah sejak lama ganti hp baru da apa mertua itu pun memberikan ponselnya kepada putrinya.

Aji sangat senang bisa mendengar suara Qia untuk pertama kali sejak beberapa hari Qia kembali ke rumah. sambungan telepon pertama mereka sangat canggung, Aji hanya menanyakan kabar dan Qia hanya menjawab tanpa bertanya kembali. Aji bisa memahami keengganan Qia untuk membalasnya, diakhir ia meminta nomor ponsel Qia agar bisa menghubungi wanita itu langsung tetapi ditolak oleh Qia.

Dan berkahirlah dirinya harus menelepons sang papa merteua sesekali mama mertuanya jika papa mertuanya di kantor agar bisa terhubung dengan istrinya itu.

"Iya, ada apa?" tanya Qia menahan kesal.

Qia melemparkan sebuah senyum simpul yang dipaksakan kepada pamannya meminta pria itu untuk tidak khawatir. Papanya pun pergi meninggalkan kamar Qia.

Mereka berdua sudah baikan sekarang. Qia memang tidak bisa menampik rasa kecewa itu tapi ia sudah cukup dewasa untuk melihat semuanya dari banyak sisi. Itu juga semua berawal dari kecerobohannya. Qia sudah bisa lebih ikhlas sekarang dan siap memulai kehidupan baru. Tidak, dirinya sudah lama memulai kehidupan barunya.

Malam itu Qia dan papanya sama-sama saling menyembuhkan luka mereka. Meminta maaf dan saling memaafkan. Mamanya marah lebih lama dari Qia. Ia masih sangat kesal dan sempat memarahi papanya karena pria itu yang tetap diam.

Mama sempat meninggalkan rumah selama seharian untuk memenangkan dirinya tetapi tetap kembali juga karena tahu bahwa suaminya itu tidak bisa melakukan apa pun tanpa dirinya. Qia tidak tahu akan pertengkeraan kedua orang tuanya atau pun mama yang sempat minggat karena ia sibuk dengan pekerjaannya. Qia hanya mengira mama hanya sibuk dengan urusan ibu persist saja. Sampai Pak Ian yang mengantarkan mama ke stasiun menceritakan semuanya kepada Qia.

Mama berangkat ke Yogyakarta dengan kereta paling pagi kemudian pulang lagi keesokan harinya dengan kereta terpagi juga. Qia tidak bisa mendengarnya. Mereka berdua terlalu berharga bagi Qia tetapi ia tak bisa menahan tawanya ketika Pak Ian menceritakan semuanya.

Kembali kepada Aji yang menelponnya. Qia mendengar suara deru hujan dari balik teleponnya. Ia melihat keluar jendela dan beberapa tetes rintik hujan juga mulia jatuh menghantam kaca jendelanya.

Suck It and See (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang