Aku nggak pernah tahu sampai aku merasakannya sendiri seminggu ini kalau menikah itu ribet dengan segala tetek bengek persiapannya. Bahkan malam sebelum hari-H nya aku sama sekali nggak bisa tidur karena overthinking. Meskipun hampir seluruh keribetannya dicover oleh WO tapi tetap saja, aku dibutuhkan untuk menentukan pilihan. Apalagi mama dan segala keribetannya. Untung saja Tante Wirya tengah berada di ibu kota. Kalau beliau hadir juga selama persiapan, bisa mati kelelahan aku.
Setelah akad dan resepsi yang diadakan di sebuah ballroom gedung hotel kini kami beristirahat di salah satu kamar hotel karena besok akan pindah ke rumah dinasnya Aji. Ups, salah ... maksudku Mas Aji. Setelah tahu bahwa kami lahir di daerah yang sama dan memiliki garis keturunan di Yogyakarta, mama dan papa memaksaku memanggil Aji dengan sebutan Mas. Waktu hari kami membeli cincin, aku sudah mencobanya tapi karena lidahku tak terbiasa aku sering keceplosan memanggil dengan nama saja sampai akhirnya papa bilang untuk dibiasakan manggil manusia es itu dengan sebutan Mas.
Prosesi pernikahan kami tak ramai karena tak ada satu pun temanku yang aku undang. Empat ratus orang yang hadir di ballroom tadi terdiri dari tamu milik mereka berlima selain aku. Bahkan teman SMP ku yang kuhadiri pernikahannya dulu juga tidak kuundang. Alasannya simpel, aku dulu sering menggembar-gemborkan tidak akan menikah muda selama masih kuliah. Namun yang paling aku takuti adalah akan tersebar isu yang tak diinginkan selama masa sisa perkuliahanku seperti aku hamil duluan atau sejenisnya. Amit-amit....
Kini aku sedang duduk bersedekap masih dengan pakaian pesta sisa resepsi yang masih lengkap melekat di tubuhku, kulirik jam dinding kamar yang menunjukkan pukul sebelas malam. Beberapa panitia pernikahanku yang perempuan mulai membantuku melepaskan gaun yang berat ini. Acara resepsi sudah selesai dari satu jam yang lalu tapi Mas Aji tak kunjung masuk ke kamar karena harus memberikan ruang untuk aku berganti baju.
Mengingat hari pernikahan adalah hari yang sakral, aku memaksakan diriku menikmati setiap detik acara. Tapi sayang, keinginanku untuk berbahagia di hari yang spesial ini justru dibuat rusak oleh sikap Mas Aji yang terlihat tak peduli. Dia hanya duduk tegak diam di pelaminan sambil melihat para undangan. Aku yang berusaha mencairkan suasana dengan mengajaknya berbicara terasa sia-sia. Oh, aku baru ingat. Dia tidak sepenuhnya diam, kok. Sesekali bertanya, "Kamu capek?". Begitu aja terus dan kalau ditanya balik jawabannya hanya anggukan dan gelengan kepala.
Aku merasa aku tengah berbicara dengan tembok.
Sikapnya yang dingin seperti itu membuat aku sering bingung tapi kali ini aku jadi bete sendiri. Bahkan sangking kesalnya aku, aku menolak untuk bertemu dengan para keluarga setelah kamar hotel selain mama juga mama mertuaku. Aku memilih mendekam di kamar pengantin sendirian sambil melihat Jade, kucing milik Mas Aji, yang tertidur pulas di lantai. Cuma kucing ini yang jadi moodbooster-ku.
Aku sudah berganti pakaian sekarang. Sudah membersihkan badan juga wajah dari make-up dan mengenakan piyama yang nyaman. Piyama lengan panjang dan celana panjang adalah pilihanku. Sangat tertutup, cocok buat kami yang sepakat untuk saling menjaga jarak sampai kami berdua konsen.
Aku tengah duduk bersandar pada kepada ranjang dengan Jade di pangkuanku. Sensasi menggelitik saat kuusap tanganku pada bulu halus Jade membuatku lebih tenang dan perlahan kekesalanku mulai menghilang. Aku menguap untuk kesekian kalinya menunggu manusia micin itu. Kuusap ujung mataku yang berair akibat menguap terlalu lebar. Oh iya, tanpa ia ketahui juga, aku menyematkan sebuah nama panggilan untuknya setiap kali pria itu membuatku kesal. Sebuah nama dari merek penyedap rasa yang merajai pasar indonesia.
Cklek
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Mas Aji masuk, masih dengan setelan jas pengantin. Keningnya berkerut melihatku, tak ada yang ia katakan. Ia hanya berdiri menutup pintu lalu melepaskan jasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...