Sejak kencan pada hari itu, Mas Aji selalu menghindar topik rumah hantu. Pernah sesekali aku jebak dirinya dengan menemaniku menonton film horor. Memang sih dia tidak beranjak dari tempat duduknya dan menemaniku sampai filmnya berakhir, tapi aku ditinggal tidur, dong!
Usahaku tidak berhenti sampai di sana. Saat Mas Aji mengantarku menuju kantor persit untuk pertemuan, aku sempat mengajaknya mampir ke rumah yang pernah ia ceritakan berhantu dulu. Bukannya, berhenti. Justru pria itu menarik gas sepeda kencang membuatku hampir terjungkal. Aku tahu Mas Aji tidak berniat mencelakaiku, pria itu hanya melampiaskan kekesalannya padaku yang tak kunjung berhenti membicarakan hal-hal mistis. Pokoknya, aku puas banget godain Mas Aji beberapa hari ini.
Namun siapa sangka... ternyata yang punya kelakuan freak bukan cuma suamiku aja. Kukira hanya Mas Aji saja yang memiliki ketakutan sedemikian rupa ternyata Mara pun menceritakan hal yang sama dengan Mas Yusuf. Kata Mas Yusuf ia lebih baik terjun tanpa pengaman dari ketinggian ribuan meter dibandingkan masuk ke permainan rumah hantu semacamnya.
Sumpah lebay, deh!
Hal itu membuatku dan Mara bertanya-tanya, bagaimana mereka harus bertahan di kegelapan hutan selama ini? Bukannya justru tempat sejenis hutan begitu justru lebih banyak yang asli? Bukan lagi boneka tiruan...
Mungkin... mereka tidak takut karena mereka yakin tidak akan menemukan jenis boneka-boneka berdarah di tengah hutan, ujung-ujungnya hanya bertemu dengan hewan liar. Meskipun warga sekitar bilang tentang hutan tersebut mistis tapi mereka tak akan takut karena tak akan ada hal yang mereka takuti. Ah, otakku nggak nyampe deh melogikan manusia sejenis Mas Aji.
Konyol memang para bapak-bapak tentara ini.
Namun bukan itu kekhawatiranku sekarang. Aku melihat wanita di depanku yang duduk nyaman di sofa rumahnya. Ia memakan keripik dengan senyum lebar. Kemarin Mara dinyatakan positif.
Positif hamil.
Tadi malam, saat aku terlelap tidur karena kelelahan mengejar deadline skripsiku, Mas Yusuf menggedor-gedor rumahku untuk memberitahu kabar baik tersebut. Mas Aji dan aku memberi selamat, setelah mengganggu mimpiku, Mas Yusuf segera kembali ke rumahnya begitu saja. Aku dan Mas Aji berdiri ling-lung setengah mengantuk di depan pintu rumah menunggu sesuatu yang kami sendiri tidak tahu apa yang kami tunggu.
Mas Yusuf tuh cuma ngerusuh buat kasih tahu kalau istrinya hamil.
Setelah melihat ke rumah sebelah dan memastikan tak ada tanda-tanda Mas Yusuf keluar lagi, mas Aji mengajakku kembali tidur.
"Ha? Seriusan? Kita dibangunin cuma buat berdiri gini doang?"
Mas Aji memeluk tubuhku pelan kemudian menggiringku untuk kembali masuk. Aku bisa mendengar suara menguapnya. Dan kami pun kembali tidur.
Dan ternyataaaaaa... pagi ini aku diminta tolong oleh Mas Yusuf untuk menemani Mara ke dokter kandungan menggantikan Mas Yusuf yang tak bisa izin meninggalkan markas. Tak pernah terpikirkan olehku untuk aku membonceng Mara ke dokter kandungan. Mungkin aku dan Mara harus mulai memikirkan tentang gencatan senjata dulu, deh. Setidaknya sampai Mara lahiran setelah itu bisa dipikirkan nanti.
Kata dokter, kandungan Mara sehat dan setelah mendengarkan beberapa nasehat sebagai ibu muda, kami mampir ke apotek untuk membeli beberapa vitamin juga susu ibu hamil.
Aku nggak bilang kalau aku iri. Berhubung aku dan mas Aji cukup baru dalam berumah tangga juga baru lebih terbuka akan perasaan kami masing-masing, aku berniat untuk menikmati masa pacaran berdua kami lebih lama. Namun melihat Mara yang ceria menyambut kehamilan pertamanya memuatku bertanya-tanya, apakah sebahagia itu menjadi seorang ibu di usia muda seperti kami ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...