Haiii! Yuk-yukkk jangan lupa vite dan komennyaaa ^^
*
Perjalanan pulang hanya aku gunakan untuk mendengarkan menghitung mobil berwarna merah. Kalau mobil merah habis, satu per satu aku membaca rambu-rambu serta petunjuk jalan untuk menghilangkan suntuk akibat bosan. Kalau di jalan begini, Mas Aji juga nggak akan pernah ajak aku ngobrol apalagi saat aku memberikan jawaban dingin seperti tadi.
Dahiku berkerut ketika di persimpangan motor berbelok ke arah kiri sedangkan arah rumah berada di arah yang sebaliknya.
Badanku otomatis menegang melihat jalan yang berbeda ke arah rumah.
"Kita mau kemana?" tanyaku panik.
Mas Aji tak menjawab membuatku mendesah panjang. Aku melirik sekilas dan membiarkan tubuhku dibawa oleh Mas Aji kemanapun ia ingin.
Astagaaa... gini banget punya suami irit ngomong. Tinggal jawab aja apa susahnya, sih? Nggak tahu apa kalau istrinya lagi bete gara-gara dia.
Aku sempat melongo melihat Mas Aji masuk ke parkiran Transmall. Aku yang sudah kepalang bingung menhan tangannya untuk meminta penjelasan.
"Ngapain kita kesini?" tanyaku sekali lagi.
"Nge-date."
Aku mengerjapkan mataku berkali-kali sedikit terkejut dengan jawabannya. Aku terkejut karena setelah beberapa waktu menghabiskan waktu dengan pria itu, ini adalah pertama kalinya Mas Aji berinisiatif mengajak sesuatu di luar karakternya. Aku yang merasa lucu melihat perubahan karakter pria itu hanya bisa tertawa karena rasanya aneh bangeeettt... Mas Aji? Ngajak aku nge-date? Kayaknya otaknya ada yang konslet deh.
Mungkin karena merasa kesal, aku pun ditinggalnya seorang diri masih tertawa di tempat parkir. Setelah puas menertawakan pria itu, aku pun menghapus air mata dan memegang perutku yang mulai terasa sakit akibat menertawakan Mas Aji.
Nge-date? Paling-paling beli baju doang di dalam sana.
Eh, tunggu dulu... Kenapa Mas Aji berdiri di deretan orang yang mengantri di depan loket Trans studio? Apa pria itu memang serius tentang ucapannya ngajak aku nge-date? Tapi kok Trans Studio? Aku bukan anak kecil yang mudah dibuat senang dengan permainan-permainan wahana seperti ini.
Aku meraih tangannya kemudian berbisik. "Kamu serius?" tanyaku. Senyum di wajahnya tercetak jelas hingga lesung pipinya terlihat. Aku menyerah dan mengikuti saja apa maunya.
Mas Aji menyerahkan satu tiket gelang kepadaku. "Serius nih kita main di sini?"
"Kenapa? Masih siang, kok."
Oke, mungkin aku bukan anak-anak yang gamang dipengaruhi ole hal-hal seperti ini. Tapi usaha yang Mas Aji lakukan menurutku lebih membuatku luluh. Mas Aji tuh bukan tipe yang ngelakuin kayak gini. Jadi sekalinya diperlakukan seperti aku tak bisa kesal berlama-lama. Apa daya kekesalanku tadi entah hilang kemana.
Hari ini sepertinya tidak terlalu banyak pengunjung, buktinya kami berhasil menaiki beberapa wahana kecil tanpa menunggu antrian. Sisa wahana-wahana dewasa yang memacu adrenalin. Kami beristirahat sebentar di sebuah kedai makan. Aku menyeruput es teh dan Mas Aji dengan satu cup es krimnya.
Aku tarik lagi ucapanku! Aku yang belum pernah naik wahana di tempat hiburan seperti ini benar-benar membuatku antusias. Jika di awal masuk, aku selalu ragu-ragu untuk mencoba permainan tapi sekarang justru aku yang menyeret Mas Aji untuk mengikuti.... Aku mau mencoba semua wahana!
Pukul menunjukkan pukul tiga sore yang artinya akan ada performance spesial yang disediakan oleh pihak Trans studio dan aku menggiring Mas Aji untuk masuk ke dalam teater pertunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...