Qia merentangkan tangannya. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. DIlihatnya kamarnya sekali lagi. Matanya masih sulit untuk dibuka tapi ia ingin bangun segera. Bibirnya terbuka lebar ketika menguap.
Dengan berat hati Qia mendorong tubuhnya untuk duduk sejenak, selimut yang menutupi tubuhnya terjatuh. Untuk sesaat Qia terdiam melihat kondisi tubuhnya yang tak mengenakan sehelai pakaian pun di bawah selimut.
Seketika semua memori akan apa yang ia lakukan tadi malam kembali. Wajah Qia tiba-tiba memanas. Leher juga telinganya pun memerah akibat aliran darah yang begitu banyak ke wajahnya secara tiba-tiba.
Wanita itu berdeham sejenak untuk menghapus rasa canggungnya.
Tapi ... dimana Aji? Qia tidak menemukan keberadaan pria itu di kamarnya. Di ruangan itu hanya ada dirinya seorang diri ditinggalkan di atas tempat tidur yang berantakan.
Qia kembali memaksakan dirinya untuk bangun. Kedua kakinya terasa sulit sekali untuk bangun. Ia harus memegang pinggiran tempat tidur untuk menuju kamar mandi. Di bawah air shower yang mengguyur, Qia memperhatikan banyak ruam merah di tubuhnya. Membilas bersih setiap bagian kulitnya dengan bersih dan tak lupa mengenakan pakaian yang lebih santai karena hari itu adalah hari liburnya.
Qia keluar dari kamar mandi dengan handuk masih berada di atas kepalanya untuk mengeringkan rambutnya. Di lantai masih berceceran pakaiannya juga pakaian milik Aji tapi ia tidak melihat pria itu. Qia mengernyit. Merasa khawatir karena semua pakaian Aji masih ada di lantai kamarnya.
"Nggak mungkin dia keluyuran nggak pake baju kan? Nanti kalau ada mbak gimana?'
Qia yang panik bergegas meninggalkan kamarnya. Berlari menuruni anak tangga. Melihat Qia yang berlari, Jade yang bermain di sekitar dapur ikut berlari ke arah perempuan itu membuat Qia berhenti berlari di anak tangga dan turun lebih pelan.
"Maaf, Jade."
Kucing itu seperti pelindung buat Qia. Sejak kejadian Qia terjatuh di anak tangga, jika mendengar suara Qia berlari akan alasan apa pun itu kucing putih milik Aji itu akan ikut berlari menahan Qia di tengah tangga dan mengganggu kaki Qia sampai Qia berhenti berlari. Qia yang tidak mengerti hanya meraih Jade dan menggendongnya bersamanya.
Aroma harum tercium dari dapur. Tepat ketika Qia tiba di anak tangga terakhir, ia melihat Aji dengan pakaian santainya yang lain membawa dua piring makanan yang masih beruap ke atas meja makan. Dari aromanya itu seperti nasi goreng.
"Selamat pagi, Qia," sapa Aji membuat Qia menaikkan kedua tangannya.
Dulu, kebiasaan mereka di rumah dinas Aji. Selalu dirinya yang mulai menyapa terlebih dahulu.
"Kamu dapat pakain dari mana?" tanya Qia tanpa membalas sapaan Aji.
"Oh, aku minta tolong Bambang bawakan tadi pagi. Pakaian yang tadi malam masih basah."
"Oh ... "
"Kamu mau makan? Mumpung masih hangat. Maaf saya cuma bisa buat ini."
Qia mendekat dan berdiri di belakang salah satu kursi. Melihat Aji memasak adalah sebuah keajaiban. Dulu pria itu tak pernah menyentuh dapur. Jika pun ke dapur itu hanya memasak air panas atau hanya membuat mie instan saja.
Jade turun pelukan Qia kemudian berjalan cantik ke arah Aji. Sejak tadi pagi, ketika Aji menunjukkan wajahnya dan memeluk kucing itu dengan sangat erat, Jade tak mau melepaskan dirinya dari sang tuan. Jade terus-terusan ingin berada di dekat Aji. ENtah saat Aji duduk seorang di atas sofa, ia akan melompat ke atas pangkuan pria itu dan menunjukkan mata lebarnya agar bisa dielus.
BEgitu juga ketika Aji memutuskan untuk ke dapur memasak, Jade tak pernah jauh dari kaki Aji. Mengkain bahwa Aji adalah miliknya. Sebagai seekor kucing betina, jelas Aji adlaha cinta ari jade. Diadopsi ketika dirinya masih sangat kecil, kumuh, berjamur juga berkutu Aji menunjukkan pada kasih sayang dan cinta membuat Jade langsung jatuh cinta kepada Aji.
Meskipun banyak yang takut kepada Aji tapi Jade yang tahu kepribadian Aji paling tahu bahwa Aji adalah pria terlembut yang pernah ia temui. Jade mengelus-ngeluskan pipinya pada kaki Aji. Jade melompat menjauh ketika Aji juga membawakan mangkuk makanan untuk dirinya. Kini Aji bisa merasa lebih lega karena Jade tidak lagi menempel pada dirinya.
Qia hampir tertawa melihat wajah Jade yang bersinar melihat makanan. Secinta apa pun jade kepada Aji Jadi sejati jade adlaah makanan.
"Ini untuk kamu."
Qia menerima uluran sendok dan garpu dari Aji kemudian duduk. Tak lupa ia berterima kasih ketika Aji mengulurkan segelas air putih juga. Aji kemudian mengambil kursi untuk duduk di seberang meja.
"Maaf jika rasanya ada yang kurang."
"Nggak apa-apa," balas Qia membuat Aji tersenyum.
Aji masih menunggu. Menunggu sampai Qia mulai makan terlebih dahulu. Ia memang tidak pandai memasak. Tapi setidaknya dia sudah belajar beberapa bulan terakhir. Meskipun hanya makanan sederhana tapi ia ingin Qia mencicipinya juga.
Qia mengunyah dan mengangguk.
"Enak."
Mendengar itu Aji menghela nafas lega kemudian ikut makan dari piringnya sendiri. Aji diam-diam merasa sangat bangga akan kemampuannya.
Qia mengakui bahwa makanan itu enak. Tapi masih ada yang kurang. Melihat wajah Aji yang begitu bangga, Qia rasa ia lebih baik diam saja dan membiarkan pria itu menikmati waktunya. QIa ikut tersenyum dan menghabiskan nasi goreng yang super-duper ala kadarnya menggunakan bumbu.
"Tadi ada mbak datang?" tanya Qia.
"Iya. Tapi saya suruh kembali lagi saja."
"Lho, kenapa?"
"Nggak apa-apa. Kan saya sudah di sini sekarang."
"Tapi kan kalau kamu pulang aku sendirian di rumah ini. Nggak ada teman..."
Aji meletakkan sendok juga garpunya di atas piring ketika ia menyelesaikan sarapannya. Pria itu minum terlebih dahulu.
"Kan masih ada saya yang jaga kamu. Kamu masih ragu ya?"
"Maaf, bukan begitu maksudku."
"Nggak apa-apa. Saya bisa mengerti kok. Saya nggak bisa paksa kamu buat ikut saya kembali ke rumah lama kita. Tapi saya akan tetap menunggu."
Qia berdiri. Berjalan mengitari meja kemudian memeluk pria itu. Aji yang masih dalam posisi duduk menjadi lebih pendek dan membalas pelukan Qia tak kalah eratnya.
"Mas Aji ... aku mau kok balik ke rumah lama sama kamu lagi. Aku sudah memikirkan ini sejak aku kembali. Pagi, siang, malam, aku mencoba mempertimbangkan semuanya. Masa lalu kita memang buruk banget. Tapi aku sudah mengerti sekarang. Nggak ada gunanya buat aku menyalahkan keadaan.. Dan hal yang paling aku butuhkan saat ini adalah bagaimana bisa memulai semuanya dengan benar sama kamu lagi."
"Qia ..."
Qia mengecup puncak kepala Aji sekilas.
"Mas Aji, aku masih sangat sayang kamu."
Aji mendorong kurisinya ke belakang. Menggendong Qia di kedua tangannya. Tatapannya yang tajam membuat Qia sedikit gugup. Qia mengalungkan tangannya di belakang leher Aji dan memberikan pria itu sebuah senyum malu-malu.
"Hari ini kamu liburkan?" tanya Aji ingin memastikan.
"Iya."
"Bagus."
Aji mengangguk puas mendengar jawaban Qia. Pria itu tak memperdulikan Jade yang berkeliaran di sekitar kakinya. Pria itu bergegas membawa Qia kembali ke kamar. Mengunci kamar karena tidak ingin diganggu.
***
Adegannya di skip yaa, aku belum mahir buatnya okeyyy....
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...