Aneh, setelah aku bangun dari tidur keduaku, tubuhku terasa lebih segar dan tak ada lagi rasa nyeri yang melanda. Padahal aku berharap demamku tak kunjung hilang karena dengan itu aku memiliki alasan untuk tidak bergabung dengan pertemuan Persit. Mas Aji sampai rela memberikan jaketnya agar aku tidak masuk angin. Oh iya, kami berkendara dengan motor scoopy-ku. Sampai di rumah aku segera mandi air hangat dan mengenakan seragam hijau.
Setelan ini sudah kuterima sedari sebelum kami menikah dan mengurus pernikahan dulu. Aku mematut diriku di cermin dan sudah terlihat layak untuk memperkenalkan diri. Jika aku diizinkan, aku sangat ingin menjadi anggota pasif, bukan anggota yang aktif dalam berkegiatan seperti ini tapi apa daya sebagai istri seorang perwira sudah menjadi kewajiban bagiku untuk ikut terjun berorganisasi.
Sebentar dulu, ketika kami berdua keluar dari rumah aku mengintip ke rumah tetangga sebelah dan terlihat kosong. Shit, jangan bilang disana nanti ada Mara. Aku menepuk jidatku merasa semakin malas untuk bergabung. Mas Aji sudah mengeluarkan motornya dan mau tidak mau aku naik di belakangnya. Sepanjang jalan aku hanya bisa merenung berharap tiba-tiba turun hujan deras dan aku kembali sakit.
Kami melewati rumah horor yang pernah Mas Aji ceritakan dan tiba-tiba saja aku merasa merinding. Mas Aji membawaku ke sebuah rumah dinas kosong yang dialih fungsikan sebagai markas kantor ibu-ibu persit. Dulu semasa aku masih kecil, aku cukup sering bermain ke sini ikut mama tapi sekarang sudah tidak lagi. Mungkin ada beberapa wajah yang kukenal karena beberapa dari mereka juga sering berkunjung ke rumah untuk melakukan arisan di rumah kami.
Keadaan rumah masih sangat kosong, hanya dua orang saja di sana. Dan salah satunya adalah ... Mara. Aku masih dongkol sama perempuan itu. Gara-gara dia aku sampai kehujanan dan demam semalaman.
"Kenapa kelihatan nggak semangat gitu?" tanya Mas Aji membuatku menoleh ke arahnya.
"Ada Mara," jawabku singkat.
Aku menutup mataku ketika Mas Aji mulai mengucapkan petuahnya yang sudah berkali-kali kudengar sedari tadi pagi. "Kamu harus bisa bergaul dengan semua orang tanpa kecuali, Qia. Mereka akan menjadi keluargamu juga dan salah satunya Asmara. Coba lupakan kebencian yang ada dan kalian bisa menjadi teman. Saya dan Yusuf sudah berteman semenjak kami dari Akademi, dia sudah layaknya saudara sendiri bagi saya."
Aku memang tak pernah bercerita detail tentang pertikaianku dengan Mara karena menurutku itu sangat kekanak-kanakkan. Meskipun begitu aku juga tak bisa berubah menyukai perempuan itu dalam semalam. Belum saja suamiku ini tahu kalau yang buat istrinya sakit semalam adalah Mara, istri dari sobat karibnya sendiri. Walaupun aku nggak suka pake banget sama Mara tapi Mas Yusuf adalah orang yang baik dan aku juga nggak mau Mas Aji jadi musuhan sama Mas Yusuf gara-gara kami, aku dan Mara, tak bisa akur.
"Iya ... iya ....," jawabku dengan cemberut.
"Saya dapat kabar, papamu sudah pulang dari Jawa Timur, jadi kemungkinan mamamu juga akan bergabung. kamu disini bukan lagi sebagai anak Pangdam tapi sebagai seorang istri perwira, saya ingatkan untuk--" Kuletakkan telunjuk pada bibirnya agar berhenti berbicara.
"Paham, nggak usah diulang-ulang begitu."
Kulepaskan jari telunjukku dari bibirnya dan berhasil membuat pria itu terdiam sepenuhnya. Aku mengorek telingaku dengan jari kelingking. Telingaku rasanya sedikit gatal akibat mendengar nasihat dari Mas Aji yang terus diulang-ulang. "Kalau begitu saya tinggal." Aku melambaikan tanganku seraya mengusirnya.
Setelah melihat Mas Aji pergi dengan motornya, sekali lagi aku merapikan pakaianku. Kuucapkan salam. Satu per satu ibu-ibu persit datang dan aku dengan rajin memperkenalkan diriku kembali meskipun hampir semuanya telah mengenaliku. Sebisa mungkin aku akan menghindari interaksi dengan Mara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomantikQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...