Chapter 36

93.6K 10K 606
                                    

Third's POV

Qia memeluk mama dan mama mertua yang ikut mengantarkannya ke bandara. Semua orang sudah menunggunya dengan antusias, begitu juga Qia yang sedari tadi tak hentinya membicarakan rencananya kepada kedua wanita tersebut.

Sang mama merasa bangga akan kekuatan anaknya yang berhasil bangkit dari masa-masa kelam itu. Melihat senyum lebar Qia membuatnya merasa terharu. Tapi sejujurnya, ia sedikit tak rela membiarkan putri satu-satunya pergi ke tempat yang tak diketahui.

Namun sebagai seorang mama, ia tidak bisa menahan putrinya untuk mendekam terus di kamar. Selain itu passion Qia yang begitu kuat, membuat wanita itu juga percaya bahwa anaknya melakukan ini dengan baik.

Sekarang dirinya telah membuka mata lebar. Putrinya masih sangat muda. Tidak adil untuk Qia jika ia menahan diri terus sedangkan dunia di luar sangat luas. Jika ini yang membuat putrinya bahagia, ia tidak akan bersikeras lagi.

Sebagai seorang tua, dirinya selalu merasa bahwa apa yang ia pilihkan untuk Aqilla pasti selalu yang terbaik. Namun kejadian di masa lalu mengajarkannya bahwa mungkin ... mungkin saja jika putrinya tidak mengenal pria itu, putrinya tak perlu melalui masa kelamnya.

Itu hanyalah sebuah pemikiran egois yang ia miliki.

"Hati-hati ya sayang, nggak ada yang ketinggalan kan?"

"Enggak, Ma. mama tenang saja, sudah Qia cek ulang semua."

"Bagus, yang penting jaga kesehatan kamu dulu. Kalau diri sendiri nggak bisa dijaga bagaimana mau bantu orang lain kan?"

Qia mengangguk dan segera pamit untuk segera berangkat. Melihat punggung putrinya yang berjalan menjauh membuatnya sedih. Akan tetapi segera senyumnya terukir tipis, saat melihat seorang pria yang datang berkali-kali ke rumahnya membantu Qia membawakan tasnya.

Anak itu bernama Axel. Sangat jelas jika anak itu menyimpan perasaan untuk Qia. Namun putrinya itu telah menutup hatinya rapat-rapat. Ia tidak ingin lagi memaksa. Ia ingin memberikan kesempatan Aqilla untuk melakukan semuanya atas keputusannya sendiri. Tidak lagi dengan paksaan.

Qia berangkat dengan tekad yang kuat. Dengan teliti ia memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai prosedur. Ia menoleh ke samping dan melihat Asmara yang tertidur lelap di kursinya. Matanya awas menatap lautan yang ia lewati. Diam-diam dia menelusuri garis pantai dengan seksama, seperti mencari sesuatu yang ia tahu pasti tak akan pernah ia temukan.

Jantungnya berdebar kencang dari ratusan kilometer di atas muka air, itu adalah pulau tujuannya. Rasanya aneh, berkali-kali ia mengikuti kegiatan kemanusiaan tapi tak pernah dirinya merasa senang, tak sabaran sekaligus takut seperti ini.

Jam masih menunjukkan pukul dua belas siang saat pesawat berhasil landing dengan selamat. Dua truk pengangkut barang dikerahkan. Satu truk untuk barang bawaan para relawan dan yang lainnya membawa para relawan. Meski pun ia adalah salah satu penanggung jawab dalam kloter in tapi Qia tidak memperlakukan temannya dengan kaku. Ia merangkul semua temannya dengan baik. Mereka adalah sesama kawan perjuangan kemanusiaan.

Qia melihat salah satu influencer yang sudah memulai membuat video untuk video vlognya. Qia menghindar ketika gadis itu memperkenalkan stau per satu teman relawan lain. Qia tidak suka wajahnya terlihat di video orang lain. Sejak kejadian duu, Qia menjadi orang yang lebih private. Bahkan semua postingan di media sosialnya sudah dihapusnya.

"Maaf ya, Qi. emang agak ribet sih anaknya," ujar Axel meminta maaf karena merasa bersalah sudah mengajak temannya tersebut.

"Nggak apa-apa kali, kak. Wajar dong, itu kan pekerjaannya dia." Qia sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Ia menjanjikan exposure untuk kegiatan ini guna lebih banyak masyarakat Indonesia yang tahu akan kondisi terkini korban bencana. Selain itu pembukaan donasi juga akan lebih lancar akan adanya exposure yang diberikan oleh Caitlyn melalui instagramnya.

Suck It and See (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang