Acara ulang tahun Kodam IV semakin menyita waktuku saja. Mas Aji tampak tak peduli dengan aku yang kelelahan mengatur jadwal kuliah dan pertemuan ibu-ibu persit. Niat awal untuk pulang setiap hari kamis sore harus diubah menjadi bolak-balik kampus setiap dua hari sekali karena ada tambahan jadwal bimbingan skripsi yang sering kali suka ditentukan sesuka hati oleh kedua dosen pembimbingku. Belum lagi aku menyesuaikan diri dengan tugas dari mata kuliah reguler yang dosennya sama sekali tak memberi kemudahan padahal kami ini adalah mahasiswa tingkat akhir.
Lusa adalah hari-h acaranya. Aku akan sibuk dari pagi hingga malan. Dimulai dari jalan pagi bersama keluarga besar TNI. Dilanjutkan acara perlombaan untuk umum dan diakhiri oleh do'a bersama di lapangan pada malam harinya. Dan semua yang menyiapkan acara tersebut adalah kami ... para istri.
BAH!
Aku kembali tersadar dari lamunanku kala Jade, kucing kami, melompat ke pangkuanku minta untuk dielus-elus. Sedang asyiknya aku berleha-leha, pintu rumah diketuk tanda ada tamu. Tak mungkin Mas Aji, karena pria itu pasti langsung masuk saja. Baru aku mau bangun tetangga sebelah muncul membawa dua lembar kertas yang dilipat. Sepertinya undangan.
"Undangan siapa, nih?" tanyaku. Kubaca nama pemilik acara dan aku hampir tersedak akibat terkejut.
"Daniel SMP kita," jawabnya. Aku menoleh melihat hujan yang turun di siang hari. Hm ... kok perasaanku nggak enak ya?
"Ini seriusan undangan Daniel Prayoga? Perasaan aku sudah lama saling contact."
Daniel Prayoga dulu pernah satu SMP denganku juga Mara. Kami berhenti berhubungan karena masuk ke SMA yang berbeda. Bahkan setelah munculnya berbagai jenis media sosial mulai dari facebook, twitter hingga instagram kami bahkan tak saling mengikuti atau berteman. Mungkin saja jika tidak membaca nama lengkapnya aku sudah lupa pernah punya teman yang namanya Daniel Prayoga.
"Kok bisa kamu dapat undangan dari dia?"
"Aku nggak kayak kamu, ya. Meskipun kami sudah beda SMA atau beda jalan hidup aku masih berteman sama dia di media sosial. Dia juga udah tahu kok kalau kamu sudah nikah dan jadi tetanggaku."
"Pasti kamu ngomong-ngomong, ya!"
Mara mengedikkan bahunya seakan tak memperdulikan protesku. "Kamu nggak bilang kalau statusmu adalah rahasia." Aku mendengkus kesal berharap Ma\ra segera kembali ke rumahnya agar oksigen di rumahku ini tak lagi terkontaminasi olehnya.
"Terus dia emang sengaja buat undang aku gitu?"
"Yaiyalah, mau lama nggak saling kabar kalian juga pernah jadi teman dekat kan?" Aku memicingkan mataku meminta Mara untuk menjaga omongannya.
"Tapi kan kita nggak bisa datang. Lusa ada acara."
"Bisa kok, acaranya Daniel jam satu siang dan jalan sehat maksimal jam sebelas selesai. Terus kita izin saja untuk lomba untuk umum."
Alisku mengerut bimbang. Hm, sebenarnya aku sangat ingin pergi ke acara pernikahan Daniel. Bukan karena aku ingin bernostalgia, aku ingin bertemu lagi dengan Daniel untuk saling meminta maaf saja selain itu aku juga ingin mengucapkan selamat atas keputusannya untuk menikah. Dan benar kata Mara, kami berdua cukup dekat dulu. Atau mungkin bisa dibilang dia adalah gebetanku saat SMP dulu?
Maklum zaman segitu masih terjebak oleh cinta monyet.
Meskipun keinginanku tinggi namun aku tidak yakin Mas Aji mau untuk datang ke acara tersebut. Pria itu pasti akan menyuruhku untuk tetap bersama ibu-ibu persit.
"Kayaknya Mas Aji nggak bakal mau izin untuk datang, deh," ujarku pesimis.
"Kenapa? Sudah tanya memangnya?" Aku hanya menggeleng kemudian Mara berdecih membuatku semakin kesal. "Apa susahnya sih tanya dulu. Pesimis amat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...