Chapter 33

97.4K 9.4K 690
                                    

Setelah kepergian Mas Aji untuk menjalankan tugas negara, sesekali mama mertua dan papa mertua mengunjungiku untuk sekedar bertanya kabar. Awalnya aku berniat untuk mandiri, menunggu Mas Aji di rumah. Tapi ternyata hamil di minggu-minggu awal adalah sesuatu yang sangat sulit dilakukan.

Dua hari sendirian saja, aku mengalami mual yang sangat hebat. Padahal sebelumnya aku tidak pernah seperti ini. Selama ada Mas Aji semuanya baik-baik saja. Dan bersamaan dengan kata dokter jika kandungan lebih lemah, mama dan papa memaksa untuk aku tinggal bersama mereka. Dan minggu depan adalah jadwal bimbinganku. Pak Ian, sopir papa yang akan antar jemput aku untuk setiap kebutuhan kuliah.

Karena Mara juga ditinggal oleh Mas Yusuf, aku dan dia jadi sering melakukan semuanya berdua. Tentu diantar dengan Pak Ian. Kami mendaftar yoga untuk ibu hamil bersama, belanja, hingga ke dokter untuk periksa sama-sama. Tentu dengan diantar oleh Pak Ian. Sayangnya, dokter bilang kondisi janinku cukup lemah jadi aku disuruh untuk istirahat lebih banyak.

Aku sangat merasakannya, kehamilanku ini benar-benarlah berat, tak seperti Asmara. Mual di pagi hari menjadi rutinitasku. Badan terasa sakit tak kuat untuk melakukan pekerjaan berat. Bahkan hari pertama tanpa Mas Aji, aku tak bisa berdiri karena sangat pusing. Untung mama dan mama mertua selalu ada untukku. Aku tidak bisa membayangkan tersiksanya aku yang tinggal sendirian.

Saat aku sedang bergulir pada layar ponsel, tiba-tiba dorongan dari perutku kembali datang. Aku segera berlari ke arah kamar mandi dan mengeluarkan semua sarapanku. Tiba-tiba saja bau parfum kamarku terasa sangat kuat sehingga perutku terasa mual. Suara tapak kaki berjalan cepat ke arahku. Kalau sudah begini pasti mama kembali khawatir.

"Kamu mual lagi, Sayang?" tanya mama yang berdiri di belakang punggung. Memegangi rambut sambil mengusap punggungku.

Sebuah rutinitasku akhir-akhir ini.

"Iya, Ma. Pusing banget."

"Mama panggil Pak Ian. kita ke rumah sakit lagi ya?"

"Nggak usah, Ma. Baru juga dua hari yang lalu aku sama Asmara check up. Kan dokter bilang aku cuma butuh istirahat sama rutin minum vitamin yang dikasih."

"Tapi kalau begini terus mama khawatir, Qia" Mama membantu membopong tubuhku kembali ke tempat tidur.

"Ma, kayaknya aku mual gara-gara parfum ruangan deh. Di hidungku nyengat banget baunya."

Mama melihat parfum ruangan kemudian meminta pekerja rumah untuk menurunkan parfum tersebut.  Jendela kamar juga dibuka agar aku kembali mendapatkan udara segar. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur.

Mbak yang membantu di rumah membuatkan teh hangat dan mama menemaniku meninggalkan entah apa yang ia kerjakan sebelumnya.

“Mama tahu kalau setiap perempuan memiliki kondisinya maisng-masing. Tapi mama nggak tega lihat kamu selemas ini setiap hari.”

Aku hanya tertawa kecil melihat mama yang khawatir.

“Duh, mana papamu dapat panggilan mendadak lagi. Minggu depan waktu papa pulang, kita harus liburan biar kamu bisa istirahat di tempat yang lebih baik.”

“Iya iya … tunggu papa pulang aja.”

Papa sendiri dipanggil ke pusat dua hari yang lalu. Katanya ada urusan genting jadi di rumah hanya ada aku dan mama juga mbak serta Pak Ian.

"Ya udah, sekarang tidur lagi saja. Harus benar-benar istirahat. Ini baru dua minggu Aji pergi kan? Kamu harus kuat sampai Aji pulang."

“Iya, Ma.” jawabku dengan memberikannya senyum simpul agar mama tidak perlu khawatir lagi.

Aku memejamkan lagi mataku, memang nyaman rasanya tapi aku tidak sampai tertidur. Badanku masih sangat terjaga karena memang sekarang masih pukul sembilan pagi.

Suck It and See (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang