Qia ragu untuk memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Aji pun hanya diam memperhatikan istrinya sembari berbaring di atas tempat tidur. Ia tahu kalau sebagian dari hati istrinya itu ingin pergi tapi sisanya juga tak ingin pergi. Aji bangkit dari rebahannya membantu melipat beberapa pasangan kemeja milik Qia.
"Mas sama anak-anak bakal baik-baik aja, kamu nggak usah khawatir."
"Kalau itu sih aku percaya tapi aku nggak bisa ninggalin rumah seminggu tanpa pengawasan. Yakin kamu bisa masakkin untuk anak-anak? Jangan kamu kasih mie instan terus loh."
"Kan bisa beli dari luar? Cuma seminggu kan?"
"Apa perlu aku suruh mama atau papa nginap sini aja? setidaknya untuk bantu awasi makanannya anak-anak."
Aji menggeleng, "Nggak usah ngerepotin mama sama papa, kan Mas sudah sering kamu tinggal juga."
"Tapikan biasanya paling lama cuma tiga hari dan itu pun aku sudah siapin di kulkas. Kalau seminggu Anne sama si kembar makan apa?"
"Kan bisa beli di luar, sayang ...."
Qia menghela napas bingung, stok makanan yang sudah ia buat paling lama bisa bertahan tiga hari tapi wanita itu tidak yakin makanan akan habis dalam waktu tiga hati. Terakhir kali ia pergi, Aji telepon stok makanan habis dalam sehari dimakan oleh Anne.
"Kalau Anne aku nggak terlalu khawatir soalnya dia apa aja bisa makan. Kalau si kembar itu yang suka pilih-pilih makanan yang bikin aku khawatir."
"Qi ... kamu itu bicaranya seakan-akan Mas nggak ada fungsinya."
Wanita itu tertawa kecil memberikan kecupan singkat pada pipi suaminya sebagai tanda minta maaf. Aji menarik Qia mendekat, alis wanita itu naik turun memberikan 'kode' pada suaminya. Lesung pipi Aji muncul menyukai ide Qia.
"Mama! Aku mau bantu lipat baju!" Teriak Genta berlari masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk, Gana mengekor santai di belakang.
Qia dan Aji saling menjauh, si kembar langsung menempatkan diri di antara mama dan papanya. Genta memilih duduk di atas pangkuan Aji, diambilnya sepasang kaos kaki milik Qia untuk dilipat.
"Mama tenang saja ... aku akan bantu papa di rumah ini. Kapten Magenta Midelt Wirya siap bertugas selama mama pergi membantu orang-orang di luar sama!"
Qia mencubit pipi Genta gemas, "Makasih sayang, kalau Komandan Argana Biru Wirya bagaimana? mau bantu papa juga?" tanya Qia, anak itu mengangguk pelan dan tersenyum menyombongkan deretan gigi sehatnya.
"Aku bakal pantau Kak Anne, kali ini dia enggak boleh ngehabisin makanan sendirian." Qia dan Aji tertawa mendengar tugas yang akan Gana emban. Qia tersenyum bahagia melihat dua malaikat kecilnya itu, bisa dibilang kehamilan si kembar ini cukup sulit karena saat itu Aji harus pergi ke Maroko selama dua bulan. Dua nama mereka pun diambil dari nama dua kota di Maroko yakni Argana dan Midelt dengan masing-masing warna favorit Aji dan Qia, Magenta serta Biru.
Anne yang baru bangun merasa rumah sangat sepi padahal masih pukul sepuluh pagi. Sepengetahuannya, sang mama akan pergi menjadi relawan di Lombok selama seminggu tapi berangkatnya pukul empat sore nanti bersama Tante Mara.
"Ma? Mama?" panggilnya pada ruang kosong. "Pa? Papa?" Sampai di teras pun ia tak melihat siapa pun, bahkan dua tuyul yang sering berkeliaran di rumahnya juga tak tampak kali ini. Ia mencari mamanya di dapur juga tak membawakan hasil. Telinga tajamnya mendengar suara teriakan Genta dari kamar mama dan papanya, otomatis kakinya berjalan ke arah sana. DI dalam ia melihat mamanya sedang bersiap-siap.
Anne menghela napas dan ikut memposisikan dirinya di belakang Qia, dipeluknya Qia dengan erat membuat Qia tertawa.
"Kamu kenapa sih, Ne?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...