Chapter 37

95.1K 10.7K 1K
                                    

"Dimas? Rafael?" Qia berlari cepat meninggalkan Mara dan Axel kebingungan.

Ditinggalkannya sepeda tersebut hingga jatuh ke atas pasir. Ia tidak tahu pasti apa yang mengakibatkannya seperti ini. Apakah ini halusinasi atau kenyataan? Axel ikut berlari panik ke arah Qia. Qia melupakan tujuannya untuk mencari tempat lapang untuk digunakan posko darurat.

Mara yang bingung memicingkan matanya untuk melihat dua orang yang berdiri di dekat bibir pantai.

"Dimas! Rafa!!!" Ia berteriak keras agar dua orang itu melihatnya. Kedua pria yang dipanggilnya membelalakkan matanya terkejut saat seorang wanita menubruk tubuh mereka, memeluk keduanya erat dengan hampir membuat mereka terjungkal ke belakang.

"Dimas ... Rafa ..." Qia merasa tubuh yang dipelukan sangat padat. Mereka nyata. Itu bukanlah mimpinya atau pun halusinasinya. Rasa panik tadi tidak membuatnya berhalusinasi. Nafansya terasa berat. Kedua tangannya mencengkeram lengan Dimas dan Rafael dengan sangat kencang.

Napas Qia memburu akibat antusiasme yang dirasakannya, ia melepaskan pelukan agar Dimas dan Rafael melihatnya.

"Bu-Bu-Bu Kapten," jawab mereka tergugu.

"Kalian ... kalian ... " Tak ada kalimat yang bisa ia ucapkan. Qia masih terkejut dengan apa yang dilihatnya. Air matanya turun tanpa diperintah. Sudah lama ia mencoba beranjak dari masa lalu. Tapi ... Qia baru sadar apa yang terjadi. Dilihatnya Dimas dan rafael yang terlihat begitu sehat. Sama sekali tidak ada luka yang terlihat.

"Tapi bagaimana bisa kalian sampai sini dan baik-baik saja? Kalian selamat dari tenggelamnya kapal? Kenapa kalian nggak pulang? Orang tua kalian sangat khawatir .... Kalian bisa minta tolong orang di sini untuk pulang. DImas, Rafa ... sebenarnya apa yang terjadi?"

Dimas dan Rafa tertunduk. Bertemu dengan Qia di sini sama sekali tak terpikirkan oleh mereka.

"Dimas? Rafa?" panggil Mara yang akhirnya bisa menyusul Qia mendekat.

Kali ini giliran Mara yang memeluk erat keduanya. Qia masih mencoba mencari alasan yang paling masuk akal mengapa Dimas juga Rafael bisa ada di sini? Lalu jika mereka selamat, mengapa mereka tidak segera melapor untuk pengembangan pemeriksaan? Dan sejauh apa pun Qia mencari alasan, tak satu pun yang bisa menjawab pertanyaannya.

Lalu apa yang dilakukan DImas dan Rafael di sini? Dengan seragam yang sama dan tak ada luka sedikit pun.

"Dimas, kejadian tahun lalu itu ... nggak benar-benar terjadi kan?" tanya Qia penuh selidik.

Dimas masih belum berani menjawab pertanyaan wanita di depannya. Mara ikut menginterogasi Dimas. Mara menginterogasi keduanya dnegan lebih keras. Axel ikut maju melepaskan cengkeraman mara pada kerah seragam Dimas.

"Apa maksudnya nggak terjadi?" tanya Mara dengan nada tinggi.

"Maaf," Hanya itu yang bisa Dimas juga Rafael katakan.

"Mas Aji juga ... ada di sini?" tanya Qia dengan suara bergetar.

Kali ini Rafael yang mengangguk. Melihat Rafael mengkonfirmasi keberadaan Aji, Mara juga merangsek maju untuk menanyakan hal yang sama. Rafael kembali memberikan jawaban yang sama.

Qia merasa tertohok. Ia mengalihkan pandangan dari dua orang di hadapannya. Tubuhnya berbalik saat ia mulai merasakan genangan air mata yang memaksa merangsek keluar.

Qia mulai merasakan tangannya kembali bergetar. Kepalanya terasa berputar. Kabar barusan menjadi tombol trigger sendiri bagi Qia. Dengan emosi yang selama ini ia tahan, wanita itu mendorong Mara menjauh dan menampar Dimas dengan keras.

Kini giliran Axel menarik Qia menjauh. Satu tamparan tak bisa meluapkan emosinya. Axel khawatir akan kondisi Qia. begitu juga Mara tapi kabar aneh yang tak sengaja mereka temui justru membuat Mara tak bisa melakukan apa-apa.

Suck It and See (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang