Qia terbangun dengan perut berbunyi, jika diingat-ingat seharian ini sama sekali tak ada makanan yang menyentuh perutnya. Ia sibuk seharian dan baru tertidur pukul sembilan malam setelah ada relawan lain yang menawarkan untuk membantu Qia.
Dilihatnya jam tangannya yang menunjukkan pukul empat pagi. Pasti semuanya sedang beristirahat sekarang. Qia keluar untuk mencari sisa makanan jika ada. Sambil berjinjit, Qia berjalan keluar melewati beberapa teman wanitanya yang sudah tertidur di dalam tenda. Tak lupa Qia merapikan selimut milik Mara yang ada di sampingnya.
Tepat di luar tenda, Dimas, Rafael dan dua pria warga setempat duduk mengelilingi api unggun. Tak ada keberadaan Aji membuat Qia sedikit lega. Mereka terlihat sangat sibuk dengan pembicaraan mereka.Saat Qia ingin pergi tanpa bersuara, keberadaan Qia dilihat oleh DImas.
"Mbak Qia! Bu Kapten! Sini!" panggil Dimas menyuruhnya mendekat.
Qia ingin pergi dari sana. Masih tidak ingin terlibat oleh orang-orang itu tapi saat Qia akan berbalik, Dimas berdiri dan memegangi kedua pundak Qia kemudian menyertainya untuk ikut bergabung ke api unggung. Rafael mengangkat ikan yang sedang mereka bakar membuat Qia semakin merasa lapar. Dimas meletakkan bajunya di tanah guna bisa diduduki oleh Qia.
"Eh, nggak usah."
"Biar bajunya nggak kotor, di sini air bersih masih susah. Nanti kalau kotor cuci bajunya juga sulit," ujar Dimas sambil mendorong Qia untuk duduk di tempat yang sudah ia persiapkan.
"Te-terima kasih," jawab Qia dengan canggung.
Rafael sudah menyediakan ikan bakar untuk Qia. Sepiring penuh ikan diberikan oleh Rafael tepat ketika Qia duduk. Qia semakin tidak enak dibuatnya. Namun karena perutnya sudah lapar, Qia pun mengalah dan menerima piring berisikan ikan bakar tersebut dengan senang hati.
"Makan yang banyak ya, Mbak. Pasti laper banget seharian nggak makan."
Mata wanita itu berbinar senang mendapatkan perhatian tersebut. Ia menyisihkan beberapa duri, tanpa sadar seseorang datang duduk di sampingnya dengan sepiring nasi putih di tangan.
"Mau tambah nasi?"
Qia sedikit terkejut karena Axel muncul tiba-tiba dan duduk dengan begitu dekat. Qia menerima sepiring nasi hangat yang dibawakan oleh Axel.
"Terima kasih nasinya. Kak Axel belum tidur?"
"Belum lah, nggak bisa aja, tenda cowok pengap banget."
Dimas melihat tingkah Axel yang bisa dibilang terlalu perhatian pada istri atasannya tersebut. Seandainya saja Sang Kapten berada di sini pasti sudah patah leher pria sok kegantengan itu. Dimas hanya diam, tidak mencoba memisahkan keduanya karena ingat bahwa hubungan kapten dan istrinya sedang tidak baik-baik saja.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja Dimas memikirkan Aji, orangnya sudah muncul dengan empat ekor ikan di tangan. Langkahnya terhenti saat melihat istrinya duduk di samping pria lain selain dirinya.
Aji berdehem sekilas agar Axel melihatnya. Setelah mendapatkan perhatian Axel, pria itu memberikan kode agar Axel mengikutinya. Tak mendapatkan respon, Aji membuka suara, "Axel, bisa berbicara sebentar?"
"Hm?" Tak hanya Axel, semua orang terutama Qia mengangkat alis terkejut.
"Ikut saya sebentar."
Ia memberikan ikannya pada Dimas, melirik sekilas Qia yang juga menatapnya bingung. Hembusan nafas panjang ia hembuskan tatkala wanita itu kembali mengalihkan pandangannya.
Axel mengekor ke arah reruntuhan rumah warga. Saat dirasa tak ada orang, Aji menghentikan langkahnya. Ia membalik badannya dan menatap pria di hadapannya dengan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomantiekQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...