Chapter 5

161K 15.5K 2K
                                    

Tubuhku bergerak ke kiri dan kanan melihat pantulan cermin di depan. Demi membuat seorang Aji merasa illfeel padaku aku harus merelakan sisa uang jajan untuk membeli dress ketat yang panjangnya bahkan tidak sampai lutut. Aku benar-benar merasa risih karena ini adalah pertama kalinya aku menggunakan pakaian seminim ini. Berkali-kali aku mencoba menarik bagian bawahnya untuk menutupi pahaku tapi pada akhirnya sia-sia.

Sial, setelah aku mengenakannya kini aku merasa jijik dengan diriku sendiri? Tadi malam aku berniat untuk menyelesaikan masalah ini dengan dewasa? Dan aku yakin, mengenakan pakaian seperti ini bukan cara orang dewasa menyelesaikan masalahnya.

Aku segera membuka lemari kembali untuk mencari pakaian yang lebih normal. Tapi sebelum aku berganti ponselku bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk.

Dari: Aji
Saya sudah di lobi.

Ah, bodo amat! Aku kembali menutup lemariku dan turun dengan percaya dirinya.

Keluar dari lift aku bisa melihat punggung lebarnya dengan balutan kaos hijau khas militer. Apakah orang ini tidak ada pakaian lain selain pakaian militernya? Memangnya kita mau makan di mana? Di barak? Ia membuatku merasa salah kostum!

Aji menoleh dan aku bisa lihat dia tidak menyukai pakaian yang kukenakan. Yes! Satu poin untuk Qia!

"Halo, Ji!" sapaku akrab dengan menggunakan namanya.

Terbiasa dengan aku menyebut namanya seperti Aji sudah tidak risih lagi. Kali ini justru ia bertanya tentang pakaianku. "Ada apa dengan pakaianmu?" tanyanya setelah meneliti singkat dress yang aku kenakan.

"Kenapa dengan pakaianku?"

"Kamu terlihat tidak nyaman, mungkin kamu mau ganti dulu? Saya bisa tunggu."

"Nggak kok, aku nyaman. Ayo!"

"Tapi ...." Kutarik tangannya kemudian kuselipkan tanganku di antara lengannya layaknya seorang pasangan. Ia terlihat risih karena beberapa kali mencoba melepaskan kaitan tanganku tapi aku aku adalah anak yang keras kepala. Saat kaitan tangan kami terlepas segera kugandeng kembali membuat Aji menghela napas dan membiarkanku menggandengnya...

Seperti biasa, sikap gentle pria itu bukan main. Ia membukakan pintu mobil untukku tapi tenang saja, iman seorang Qia tidak akan layu hanya karena sikap seperti itu. Butuh usaha lebih besar dari ini jika ingin meluluhkanku.

"Kita mau makan di restoran mana?" tanyaku saat kami telah duduk di dalam mobil.

Aji tak menjawab pertanyaanku, ia mengambil jaket loreng hijaunya di jok belakang. Diciumnya sebentar, mungkin untuk mengecek apakah bau atau tidak, lalu dilampirkan di atas kakiku.

"Kamu selalu berpakaian seperti ini?" tanyanya, aku berdehem untuk kembali fokus.

"Iya, kenapa? Ada masalah?" Aku harus mengacungi dua jempol pada usahaku agar terdengar tak gugup.

Jawaban yang pria itu lontarkan cukup mengejutkan. "Nggak ada, hanya saja style kemarin lebih cocok untuk kamu." Aku berdehem agar tidak gugup.

Aku tertunduk melihat pakaianku yang sangat kelewatan itu. Jujur, ini pertama kalinya buatku merasa malu dengan pakaian yang aku kenakan. Bukan karena ketat dan pendeknya melainkan karena Aji saja tahu bahwa ini bukanlah aku yang sesungguhnya. Aku sedikit menyesal karena tidak jadi ganti tadi saat masih di apartemen.

Aku memilih diam dan menikmati lagu dari band rock asal Inggris yang cukup kusukai. Aku tersenyum saat pembawa radio tengah melontarkan guyonan tentang menjadi diri sendiri. Kemudian lirik lagu kembali mengalun dan aku ikut berdendang dengan suara yang sangat kecil.

Suck It and See (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang