"Terima Kasih, Dokter."
"Sama-sama, Qia. Istirahat yang cukup untuk beberapa hari ini. Kalau besok panasnya belum turun segera bawa ke rumah sakit buat kita tes lab." Aku hanya nyengir. Aku tahu kalau tes lab itu pakai ambil darah segala dan kalau ambil darah harus menggunakan suntik. Amit-amit, ini aku demam cuma gara-gara kehujanan sore-sore doang, kok.
Mas Aji mengangguk paham mendengarkan nama-nama obat yang Dokter Bams sebutkan.
"Kalau begitu saya kembali dulu. Selamat malam, Aqilla." Aku melambaikan tanganku saat Dokter Bams meninggalkan kamar. "Selamat malam juga, dokter. Hati-hati di jalan," ujarku.
Aku merebahkan tubuhku yang terasa nyeri. Beberapa saat kemudian Mas Aji muncul dan menyentuh dahiku. "Tunggu sebentar, saya belikan bubur dulu ya buat minum obat." Aku hanya mengangguk kemudian kembali tidur. Bisa kurasakan Mas Aji merapikan selimut yang kugunakan. Aku menenggelamkan wajahku saat kurasa wajahku semakin panas ketika Mas Aji mengacak rambutku pelan. Mungkin ini salah satu efek demam.
Tubuhku terasa berguncang. Aku tak tahu berapa lama aku tertidur. Perlahan kesadaranku mulai kembali dengan mata yang terasa berat.
"Makan ini dulu." Mas Aji sudah kembali dengan semangkuk bubur di tangannya dan tenggorokanku rasanya sangat panas membuatku tak ada nafsu makan.
"Nanti aja, nggak nafsu makan."
Aku merengut kesal saat Mas Aji mengangkat tubuhku yang lemas ini untuk duduk tegak. Aku hanya bisa mendesah ketika pria itu menumpuk banyak bantal dibalik punggungku dan aku pun bersandar mencoba untuk tidur lagi. Kurasakan wajahku disentuh oleh telapak tangannya. Aku menahan tangan Mas Aji untuk tidak pergi kemana-mana karena tangannya terasa sangat dingin.
"Ayo, makan dulu habis itu minum obat biar bisa tidur lagi."
Aku tak punya tenaga untuk berdebat jadi aku hanya bisa menggeleng sebagai jawabanku. Makan bisa nanti-nanti, tubuhku rasanya remuk semua jadi aku butuh tidur. Aku berdecak kesal ketika sensasi dingin di pipiku hilang. Ternyata Mas Aji telah menarik tangannya dan ia mengambil sesendok bubur kemudian disodorkannya di depan mulutku. Jadinya, mau tidak mau aku harus membuka mulut.
"Padahal kamu sendiri yang bilang ke saya untuk jaga kesehatan karena sekarang sedang pancaroba. Malah sekarang kamu yang sakit."
Aku tak membalasnya. Untuk menelan bubur saja aku sudah malas apalagi berdebat akan hal yang nggak penting. Aku cukup tersentuh akan kesabaran pria di hadapanku ini. Ia begitu sabar menunggu aku menelan bubur di dalam mulutku.
Kalau saja di depanku saat ini adalah mama, seluruh isi mangkuk itu sudah habis sedari lima menit yang lalu. Selain itu telingaku harus mendengarkan rentetan petuah yang kalimatnya terus diulang-ulang.
He is a good man. Setelah kutelusuri fitur wajahnya, pria itu terlihat jauh-jauh-jauh lebih tampan dari jarak sedekat ini. Aku jadi senyum-senyum sendiri, mungkin sedikit salah tingkah karena ada pria tampan yang sedang mengasuhku. Hehee, aku benar-benar merasa malu kalau diingatkan kembali bagaimana sikapku menolak Mas Aji saat papa memintaku menikah dengan pria ini.
"Ada yang lucu?" tanyanya. Aku menerima suapan terakhir dan tetap diam. Aku hanya bisa tersenyum lebar tanpa berniat menyampaikan isi hatiku. Kuhabiskan segelas air putih kemudian minum dua jenis pil obat.
"Sudah? Mau tidur lagi?" tawarnya dan aku pun mengangguk. Ternyata tertidur di saat perut penuh adalah sesuatu yang menyenangkan. Tak butuh waktu lama untuk aku terlelap menuju dunia mimpi.
Mungkin ini hanya halusinasi di mimpiku. Aku merasakan seseorang duduk di dekat kepalaku. Aku jadi merindukan sosok papa. Beliau selalu mengusap kepalaku semalaman jika aku sedang sakit. Atau mungkin Mas Aji menelepon papa dan bilang kalau aku sedang sakit? Ah, rasanya nyaman sekali saat kepalaku diusap begini. Benar, papa mungkin sedang datang berkunjung karena aku bisa merasakan seseorang mengecup puncak kepalaku. Makasih, Mas Aji sudah memanggil papa di saat aku sedang sakit seperti ini. Aku pun meluruhkan semua kesadaranku seutuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck It and See (Complete)
RomanceQia dijodohkan dengan Aji, seorang tentara angkatan darat yang sifatnya sungguh berkebalikan dengannya. Meskipun dituntut untuk segera beradaptasi dalam menjalankan peran barunya, gadis itu pantang menyerah dalam mempertahankan kebebasannya. *** Men...