18. Rafaell

3.5K 345 32
                                    

Rafaell berdiri didepan pintu mansion nya, ditatap datar pintu yang besar dan elegan itu. Terlihat sangat indah sampai-sampai mampu menutup luka yang dia alami selama ini.

Rafaell tersenyum miris, dia menarik napasnya dan menghembuskan pelan. Dia mengatur setiap tarikan dan hembusan napas untuk mengurangi rasa takut dan gugupnya.

Dia tau apa yang akan terjadi, dia telah berbuat kesalahan kali ini. Dia bolos saat jam pelajaran berlangsung dan pulang larut malam. Perlahan tapi pasti dia memberanikan dirinya membuka pintu tersebut dan melangkah masuk kedalamnya.

Matanya terus menatap waspada tiap sudut ruangan, sempat terbesit perasaan heran dalam benaknya. Kenapa mansion ini terlihat gelap? Kenapa hening sekali? Apa ayah dan abangnya sedang keluar? Ahhh pertanyaan-pertanyaan itu bersarang dalam benaknya sekarang.

Seperti seorang maling yang memanfaatkan keadaan, Rafaell melangkah tanpa suara kearah kamarnya.

"Kenapa baru pulang?"

Suara itu berhasil menghentikan langkah seorang Rafaell. Tubuh Rafaell seolah-olah membeku, dia tidak dapat menggerakan nya lagi. Jantungnya berdegup kencang, dapat dia rasakan jika perasaan takutnya lebih mendominasi daripada rasa terkejutnya.

Perlahan dia membalikan badannya dan melihat sang ayah menatap nya datar. Disamping sang ayah ada sang abang yang baru saja menyalakan lampu hingga membuatnya melihat jelas semua isi mansion, dan posisi berdiri ayah dan abangnya.

Gugup dan takut Rafaell rasakan bersamaan, seolah siap menerima sakit Rafaell memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan sang ayah.

"Da- dari rumah sakit ay-ayah" gugup Rafaell, padahal dirinya sudah menyiapkan mental sebelum menjawab pertanyaan sang ayah.

Axal menatap datar sang anak, dia mengangkat satu alisnya dan meneliti penampilan sang anak yang terlihat kotor dan berantakan.

"Apa seperti ini keadaan seseorang yang baru pulang dari rumah sakit?" tanya Axal sekali lagi.

Rafaell menelan ludahnya kasar, sungguh dia benci perasaan takut ini, seolah udara disekitar nya menipis, dan karena seakan ingin menghirup rakus udara tersebut menyebabkan dadanya sakit, dan tenggorokan nya tercekat. Lidahnya keluh bahkan hanya untuk menjawab pertanyaan sang ayah.

Kejadian saat Gabriell dan Archiell yang dipeluk ayahnya serta Gallen yang dipeluk sang bunda terputar dalam benaknya bak kaset rusak. Interaksi Archiell, Gabriel, dan Anggara dengan abang-abangnya berhasil menggantikan perasaan takutnya menjadi perasaan miris.

Dirinya benar-benar iri dengan mereka semua, dia ingin disayang, dia ingin dipeluk, dia ingin merasakan hangatnya sebuah Keluarga. Jika bisa dia ingin sekali saja, cukup sekali saja ayah dan abangnya menyayanginya, bahkan jika mereka berpura-pura dihadapannya pun dia akan ikut masuk dalam sandiwara mereka. Setidaknya dia bisa merasakan kasih sayang dari ayah dan abangnya itu, walaupun dia tahu dia hanya anak haram dari ketidak-sengajaan yang dilakukan sang ayah, tapi bukankah dia juga berhak disayangi.

Rafaell tersenyum miris, air matanya jatuh tanpa ijin saat dia menyadari hal itu tidak akan terjadi. Lagi-lagi dadanya sesak, tenggorokan nya sakit, susah! Sangat susah baginya hanya untuk sekadar menarik dan menghembuskan napas nya. Badannya bergetar menahan suara tangisnya, dia menunduk dalam menyembunyikan wajahnya dari sang ayah dan abang.

Aksa yang melihat Rafaell tersenyum miris dengan air mata yang terus berjatuhan mengeraskan rahangnya. Perlahan dia mendekati Rafaell.

Seperti orang yang memiliki trauma, Rafaell yang menyadari sang abang mendekat langsung bergerak mundur dengan cepatnya, tangannya bergerak seolah ingin melindungi diri.

Archiel & Gabriello [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang