01

38.6K 2.8K 60
                                    

Happy Reading

Kaki mungil Elio melangkah meninggalkan bus yang ia tumpangi. Elio sedari dulu lebih sering memakai angkutan umum atau bersepeda ketika berangkat sekolah. Ia enggan berangkat dengan sopir, karena jika begitu, maka Elio akan satu mobil dengan Nio dan mamanya. Elio muak mendengar mamanya selalu membandingkan dirinya dengan kakak angkatnya itu.

Elio berjalan ke arah gerbang tinggi yang memagari area sekolah barunya. Elio memandang takjub bangunan megah di depannya. Sekolahnya ini benar-benar berbeda dengan sekolah-sekolahnya yang dulu. Setelah puas memandangi sekolah barunya, ia lantas melangkahkan kakinya memasuki gerbang. Elio mengedarkan pandangannya, ia terlihat kebingungan.

Brukk...

Tubuh kecilnya tidak sengaja menabrak seorang remaja jangkung yang terlihat lebih tua darinya. Remaja yang ditabrak Elio berdecak.

"Shhhtt...sakitt," ringis Elio karena dirinya terjatuh.

Remaja yang menabrak Elio tadi hanya diam tanpa ada niatan untuk membantu. Tubuhnya yang gagah membuat lelaki itu tidak terjatuh meski ditabrak cukup keras oleh Elio, sebaliknya justru Elio lah yang terjatuh karena tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Woii, bantuin dong..enak banget ya kamu udah nabrak malah diam aja kayak patung, nggak punya hati nurani banget," omel Elio. Tangannya mengusap-usap pinggangnya yang sedikit nyeri. Remaja lelaki bername tag Sabian Albiru D. itu hanya menatap datar Elio yang masih terduduk di atas paving.

Karena merasa tidak ditanggapi, Elio pun berdiri, kemudian mendongak dan menatap tajam pelaku yang sudah membuatnya jatuh.

"Heh kamu, kalau berdiri jangan di tengah jalan dong, emang ini punya nenek moyang kamu apa," cerocos Elio.

Murid-murid di DHS hanya menatap pertikaian kedua remaja berbeda usia itu. Namun sebagian besar dari mereka menatap Elio miris karena sudah berani membentak Sabian, yang notabenenya adalah anak dari pemilik sekolah. Padahal anak-anak di sana akan melakukan seribu satu cara agar tidak berurusan dengan lelaki datar itu.

Tak jarang Sabian akan menggunakan kekuasaannya untuk membalas orang-orang yang sudah membuat masalah dengannya. Murid-murid DHS khawatir jika Elio, yang mereka simpulkan adalah murid baru akan mendapat masalah besar karena berurusan dengan Sabian. Terlebih melihat tubuh mungil serta wajah imut Elio membuat mereka tidak tega apabila remaja itu menjadi samsak kemarahan seorang Sabian.

Kembali ke Elio

Remaja itu masih terus mengomeli Sabian, bahkan sesekali mengeluarkan umpatan tanpa memedulikan suasana di sana yang semakin mencekam. Sabian mengeraskan rahangnya ketika remaja mungil di depannya itu berani mengumpati dirinya. Ia mengepalkan tangannya untuk mengatur emosi yang bisa kapan saja meledak.

Tanpa basa-basi tangan besar Sabian meraih lengan Elio dan menariknya entah kemana. Elio yang terkejut tentu saja memberontak. Ia memukul tangan Sabian berkali-kali berharap lelaki itu akan kesakitan dan melepaskan cekalannya. Namun apalah daya, pukulan tangan mungil itu bahkan tidak memberikan efek apapun pada Sabian.

"Woii lepasinn...ihh denger nggak sih babii..." umpat Elio kesal.

Sabian menulikan pendengarannya. Ia terus melangkah dengan menggeret Elio, hingga akhirnya mereka sampai di rooftop sekolah.

"Ihh lepas sakit..." lirih Elio yang suaranya mulai serak karena terus berteriak dan lengannya yang memerah karena cengkeraman Sabian yang tidak main-main. Sabian yang tersadar dari perbuatannya pun melepaskan cekalan tangannya. Ia mendudukkan tubuh Elio di atas sofa yang ada di rooftop tersebut, sementara dirinya berjongkok di depan Elio. Tangan besar Sabian mengusap pergelangan tangan Elio yang terlihat memerah sesekali ditiupnya lengan mungil itu.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang