Happy Reading
Samuel dan Mario masih menunggu dokter yang tengah memeriksa Liana.
Tap..tap..tap..
Ricko datang seraya mendorong kursi roda milik Jean. Putra sulung Samuel itu disarankan oleh dokter agar memakai kursi roda terlebih dahulu sampai jahitan di perutnya benar-benar kering.
Ceklek...
Dokter yang menangani Liana keluar, ia menatap Keluarga Wijaya dengan tatapan rumit.
"Bagaimana dok?" tanya Samuel.
Dokter tersebut menghela napasnya, "Mohon maaf tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun Tuhan berkehendak lain. Racun yang ada di tubuh nyonya sudah menyebar hingga organ-organ vital termasuk jantungnya. Sekali lagi kami mohon maaf, tapi nyonya tidak bisa diselamatkan," ujar sang dokter dengan suara pelan.
Samuel maju dan mencengkeram jas milik dokter itu, "Jangan bercanda!" sentaknya.
Sang dokter berusaha tenang, "Maaf tuan saya tidak bercanda. Nyonya tadi sempat henti jantung beberapa kali, dan akhirnya nyonya memilih untuk menyerah," tutur sang dokter.
"Suster tolong catat waktu kematian pasien," ujar Dokter. Samuel segera menerobos pintu ruang ICU dan menemukan istrinya yang terbaring kaku. Para suster mulai melepaskan alat-alat penopang hidup yang ada di tubuh Liana.
"JANGAN DI LEPAS SIALAN...ISTRIKU MASIH HIDUP..." teriak Samuel kalap. Ia bahkan mendorong para suster yang tengah menjalankan tugasnya itu.
"JANGAN DI LEPAS SAYA BILANG..." bentak Samuel kembali. Para suster itu tentunya takut kepada Samuel.
Mario masuk ke dalam dan menarik lengan Samuel, "Apa yang kau lakukan!" sentaknya.
"Pah Liana masih hidup, dia pasti bertahan pah, mereka juga ngapain mau lepasin alat-alat itu," ujar Samuel kesal.
Mario menghela napasnya, "Sam.. tolong ikhlaskan, kamu juga nggak mau kan lihat Liana selalu kesakitan," ujar Mario.
Samuel menatap tajam ke arah papanya, "Enggak pah...Liana nggak mungkin ninggalin aku, dia udah janji sama aku..."
Samuel melepas cekalan Mario dan mendekati Liana. Ia memeluk tubuh dingin sang istri.
"Sayang...ayo bangun hikss...katanya kamu janji mau ngurus cucu kita suatu saat nanti, tapi kenapa kamu ingkar," lirih Samuel.
"LIANA BANGUNNN..." teriak Samuel.
"SAMUEL..." Mario menarik anaknya itu ke dalam pelukannya. Ia tahu apa yang dirasakan oleh anaknya karena ia pernah mengalaminya. Jean dan Ricko mematung menatap mamanya. Mereka benar-benar syok, tidak tahu lagi apa yang harus mereka katakan saat melihat mamanya yang terbujur kaku.
"Mama..." lirih mereka. Ricko membantu Jean untuk mendekat ke arah Liana. Ricko memeluk tubuh mamanya, sementara Jean memegang tangan Liana yang terasa dingin.
"Hikss...m..mama bangun, mama jangan tinggalin Ricko, Ricko bentar lagi lulus loh mah, Ricko mau mama sama papa datang di kelulusan Ricko, mahh hikss...bangun..." Ricko menangis tersedu-sedu. Jean pun sama halnya, ia benar-benar sedih saat mengetahui adiknya yang lumpuh dan sekarang ia harus menelan fakta jika mamanya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"M..mama, hikss...jangan tinggalin abang mah, katanya mama mau lihat abang pakai toga, kenapa mama malah pergi hikss...mama ayo bangun..." lirih Jean. Mario menatap ke arah keluarga anaknya dengan sendu. Ingin sekali ia menangis, ia sedih melihat keluarga anaknya yang menjadi berantakan seperti ini.
'Tuhan kenapa harus seperti ini?' batin Mario.
***
Pemakaman Liana dilakukan di esok hari. Ricky sudah mengetahui jika mamanya meninggal. Remaja itu bahkan sampai mengamuk. Mengapa ia harus dihadapkan dengan kenyataan seperti ini. Sekarang keadaannya lumpuh ditambah dengan kabar mamanya meninggal. Ingin sekali Ricky menyusul sang mama, namun ia juga tidak mau meninggalkan keluarganya. Mereka pasti akan bertambah sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
Teen FictionBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...