Happy Reading
Sabian masih asyik memeluk Elio. Mereka saat ini sudah berada di dalam mobil sport milik Sabian dengan Elio yang berada di pangkuan pemuda itu. Sabian menghirup aroma bayi yang menguar dari tubuh Elio.
"Ishh...abang belum jawab pertanyaan aku yang tadi loh," kesal Elio.
"Pertanyaan yang mana hm?" tanya Sabian.
"Ih itu loh ya tadi, El kan nanya abang kok udah pulang dari Thailand, katanya seminggu kok cuma 5 hari?" tanya Elio. Sabian mengeratkan pelukannya di pinggang Elio karena anak itu terus bergerak.
"Hm emang kamu nggak seneng kalau abang pulang lebih cepat?" ujar Sabian.
Elio memiringkan kepalanya, "Seneng kok, seneng banget malahan, soalnya El udah kangen banget sama abang hehe..."
Sabian gemas, ia kembali mengecupi wajah Elio.
"Abang juga kangen banget sama adek abang ini. Kebetulan pekerjaan abang sudah selesai, jadi bisa pulang deh," jelas Sabian. Elio manggut-manggut.
"Terus abang kok bisa tahu kalau El ada di sini?" heran remaja mungil itu. Sabian menghela napas, mengingat hal itu membuatnya kesal. Mengapa Elio harus pindah ke sini? Apa ia harus pindah juga?
"Abang kok malah ngelamun," Elio menepuk pipi Sabian dengan pelan membuat pemuda itu tersadar.
Ia menatap wajah Elio, "Kenapa?" tanyanya dengan nada sedikit datar.
"Hah, kenapa apanya bang?" tanya Elio tak paham.
"Kenapa kamu pindah ke sini gitu aja, kenapa kamu nggak ngasih tahu abang?" nada Sabian semakin datar membuat Elio takut. Aura Sabian itu sangat menakutkan menurutnya. Melihat remaja di pangkuannya itu ketakutan, Sabian pun melembutkan wajahnya.
"Adek, jawab pertanyaan abang, kenapa kamu bisa pindah ke sekolah ini, bahkan beasiswa kamu juga dicabut?"
Elio bingung bagaimana menjawabnya.
"Emm..ada sesuatu yang bikin El harus pindah ke sini, tapi maaf El belum bisa kasih tahu ke abang, maaf ya.." Elio menunduk. Sabian menghela napas, ia mengangkat dagu Elio agar menghadap ke arahnya.
Sabian tersenyum tipis, "Nggak apa-apa, abang ngerti kok, kalau kamu udah siap cerita, abang akan selalu jadi pendengar yang baik buat kamu, jangan pendam semuanya sendirian okey!"
Mata Elio berkaca-kaca, ia sungguh beruntung bertemu dengan sosok Sabian. Elio memeluk leher Sabian dengan erat. Sabian mengelus punggung Elio sesekali mengecup surai Elio dengan lembut.
"El sayang abang Al.." cicit Elio.
Sabian melebarkan senyumnya, "Abang juga sayang banget sama El,"
Sabian berjanji pada dirinya untuk mencari tahu tentang Elio lebih dalam. Ia merasa ada banyak hal yang disembunyikan oleh anak itu. Ia hanya ingin melindungi Elio. Ia tidak mau kehilangan lagi.
"Ke rumah abang yuk, abang masih kangen loh, sekalian ambil oleh-olehnya," ujar Sabian. Elio awalnya ingin mengiyakan, namun ia teringat sesuatu. Ia harus ke rumah sakit untuk mengambil hasil pemeriksaan yang kemarin. Ia jadi bingung, jika ia menolak pasti Sabian akan curiga.
"Dek!" panggil Sabian membuat Elio terkesiap.
"Hah kenapa bang?" tanya Elio.
"Ayo ke rumah abang, ya please!" pinta Sabian dengan memelas. Elio akhirnya mengangguk. Untuk hasil labnya mungkin akan ia ambil setelah pulang dari rumah Sabian, toh ini juga masih sore. Sabian berseru senang, ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Elio masih berada di pangkuannya. Awalnya remaja itu meminta untuk duduk sendiri, namun Sabian menolak, ia mengatakan jika belum puas memeluk Elio. Elio pun hanya pasrah saja, ia juga merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
أدب المراهقينBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...