50

38.3K 1.8K 33
                                    

Happy Reading

Dokter yang menangani Ricko keluar dari ruang ICU. Keluarga Wijaya segera mendekat.

"Dok bagaimana keadaan anak saya?" tanya Samuel dengan raut wajah khawatir yang kentara.

Dokter itu menghembuskan napasnya, "Mohon maaf tuan, untuk saat ini keadaan tuan muda Ricko sangat kritis. Tuan muda saat ini membutuhkan donor darah dengan segera, namun darah yang sesuai dengan tuan muda sedang habis di rumah sakit ini," jelas sang dokter.

"Ambil darah saya dok!" sahut Jean karena golongan darahnya sama dengan sang adik. Dokter itu mengangguk kemudian menyuruh Jean untuk mengikutinya. Elio merasa lemas saat mendengar kakaknya itu kritis. Ia kembali menangis sesenggukan seraya bergumam mengatakan maaf. Samuel, Mario, dan Ricky berusaha menenangkan Elio.

Samuel mendekap anak bungsunya itu, "Shhtt...sayang dengerin papa, shtt...jangan nangis, kenapa kamu harus meminta maaf hm?" tanya Samuel. Ia benar-benar tidak tega melihat Elio menangis meraung-raung seraya menggumamkan kata maaf.

"Hikss...mm..maaf pah hikss, maafin Elio, g...gara-gara Elio k..kak Ricko jadi kayak gini hiks...maaf," lirih Elio. Keluarganya tentu merasa bingung dengan ucapan Elio.

"Shhttt..boy tenang ya, jangan minta maaf terus, coba kamu cerita kejadian yang sebenarnya, biar kita paham," sahut Mario.

Dengan sesenggukan, Elio mulai menceritakan kejadian sebelum Ricko mengalami kecelakaan. Keluarganya mendengar cerita itu dengan seksama. Mereka tidak marah dengan Elio, mereka tahu Ricko menyelamatkan Elio karena rasa sayang pemuda itu. Toh Elio juga pasti tidak ingin kejadian seperti ini menimpanya.

"Udah ya sayang jangan nangis, jangan minta maaf terus. Papa dan yang lain nggak akan marah, itu bukan salah Elio kok. Ini takdir, jadi jangan menyalahkan diri kamu terus. Kak Ricko ngelakuin ini karena dia sayang sama kamu, okey...berhenti nangisnya ya, nanti sesak loh kamu," ujar Samuel berusaha menenangkan Elio. Lama-kelamaan Elio tertidur di pelukan Samuel karena sedari tadi menangis.

"Bawa ke mansion aja Lionya, biarin dia tidur di sana. Sekalian gantiin baju Lio, banyak darah gitu," ujar Mario. Samuel mengangguk, pria paruh baya itu segera membawa Elio pulang.

"Kabarin keadaan Ricko pah!" ujar Samuel yang diangguki oleh Mario.

Di sisi lain...

Rama dan anak-anaknya tengah kelimpungan karena Elio tak kunjung pulang. Rama tadi berniat menjemput Elio, namun anak itu sudah tidak berada di sekolah. Pria itu menyesal karena harus menghadiri rapat di perusahaannya, sehingga ia terlambat menjemput Elio.

"Yah, gimana ini El belum pulang juga, apa kita perlu lapor polisi?" ujar Devian cemas.

Rama mengingat sesuatu, "Bentar!" Rama mengeluarkan ponselnya, pria itu ingat jika ia memasang pelacak di kalung Elio. Mata Rama membulat ketika melihat lokasi Elio, ia sangat tahu persis lokasi itu di mana. Melihat ayahnya terdiam, anak-anak Rama mengernyitkan dahinya.

"Kenapa yah?" tanya Sabian.

"E..El ada di mansion Wijaya," ujar Rama dengan terbata.

"APA?" teriak anak-anak Rama bersamaan. Mereka tentu saja terkejut. Terlebih Sabian, pemuda itu takut Elio akan diambil alih oleh keluarga kandungnya.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang