48

28.8K 1.8K 22
                                    

Happy Reading

Elio dan keluarga Delion sudah sampai di bandara Indonesia. Keluarga terpandang itu dikawal oleh banyak bodyguard demi keselamatan mereka. Elio sedikit gugup ketika menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Elio menggelengkan kepalanya saat semua kenangan buruk mulai menghinggapi otaknya. Elio menghembuskan napasnya kemudian tersenyum kecil. Netranya memandang jauh ke depan.

'Aku kembali, bagaimana kabar kalian, apa kalian masih membenciku?' batin Elio sendu. Remaja itu tidak mengetahui apa yang sudah menimpa Keluarga Wijaya setelah ia diusir dari mansion.

Rama menatap anaknya itu, kemudian mengusap surai kecoklatan milik Elio. Setelah selesai menjalani operasi, dokter menyarankan agar Elio melakukan treatment rambut agar rambutnya cepat tumbuh. Dan kini rambut Elio sudah tumbuh lebat seperti sedia kala. Bahkan rambut itu terlihat lebih sehat dan terawat dari sebelumnya.

"Kamu baik-baik aja kan baby?" tanya Rama saat melihat raut sendu milik Elio. Elio tersenyum kecil dan mengangguk.

"Kamu siap kan?" tanya Rama lagi.

"Iya El siap kok yah, bukankah setiap masalah harus kita hadapi, kalau kita mundur kita pengecut dong," balas Elio. Rama tersenyum bangga melihat Elio. Remaja itu selalu memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari umurnya.

"Yaudah yuk pulang, abang udah pegel nih pingin rebahan," sahut Devian. Mereka pun segera pulang menuju mansion Delion menggunakan mobil keluarga mereka. Sesampainya di mansion, mereka segera pergi ke kamar masing-masing karena sudah merasa lelah.

Malam harinya...

Keluarga Delion sudah berkumpul di ruang makan, kecuali Elio. Remaja kecil itu sepertinya masih tidur. Rama pun menyuruh Sabian untuk membangunkan Elio.

Ceklek..

Sabian masuk ke dalam kamar Elio dan menemukan anak itu yang masih bergelung dengan selimut tebalnya. Sabian menggelengkan kepalanya. Ia mendekat ke arah Elio dan tersenyum kecil saat melihat Elio yang begitu imut ketika tertidur. Ya meskipun menurutnya Elio itu selalu imut, namun keimutannya akan bertambah saat anak itu tidur, bangun tidur atau saat menangis.

Sabian heran dengan adiknya ini, padahal umurnya sudah 15 tahun, tapi mengapa wajah dan tubuh Elio tidak seperti umurnya. Bahkan Elio masih terlihat seperti anak SD. Sabian mengusap pipi gembul adiknya. Ia bersyukur adiknya sembuh dan sekarang adiknya itu dalam keadaan sehat. Pipi gembul Elio kembali, tubuhnya pun tak sekurus yang dulu meskipun tetap saja mungil. Bekas luka di tubuh Elio juga sudah menghilang karena perawatan yang diberikan oleh keluarga Delion tidak main-main.

"Dek bangun yuk," Sabian berbisik di telinga Elio. Remaja mungil itu menggeliat, namun bukannya bangun, Elio malah menarik selimutnya. Sabian mendengus geli, ia tersenyum kecil lalu mulai mengecupi seluruh wajah Elio.

"Sayang ayo bangun, makan malam dulu," ujar Sabian. Elio menggeliat tak nyaman saat wajah dikecupi oleh Sabian.

"Eunghh abang.." lirih Elio. Mata anak itu perlahan terbuka.

"Ayo bangun, ayah sama abang yang lain udah nunggu loh di bawah," ujar Sabian lembut. Elio menatap Sabian dengan muka bantalnya. Sungguh menggemaskan di mata Sabian.

"Abang gendong ya, yuk!" Sabian mengangkat Elio ke dalam gendongan koalanya. Pemuda itu membawa Elio ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Sabian juga membantu Elio untuk mengganti bajunya dengan piyama bergambar beruang yang sedikit kebesaran di tubuh mungil itu.

"Kamu kok mini size banget sih dek, ini perasaan abang belinya udah 1 tahun yang lalu," heran Sabian.

Plak...

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang