17

25K 1.9K 61
                                    

Happy Reading

Elio keluar dari ruangan Dokter Erik dengan langkah gontai. Ia kembali teringat dengan perkataan dokter muda itu.

Flashback on...

Elio masih terus terdiam, membuat Dokter Erik merasa tidak nyaman. Ia juga merasa iba dengan anak di depannya ini, padahal umurnya masih begitu muda, namun mengapa ia harus mendapatkan cobaan seperti ini.

"Hah..Lio seperti yang kamu baca di kertas itu. Leukemia Limfoblastik Akut bukan penyakit yang bisa dianggap sepele. Leukemia jenis ini berkembang dengan sangat cepat dan agresif. Tapi jangan khawatir, dokter yakin kalau kamu mau berjuang, kamu pasti bisa sembuh," jelas Dokter Erik. Elio hanya mendengarkan dengan saksama.

"Saat ini perkembangan sel kankernya masih berada dalam stadium 2, masih ada waktu jika kamu mau rajin berobat. Saya minta maaf sebelumnya karena saya tidak bisa membantu banyak. Saya hanya dokter umum di sini. Tapi saya mempunyai kenalan seorang dokter spesialis kanker. Saya sudah memberi surat rujukan kepadamu di dalam map itu. Jadi saya minta besok kamu temui teman saya itu," sambung Dokter Erik.

"Baik dok," balas Elio.

"Oh iya jangan lupa kasih tahu keluarga kamu. Ini bukan demam yang bisa sembuh begitu saja, jadi saya mohon jangan menyembunyikan penyakit kamu dari keluarga, mengerti," pesan Dokter Erik.

"I..iya dok saya ngerti kok," balas Elio. Ia berbohong, tentunya ia tidak akan mengatakan apapun kepada keluarganya, toh mereka tidak akan peduli dengannya kan? Bukankah jika ia pergi nanti keluarga akan senang? Pembunuh ini akan mati, tentu keluarganya akan senang.

Elio kemudian berpamitan kepada Dokter Erik setelah mengucapkan terimakasih.

Flashback Off...

Elio segera memasukkan stopmap tadi ke dalam tasnya. Ia kemudian berjalan ke arah parkiran. Ternyata sopir keluarga Delion masih menunggunya. Sesampainya di mansion, Elio segera masuk ke dalam. Dan seperti dugaannya, keluarganya tengah berkumpul di sana.

Plakk...

Samuel tiba-tiba menghampirinya dan menampar pipinya hingga memerah. Papanya itu menatapnya nyalang.

"APA YANG KAMU LAKUKAN SAMPAI PULANG MALAM SEPERTI INI SIALAN.." bentak Samuel. Tubuh Elio bergetar, ia benci dengan suara keras, terutama petir dan suara bentakan.

"Setelah kamu biarin Nio ke toilet sendirian dan membuatnya jadi jatuh, kamu malah enak-enakan main di luaran sana sampai malam, KAMU NGGAK INGAT APA PERMINTAAN PAPA HAH," rahang Samuel mengeras.

"Pah, Lio tadi udah nawarin Nio buat antar ke toilet sekolah, tapi dianya yang nggak mau pah," bantah Elio.

"Bohong pah, Nio sendiri kok yang bilang kalau lo malah mau makan di kantin daripada nemenin Nio ke toilet," sahut Ricky dengan tangan terkepal.

"Mama nggak nyangka kalau kamu seperti ini Lio. Nio itu kakak kamu, apa segitu nggak sukanya kamu sama dia sampai-sampai disuruh ngejagain kakak kamu aja kamu nggak mau," sahut Liana yang tengah duduk bersama Nio di sampingnya.

"Jadi gara-gara lo adek gue sampai kambuh iya!" Jean ikut menyahut. Ia tadi mendapat kabar dari Ricky jika Nio terjatuh di toilet dan asmanya kambuh, ia merasa marah.

"Ikut papa!" Samuel kembali menyeret Elio. Kali ini bukan di gudang, melainkan di taman belakang. Samuel mengambil sebuah cambuk lalu ia mengambil tas milik Elio dan melemparnya begitu saja. Ia mulai memukul tubuh anaknya dengan cambuk tersebut tanpa belas kasihan.

Ctarr...

Ctarr...

"A..ampun pah..sakit..L..Lio minta maaf pah..a..ampun.." Elio bahkan sampai bersujud di depan Samuel karena tidak kuat menahan rasa sakit akibat cambukan tersebut.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang