12

28.1K 2.3K 17
                                    

Happy Reading

Jantung Ricko berdegup kencang kala melihat adik kecilnya meringkuk di gudang dengan darah yang begitu banyak di punggungnya. Ia memegang bahu Elio dan menghadapkan wajah Elio kepadanya. Ia kembali terkejut mendapati wajah sang adik yang kotor dengan darah yang berasal dari hidungnya. Tanpa banyak bicara Ricko mengangkat tubuh sang adik ke dalam gendongannya.

'Ya Tuhan...ringan sekali..' batin Ricko. Ia segera berlari ke luar mansion seraya berteriak memanggil sopir.

"PAKK...PAK IMANN...PAK IMANN SIAPIN MOBIL..." teriak Ricko. Bi Asih mengikuti dari belakang, wanita itu masih sesenggukan. Pak Iman, sang sopir, yang mendengar teriakan tuan mudanya segera berlari ke arah garasi dan mengambil mobil. Ricko segera memasuki mobil diikuti oleh Bi Asih yang duduk di sebelah Pak Iman. Dengan tubuh yang sedikit bergetar, remaja itu memeluk tubuh sang adik.

"Ke rumah sakit terdekat, cepat!" titah Ricko. Mengapa ia tidak menyarankan adiknya agar dibawa ke rumah sakit keluarga Wijaya? Jawabannya adalah karena rumah sakit itu letaknya cukup jauh dari mansion, ia tidak mau adiknya kenapa-napa.

"Baik Den.." Pak Iman segera mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, namun ia tetap berhati-hati. Di kursi belakang, Ricko tampak khawatir dengan keadaan Elio meskipun wajahnya hanya datar-datar saja. Ia merasakan sedikit basah di area tangannya yang memeluk punggung Elio. Sepertinya luka Elio akan terus mengeluarkan darah jika tidak segera diobati. Bayangkan berapa banyak darah yang keluar dari tubuh Elio sedari pagi, bahkan saat ini sudah sore.

Ricko mengambil tisu basah yang ada di mobil. Ia membersihkan wajah Elio yang kotor akan darah. Tak lama kemudian mereka sampai di Rumah Sakit Pelita. Ricko berlari ke arah UGD dengan berteriak. Beberapa suster segera menghampiri Ricko seraya mendorong brankar rumah sakit. Ricko meletakkan tubuh sang adik di atas brankar, lalu mengikuti sang suster yang akan masuk ke UGD.

"Mohon tunggu di luar tuan," ucap Si Suster. Ricko hanya menurut. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu depan UGD.

"Bi Asih sama Pak Iman pulang aja, biar saya yang jaga Lio," ucap Ricko.

"E..enggak tuan, s..saya mau menjaga tuan kecil," balas Bi Asih sedikit terbata karena efek menangis. Sementara Pak Iman, lelaki itu memilih untuk kembali ke mansion karena ia harus menjemput sang nyonya.

Di dalam ruangan UGD..

Elio kini tengah di periksa oleh seorang dokter. Di tengah pemeriksaannya, Elio sadar. Ia meringis merasakan perih di area punggungnya. Remaja itu dibaringkan dengan posisi miring dengan selang infus di tangan kirinya.

"Shhh..." desis Elio. Sang dokter pun menyadari jika pasiennya ini telah sadar.

"Adek..bisa dengar dokter?" tanya sang dokter.

"B..bisa dok," balas Elio.

Dokter mengangguk, "Sabar ya..ini tinggal sedikit kok," balas sang dokter dengan tangan yang sibuk di punggung Elio. Luka cambukan Elio tidak begitu dalam sehingga tidak perlu dijahit. Selesai mengobati Elio, sang dokter mulai memeriksa tubuh Elio yang lain. Elio kembali terserang demam. Saat masih diperiksa, Elio kembali mimisan. Sang dokter yang bernametag Erik itu membantu Elio membersihkan darahnya.

"Adek sering mimisan seperti ini?" tanya Dokter Erik. Elio mengangguk kecil.

"Apa yang dirasakan kamu akhir-akhir ini?"

"S..saya sering sakit kepala dok, terus mudah capek padahal nggak ngapa-ngapain, badan juga kadang nyeri," jelas Elio.

"Memang kenapa ya dok? Apa saya sakit parah?" tanya Elio. Dokter Erik sedikit tidak yakin dengan diagnosanya, ia memilih untuk melakukan pemeriksaan darah kepada Elio.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang