Happy Reading
Opa Elio datang bersama dengan twins. Raut wajah mereka menunjukkan kekhawatiran.
"Gimana Liana sama cucuku?" tanya Opa Elio, Mario Wijaya. Tadi dirinya baru sampai di kediaman putra tunggalnya itu, namun ia hanya mendapati cucu kembarnya. Para maid mengatakan jika sang majikan sedang berada di rumah sakit karena Liana jatuh dari tangga. Alhasil Mario buru-buru menyusul ke rumah sakit keluarga mereka diikuti oleh si kembar.
"Masih di dalam pah," balas Samuel.
"Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Mario dengan nada datar.
Samuel menunjuk Elio dengan tatapan bengis, "Dia..DIA YANG SUDAH MENDORONG ISTRIKU!"
"B...bukan hikss..bukan Lio.." Elio mencoba melakukan pembelaan.
"Kalau bukan kamu siapa lagi, jelas-jelas aku lihat kamu yang ada di belakang mama dan terlihat mendorong mama, kamu pikir aku buta," sahut Jean. Saat Elio ingin berbicara, pintu ruangan UGD dibuka.
"Gimana dok keadaan istri dan anak saya?" tanya Samuel tak sabaran.
"Maaf tuan kira harus melakukan operasi sekarang juga, bayi yang ada di dalam kandungan nyonya mengalami benturan yang sangat keras sehingga harus dikeluarkan secepatnya," jelas sang dokter.
Samuel mengangguk cepat, "Lakukan yang terbaik untuk keduanya!" titah Samuel.
"Baik tuan, mari ikut saya untuk menandatangani persetujuan operasi," dokter tersebut pergi diikuti oleh Samuel. Tak lama kemudian, Samuel dan dokter tadi kembali dan segera membawa Liana ke ruang operasi. Butuh beberapa jam hingga operasi selesai. Keluarga Wijaya tidak dapat menyembunyikan keresahan mereka terutama Elio.
'Tuhan tolong selamatkan mama dan dedek bayi..' batin Elio.
Pintu ruang operasi terbuka. Dokter yang menangani Liana terlihat beberapa kali menghela napas.
"Bagaimana dok, menantu dan cucu saya selamat kan?" tanya Mario. Dokter tersebut menatap Mario kemudian beralih menatap Samuel.
"Mohon maaf tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun kami hanya bisa menyelamatkan nyonya, sementara bayinya tidak bisa diselamatkan. Benturan keras yang dialami nyonya sangat fatal, hal tersebut membuat bayinya tidak terselamatkan," papar dokter.
"A...apa?" lirih Samuel.
"Maaf tuan, kalau begitu saya pamit terlebih dahulu," dokter tersebut meninggalkan keluarga Wijaya yang masih terdiam. Padahal keluarga Wijaya amat menantikan kelahiran si bungsu, namun Tuhan berkehendak lain.
"KAMU, PASTI GARA-GARA KAMU KAN ADEK AKU MENINGGAL, IYA KAN?" teriak Ricky kecil pada Elio.
Elio lagi-lagi hanya bergetar ketakutan, "Hiks..bukan..bukan Lio,"
"Sudah, sebaiknya kita urus pemakaman baby," suara Mario terdengar sangat dingin. Sehari setelah pemakaman, Liana sadar. Ia menangis dan marah. Ia ikut menyalahkan Elio atas peristiwa yang menimpa dirinya.
Sejak saat itu keluarganya sedikit tak acuh dengan Elio, hanya opanya yang masih mencoba berpikir rasional. Namun opanya itu harus kembali ke rumahnya yang berada di Australia.
Kata-kata yang sering keluar dari mulut keluarganya benar-benar menyakiti hati kecil Elio.
Satu tahun setelah kematian kejadian itu, tepatnya saat Elio berumur 8 tahun, Samuel dan Liana pulang dari panti asuhan dengan membawa seorang anak laki-laki. Anak tersebut lebih tua dari Elio, yang tak lain adalah Zenio Allen.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
Teen FictionBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...