Happy Reading
Elio masih bermanja-manja dengan Sabian di kantin. Tadi mereka semua sudah perkenalan satu sama lain. Kedua teman twins mengira jika Elio adalah adik dari Sabian, membuat twins merasakan perasaan aneh di dadanya. Berbeda lagi dengan Nio yang merasa iri hati. Saat mereka berbincang-bincang, Ibu kantin terlihat membawakan pesanan mereka. Elio saat ini sudah turun dari pangkuan Sabian. Ia duduk di sebelah pemuda itu dan berhadapan dengan Nio.
Prangg...
"Awss..." ringis Elio dengan sangat pelan. Rupanya ibu kantin tadi tak sengaja tersandung hingga akhirnya kuah bakso yang masih panas itu menyiram sebagian lengan Elio dan sedikit mengenai baju milik Nio.
"Shh...p.panass," ucap Nio membuat twins panik.
"Adek..kamu nggak apa-apa kan? Ayo kita ke UKS," ujar Ricky. Twins membawa Nio menuju UKS diikuti oleh kedua teman mereka. Twins bahkan tidak melihat ke arah Elio yang bahkan lebih parah dari Nio.
Elio yang terkena siraman kuah lebih banyak justru terdiam. Mengapa kakaknya itu peduli sekali dengan Nio, bukankah remaja itu hanya terkena cipratan kuah saja. Sedangkan dirinya, bahkan sudah dipastikan jika lengannya akan memerah atau mungkin melepuh. Sabian khawatir dengan Elio, ia menggendong Elio ala koala. Sebelum beranjak ke UKS, pemuda itu menatap tajam ibu kantin yang masih menunduk.
"M..maaf nak, ibu benar-benar tidak sengaja, tadi kaki ibu seperti terjegal sesuatu, ibu berani bersumpah nak.." ucap ibu kantin dengan nada menyesal. Sungguh wanita itu tidak sengaja.
"Nggak apa-apa kok bu, shh.." balas Elio.
"Sekali lagi maaf ya nak.." ucap ibu kantin. Elio mengangguk dan tersenyum kecil. Sabian yang melihat adik kecilnya kesakitan segera membawanya ke UKS diikuti oleh teman-temannya.
Brakk...
Sabian menendang pintu UKS dengan sedikit keras, membuat orang-orang yang berada di dalam ruangan itu terlonjak kaget. Twins yang juga sedang berada di dalam UKS melihat ke arah mereka. Ricko tertegun, mengapa ia tidak sadar jika adik bungsunya juga terluka.
"Mana petugasnya?" tanya Dito.
"Lagi keluar," balas Ricky.
"Biar gue yang obatin sendiri," ujar Sabian datar.
"Denta, beliin baju buat El," Sabian menyerahkan uang kepada Denta. Denta kemudian pergi menuju koperasi sekolah. Sabian menyuruh Elio untuk membuka seragamnya, namun remaja itu merasa malu karena ada banyak orang. Meskipun itu sesama laki-laki, namun tetap saja tubuh itu menurutnya adalah privasi, terlebih itu bukan keluarganya sendiri.
"Ayo dek nggak apa-apa, di sini laki-laki semua kok, abang cuma mau obatin luka kamu, nanti kalau tambah parah gimana hm?" Sabian membujuk Elio dengan lembut.
Sebenarnya bukan hanya karena malu, tapi Elio takut luka-luka di bagian punggungnya akan terlihat oleh Sabian dan yang lain. Ia tidak mau semua orang tahu atau nama baik keluarganya akan tercoreng.
"Lio kenapa kamu nggak mau buka baju, kasihan itu kak Sabiannya udah bujuk-bujuk kamu, apa karena tubuh kamu jelek makanya kamu malu?" sahut Nio dengan entengnya. Sabian dkk serta teman-teman Elio mendelik kesal mendengar kalimat terakhir dari Nio.
"Tahu tuh ribet amat," cibir Ricky. Sementara Ricko, remaja itu punya pemikiran lain.
Elio menghela napas, "Yaudah, tapi seragam luarnya aja ya, baju dalamnya nggak usah dibuka, kan yang luka cuma lengan," balas Elio. Sabian mengangguk. Elio kemudian membuka almamater serta kemejanya hingga menyisakan kaos singlet berwarna putih. Elio duduk bersandar di kepala ranjang, sementara Sabian duduk di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
Teen FictionBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...