Happy Reading
Elio saat ini sedang berdiri di hadapan sang papa, rencananya ia akan meminta papanya itu untuk mengantarkan dirinya ke sekolah. Karena jujur pagi ini tubuh Elio rasanya sakit semua. Ia bahkan harus memakai jaket tebal karena merasa kedinginan.
"Pah.." panggil Elio dengan pelan.
"Hm.." deham Samuel dengan mata yang masih fokus menatap ke arah layar ipad yang menayangkan grafik-grafik saham miliknya. Elio menarik napasnya cukup dalam guna mengumpulkan keberanian. Sudah lama sekali ia tidak pernah diantarkan ke sekolah oleh keluarganya, ia jadi sedikit ragu.
"Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" pinta Lio.
Samuel mengalihkan pandangannya ke arah putra bungsunya, "Papa nggak bisa, papa harus antar kakakmu check-up pagi ini," balasnya dengan nada datar.
"Tapi pah, kak Nio kan masih ada mama sama sopir, sekali ini aja pah, Lio mohon.." pinta Elio menatap wajah papanya.
Samuel menggeram, "Bisa nggak kamu nggak usah manja Lio, kamu itu sudah besar, harusnya kamu tahu kalau kakak kamu itu sakit, papa cuma mau ngantar kakak kamu buat check-up,"
"Lagian kamu bisa kan naik bus atau naik sepeda punya kamu itu, tolong sekali aja kamu ngertiin papa, kamu juga sehat kan, harusnya kamu bisa ngertiin kakak kamu yang lagi sakit," sambung Samuel kemudian berjalan meninggalkan Elio. Elio menatap punggung sang papa dengan sendu. Ia terkekeh miris.
'Ngertiin papa? ngertiin kakak haha..sejak kapan aku nggak ngertiin kalian, justru kalian yang enggak pernah ngertiin Lio. Pah...apa kalau Lio sakit, papa juga akan sekhawatir ini,' batin Elio.
"Sama gue!" seorang remaja laki-laki menarik lengan Elio menuju parkiran mansionnya.
"Hah?" kata Elio yang tak paham.
"Ck..berangkat sama gue!" ucap remaja tersebut seraya menaiki sebuah motor sport hitam. Tak lupa ia memakai helm full facenya.
"Naik!" titah remaja itu. Elio tampak ragu, namun apa salahnya ia berangkat dengan kakak ketiganya itu. Iya, remaja yang mengajak Elio untuk berangkat bersama adalah Ricko. Melihat penolakan yang dilakukan papanya entah kenapa membuat Ricko spontan menawarkan diri.
Elio pun naik ke atas boncengan dengan memegang bahu kakaknya. Motor Ricko cukup tinggi untuk Elio yang tubuhnya sedikit pendek untuk ukuran remaja laki-laki seusianya. Tak lupa Elio juga memakai helm yang diberikan kakaknya.
"Pegangan!" titah Ricko. Elio mengangguk di belakang. Tangannya ia letakkan di bahu sang abang.
"Ck..lo pikir gue tukang ojek apa, pegangan yang bener," geram Ricko, sementara Elio kebingungan.
"I..iya ini udah pegangan kan kak?" ucap Elio. Ricko mengambil tangan Elio dan mengarahkannya agar melingkar di perutnya.
"Pegangan, jangan dilepas!" kata Ricko. Elio hanya mengangguk, namun tak dapat dipungkiri bahwa hatinya merasa senang karena bisa memeluk kakaknya lagi. Ricko segera menjalankan motornya menjauhi area mansion Wijaya. Elio sesekali menunjukkan jalan ke arah sekolahnya agar Ricko tidak bingung. Kakak ketiga Elio itu mengernyitkan dahinya ketika tidak asing dengan jalanan yang ia lalui.
'Ini kenapa arahnya kayak ke DHS ya, di sana cuma ada sekolah itu kan? Kayaknya nggak ada SMP deh di dekat situ,' batin Ricko heran.
"KAK..NANTI BERHENTI DI WARUNG ITU YA!" Pinta Elio dengan berteriak karena suaranya teredam angin.
"IYA.." balas Ricko tak kalah keras.
Ricko menurunkan Elio di depan sebuah warung yang tak terlalu jauh dari DHS. Elio turun dari motor Ricko dan melepas helm yang ia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
Teen FictionBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...