Happy Reading
Saat ini Elio sedang makan malam bersama kakak-kakaknya. Hening, hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar di ruang makan.
"Nanti kalau gue sama Ricko pergi, jagain Nio yang becus di sekolah, awas aja ya kalau lo biarin dia kenapa-napa, gue bilangin nanti ke papa," ujar Ricky kepada Elio di sela-sela acara makannya.
"Abang udah jangan paksa Elio buat jaga Nio, Nio bisa sendiri kok, kan udah gede. Kasihan kan Elio kalau aslinya dia kepaksa," sahut Nio.
"Nggak apa-apa adekku, kan emang udah tugas dia. Lagian emang itu tujuan papa sekolahin dia di sana kan," jawab Ricky seraya mengelus rambut Nio. Elio menunduk, lagi-lagi ia kalah dengan Nio. Kapan semua ini akan berakhir? Sungguh ia sudah lelah.
"Heh lo denger kan apa kata gue tadi?" tanya Ricky kepada Elio yang masih setia menunduk.
"Iya kak," balas Elio pasrah. Ricko menatap adik bungsunya itu yang semakin hari seperti terlihat kurus, wajah anak itu juga akhir-akhir ini menjadi pucat.
"Lio," panggil Ricko membuat Elio menoleh.
"Kenapa kak?" tanya Elio.
"Kamu kakak lihat akhir-akhir ini kelihatan lebih kurus, wajah kamu juga pucat, kamu sakit?" tanya Ricko. Perkataan Ricko membuat Jean dan Ricky sontak memperhatikan Elio, sementara Nio, ia hanya tak acuh saja dan melanjutkan acara makannya. Tubuh Elio memang mungil, namun berat badannya itu ideal. Akan tetapi saat ini, tubuh itu terlihat sedikit kurus. Lemak di pipi gembulnya pun seperti berkurang.
"Lio kamu sakit?" tanya Ricko lagi.
Elio sedikit gelagapan, "E..enggak kok kak, Lio sehat-sehat aja,"
"Wajah lo pucat!" sahut Jean dengan suara datar. Meski tak dipungkiri ada setitik rasa khawatir di hatinya.
"A..a ini karena aku kecapekan aja kali, nanti juga balik lagi kok," balas Elio.
"Bagus deh, jangan sakit, entar lo malah nyusahin lagi," celetuk Ricky tanpa memikirkan perasaan adik kecilnya itu. Ricko yang duduk di depan kembarannya mendelik kesal. Ia menginjak kaki Ricky dengan keras membuat remaja itu berteriak.
"Akhh..njir kok diinjak sih," protesnya kepada sang kembaran.
Ricko tidak memedulikan protesan Ricky, ia menatap kembaran dengan tatapan tajam, "Ucapan lo jaga!" tekan Ricko.
"Emang kenapa, salah? Gue bener kan, kalau dia sakit yang ada malah bikin susah," ujar Ricky dengan santainya.
"Abang Ricky jangan kayak gitu, Elio kan juga adik abang," ucap Nio dengan halus.
"Abang nggak punya adik pembunuh kayak dia," tekan Ricky. Jean? Pemuda itu hanya diam, sesekali netranya melihat sang bungsu yang menunduk. Ricky, tak tahukah dirimu jika perkataannya itu membuat hati kecil Elio kembali tergores. Tak tahukah dirinya jika ucapannya itu membuat semangat Elio untuk sembuh menjadi sedikit pudar.
Prangg...
Elio membanting sendoknya dengan sedikit keras ke atas piring. Ia berlalu dari hadapan kakak-kakaknya. Remaja itu lebih memilih untuk menenangkan diri di kamarnya. Selepas kepergian Elio, suasana di meja makan masih terlihat tegang.
"JAGA UCAPAN LO YA BANGSAT.." teriak Ricko kepada kakak kembarnya.
"Nggak sopan ya lo sama abang sendiri," protes Ricky, namun Ricko hanya tak acuh.
"Gue nggak peduli, maksud lo apa ngomong kayak gitu ke Lio, lo nggak mikirin perasaan dia kayak gimana Hah! JAWAB ANJING.."
"Ricko, jangan mengumpat di depan abang. Dan lagi, sejak kapan kamu peduli dengan anak itu, kenapa sekarang kamu seolah-olah bertindak seperti kakak yang baik, padahal nyatanya kamu sama dengan kita," sahut Jean dengan nada datar. Mendengar ucapan kakak sulungnya, Ricko terdiam. Ia memang merasa bersalah atas perilakunya selama ini, ia hanya ingin menebus kesalahannya saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELIO [ end ]
Ficção AdolescenteBUKAN BL!!!! "Ma, kenapa cuma masak seafood?" "Iya, soalnya Nio lagi pingin seafood," *** "Papa, Lio bisa minta tolong buat anterin Lio ke sekolah nggak?" "Papa nggak bisa Lio, papa harus antar kakakmu check-up," *** "Kak Jean, bisa temenin Lio tidu...