30

28.8K 2K 25
                                    

Happy Reading

Jean mendekat ke arah Elio dan menatap tajam adiknya itu. Pemuda itu mencengkeram dagu Elio dengan erat.

"SIALAN...Lo mau bunuh adek gue, iya?" ucap Jean dengan nada dingin.

"Udah sekarang kalian bawa Nio ke rumah sakit, biar papa yang urus anak sialan ini," ucap Samuel. Keluarga Elio segera menbawa Nio ke rumah sakit.

Ricko mendekat ke arah Elio, "Abang kecewa sama kamu dek, kalian mungkin emang nggak deket tapi apa segitu bencinya kamu sama Nio sampai-sampai harus dorong dia dari tangga," lirih Ricko kemudian keluar dari mansion.

"E..enggak, bukan aku kak.." Elio memandang punggung kakaknya dengan sendu.

"Pah..Lio nggak dorong Nio pah, dia jatuh sendiri, percaya sama Lio, dia punya niat jahat sama keluarga kita," jelas Elio. Samuel mengeraskan rahangnya.

"Setelah kamu mencelakainya, sekarang kamu juga memfitnahnya iya," desis Samuel.

"E..enggak pah, Lio nggak bohong,"

"Pergi.." ujar Samuel.

"M..maksud papa apa?" tanya Elio tak paham.

"PERGI DARI RUMAH INI ANAK SIALAN.." teriak Samuel.

Elio terkejut, tidak menyangka jika sang papa akan sampai mengusirnya, "P..pah enggak, Elio nggak salah pa, Elio nggak mau pergi dari sini," tolak Elio.

"Saya nggak peduli, cepat pergi dari rumah saya," Samuel lantas menyeret tubuh Elio hingga keluar mansion. Tubuh kecil Elio dihempaskan begitu saja di atas jalanan.

"Pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi, saya tidak sudi menampung pembunuh kayak kamu," tegas Samuel. Pria paruh baya itu segera masuk ke dalam dan mengunci gerbangnya. Elio bangkit dan memanggil-manggil papanya, namun pria itu tidak menggubrisnya. Elio mengembuskan napasnya. Kaki mungilnya berjalan ke sembarang arah. Ia bingung ingin ke mana karena tidak membawa ponsel dan uang sama sekali.

"Aku harus ke mana," lirih Elio. Netranya menatap ke arah langit yang terlihat mendung. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi. Elio mendudukkan dirinya di halte dekat sebuah taman.

'Lapar..' batin Elio ketika perutnya berbunyi. Elio menyandarkan kepalanya di bangku halte. Tangan kecilnya memijat kepalanya yang kini mulai berdenyut kembali.

"Shh..dingin.." Elio memeluk tubuhnya sendiri ketika angin berhembus cukup kencang. Saat ini ia hanya memakai piyama dengan lengan pendek, tidak mampu menahan dinginnya malam. Tak lama hujan turun dengan cukup deras. Hati Elio mulai gelisah, takut jika hujan akan datang bersama petir.

"O..oma, ayah...abang Al...El takut," monolog Elio pelan.

Jduarr..

"OMAA..." teriak Elio ketika bunyi petir terdengar. Ia menutup mata dan telinganya, tubuhnya bergetar hebat.

"Hikss...t..takut.."

Cahaya kilat yang terlihat menambah kesan menakutkan bagi Elio. Wajah anak itu pucat pasi, bibirnya terus meracau karena ketakutan.

Di sisi lain

Bi Asih memasuki mansion bersama dengan seorang pembantu baru. Ia adalah Emily, seseorang yang dikirim oleh Sabian untuk memata-matai keluarga Wijaya. Kedua perempuan berbeda usia itu baru saja pulang dari supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan yang telah habis. Emily mengernyit ketika mendapati suasana mansion yang sedikit aneh. Para maid sedang bergosip di dapur belakang.

"Hei ada apa ini, kenapa kalian malah bergosip di sini. Dan kenapa suasana mansion jadi agak aneh begini?" tanya Emily penasaran.

"Wahh kamu sih Ly tadi malah pergi sama Bi Asih, tadi ada kejadian yang wow banget tahu," ujar salah satu maid yang bernama Inne. Bi Asih mendekat, ia ikut merasa penasaran. Perasaannya tidak enak setelah memasuki mansion, entah apa alasannya.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang