Perasaan Tanpa Penjelasan #12

238 19 2
                                    

"Kalo... di tanggal segitu... gue pikir-pikir lagi boleh kan, bang?"

Multi talenta Ghea kala dirinya sadar telah terlambat, berusaha menali sepatu seraya menjepit hape di antara telinga dan pundak menimbang tawaran dari Asran untuk kembali menggelar konser road show.

"Lo ada acara ya?"

"Y-ya... gak ada sih, tapi..." berkelit Ghea mencari alasan.

"Cuman sebentar doang, cuman sehari aja dan itu di hall, ada bintang tamu lainnya jadi mungkin lo juga gak nyanyiin lebih dari tiga lagu."

Seketika rasa terburu Ghea memudar dengan dirinya mulai berpikir keras akan tawaran itu. Padahal tanpa perlu menimbangnya, Ghea akan selalu mengiyakan setiap kesempatan yang ada.

Ia menyukai pekerjaan sekaligus hobinya itu, namun entah mengapa semenjak lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman baru satu divisi magangnya, dunia Ghea seolah berubah.

Pada tiap canda tawa yang mereka lontarkan, pada tiap masalah yang selalu mereka pikul bersama-sama, dan... bahkan pada tiap pada hal-hal kecil mengenai diri Yudhi setiap harinya. Ghea memikirkan laki-laki itu dan tak ingin kehilangan setiap detik bersama.

"Ghe, gimana?" tagih jawaban Asran setelah beberapa detik hening di antara mereka.

"Y-ya... boleh deh, nanti gue minta ijin dulu aja deh ya," pasrah Ghea kembali beranjak dengan ransel kecil ia bawa.

"Wih, tumben. Biasanya lo juga tinggal absen bilangnya sakit."

"Yeuuu itu mah ajaran sesat dari Bang Asran dulu."

"Hahah tapi selalu berhasil kan? Ya udah nanti kalo ada kabar baru, kasih tahu gue ya."

"Iya-iya, tapi gue gak janji kalo gue bisa ya. Bang Asran juga jangan bilang dulu ke EO nya kalo gue—"

"Ghea?" sapa sosoknya berbalik badan dengan nada penuh kelembutan dan senyum manis.

Ghea yang baru membuka pintu depan dan berniat mengambil kunci mobil dari dalam saku, terdiam membulatkan mata dengan tanda tanya mengitari kepala.

Dirinya tak mungkin lupa pada sosok Arin. Meski berdiri menatapnya dengan mengenakan seragam kepolisian dan satu kotak makan ada di tangan, benar-benar tak sedikitpun menyurutkan aura kecantikannya.

"Arin, lo... udah lama?"

"Gak kok, baru aja. Lo udah mau berangkat ya?"

"I-iya, tapi udah agak telat juga sih."

"Oh iya, tadi Yudhi juga udah pamit ke gue agak pagian tadi. Gue kira malah lo udah berangkat."

"Oh gitu, gak kok, belum. Boro-boro deh gue berangkat pagi hehe."

Ghea tak ingin berbohong bahwa ada sedikit sisi dari hatinya merasa iri mendengar fakta bahwa Yudhi selalu berpamitan pada Arin di tiap hari kala berangkat kerjanya. Mungkin akan terdengar jahat, tetapi masih sebegitu istimewanya kah hubungan mereka berdua?

"Oh iya, kalo gue nitip bekal ini buat Yudhi... gapapa kan? Soalnya dari kemarin dia pengen banget makan rendang, jadi gue buatin aja buat dia."

Dengan mengangguk mengiyakan, Ghea menerima sodoran bekal kotak makan tersebut meski ada sisi berat hati dan tatap iba.

"Boleh kok, ya kali masa gue tolak hehe. Pasti gue kasih ke dia."

"Makasih banget ya Ghe, lo baik banget deh. Oh ya, lo berangkat kan? Sama siapa? Atau bareng gue aja?"

"Eh gak usah, hari ini gue bawa mobil kok. Makasih ya buat tawarannya."

"Oh gitu, ya udah... gue pamit ya. Sekali lagi makasih loh, nanti kalo ada apa-apa, lo boleh kok kabarin gue. Atau kalo Yudhi malah lupa buat makan, marahin aja. Kebiasaan banget, dia itu terlalu sibuk sama kerjaannya sampe kadang lupa buat makan."

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang